“Besok Oom harus berangkat ke Taiwan untuk negosiasi dengan beberapa pembeli baru di sana. Dara baik-baik di sini ya, belajar sama Tante Mir. Oom sayang sama Dara, yang betah di sini. Dua minggu lagi, Oom kembali ke Indonesia.”
Ini hari Minggu, baru hari kedua Dara tiba di tempat Oom Bernard. Belum ada kiriman belut karena yang di bak-bak penampungan belum diekspor. Kata Oom Bernard, Pak Haji Mamat baru akan mengirim satu ton minggu depan.
“Hari ini Dara jalan-jalan saja ke mal diantar Ari ya. Beli apa yang perlu.” Ari adalah nama sopir pribadi Oom Bernard.
Oom Bernard menyelipkan beberapa lembaran seratus ribu ke tangan Dara, tepat saat Siti melangkah ke dalam ruang kantor. Siti langsung keluar lagi tanpa mengatakan apa-apa.
Dara merasa salah tingkah, tapi tidak mau menolak, karena ia memang butuh membeli beberapa barang. Malam pertama tidur di kamarnya, ternyata exhaust fan itu berbunyi berisik dan banyak nyamuk yang masuk.
Nyamuk kebun yang jika menggigit sangat perih, dan gatalnya tidak hilang meski telah digaruk hingga lecet. Baru satu malam, kaki Dara sudah penuh bentol-bentol gigitan nyamuk. Dara tidak berani mengeluh. Ia hanya mengingatkan diri, jika ada kesempatan keluar, harus membeli Autan atau Baygon. Juga pewangi ruangan untuk mengusir bau udara lembab di kamar.
Dan sekarang adalah kesempatannya, mumpung Oom Bernard masih di sini, dan seolah bisa membaca pikirannya, ia menyuruh Dara ke mal untuk berbelanja, Dara memanfaatkan waktu ini.
‘Toh ini masih hari Minggu, anggap saja aku baru resmi bekerja hari Senin besok,’ Dara berkata dalam hati.
Dan pergilah ia seorang diri naik mobil sedan hitam Oom Bernard, diantar sopirnya Pak Ari. Dia menghabiskan waktu di mal sampai tengah hari, makan kentang goreng dan burger, serta minum jus alpukat susu coklat kesukaannya.
Selain Baygon dan Autan, Dara juga membeli beberapa keripik dan biskuit, berjaga-jaga jika ia kelaparan saat Oom Bernard tidak di rumah dan tidak berani meminta makan pada Tante Mir.
Sepulang dari mal dengan menenteng dua kantong kresek, Tante Mir menatapnya tajam.
“Berapa uang yang diberi Oom?” Suara Tante Mir ketus, memandang Dara sambil mengernyitkan dahi.
Sial. Rupanya si Siti itu pengadu.
“Lima ratus ribu, Tante.”
“Kerja belum juga seminggu, masa sudah terima uang. Nanti akhir bulan, Tante akan potong dari gaji kamu.”
“Iya, Tante.”
Dara menghela napas. Merasa bahwa dua minggu selama Oom Bernard pergi nanti akan menjadi neraka.
Benar saja, hari pertama tanpa Oom Bernard, Tante Mir memberinya makan dari makanan sisa yang dibekukan dalam freezer entah sudah berapa lama.
Dara menatap makanan yang tersaji di meja. Ia tak berselera menyentuhnya. Tadi ia melihat Tante Mir memilih-milih bungkusan makanan beku dari freezer, memanaskan, menyajikan, lalu jika tidak habis, membungkusnya kembali untuk dibekukan lagi dalam freezer.
Dara berpikir, entah usia makanan itu sudah berapa bulan, bahkan mungkin ada yang menahun. Semiskin-miskin keluarganya, Mama tak pernah menyimpan makanan sisa untuk dipanaskan dan dibekukan berkali-kali.
Melihat freezer berbentuk kotak berukuran sekitar satu kali satu meter itu, entah mengapa Dara membayangkan tubuhnya terbujur kaku tertimbun bungkusan plastik besar kecil, tanpa pernah ada yang menemukannya. Ia bergidik.
“Hari ini belut-belut di belakang akan dikemas untuk dikirimkan ke Taiwan. Jadi di sana nanti Oom Bernard sendiri yang akan terima, untuk ditunjukkan kepada calon pembeli baru. Kamu belajar yang benar, dari Siti nih, dia kerja udah lama.” Tante Mir menepuk pundak Siti.
Yang ditepuk tersenyum sinis dengan raut puas. Meskipun merasa gondok karena Tante Mir memperlakukannya seolah gadis tolol yang tidak mengerti apa-apa, Dara hanya bisa mengangguk sambil membisu. Dia seperti Cinderella yang dirundung saudara tiri buruk rupa dan ibu tirinya.
Dara tidak mengira dunia pekerjaan akan sedemikian tidak ramah, tapi ia menelan rasa sedihnya, lalu berjalan ke tempat bak-bak penampungan belut di belakang.
Setibanya di sana, Dara berjongkok di tepi bak dan mengulurkan tangan, memberanikan diri meraih seekor belut, dan mencoba menangkapnya dengan sia-sia. Itu sangat licin. Tidak salah jika ada pepatah 'licin seperti belut'.
“Hei, siapa kamu?!” Suara bentakan hampir membuatnya terjerembab ke dalam bak. Dara menoleh terkejut.
Seorang lelaki gempal berkulit gelap berdiri di hadapannya. Matanya yang bulat kemerahan melotot, hampir keluar dari rongganya. Ia mengenakan kruk. Sebelah kakinya buntung hingga ke lutut.
“Sa… saya, Dara.” Ia mengulurkan tangan untuk menyalami lelaki itu.
“Pak Wira,” itu suara Siti, berteriak dari jendela kantor yang terbuka ke arah lokasi bak. “Dia Dara, dibawa Tuan kemari untuk mengurus pembukuan. Tidak ada urusan dengan belut.”
Pak Wira menatap Dara lama, seolah menilainya, mengabaikan uluran tangannya. Lalu ia mendengus, mengibaskan tangan. Dara melihat beberapa buku jari tangannya tidak utuh.
Hanya punya sebelah kaki, mengenakan kruk, gerakannya tidak cekatan, bahkan jari-jarinya tidak lengkap, pasti dia tidak bisa menulis. Dan tampangnya galak dengan ekspresi mengejek. Orang seperti pak Wira tak akan diterima bekerja di tempat lain.
Tapi Oom Bernard mau memberinya pekerjaan. Diam-diam Dara mengagumi Oom Bernard yang mau mempekerjakan seseorang dengan kekurangan seperti Pak Wira.
Meskipun yakin Oom Bernard memiliki alasannya sendiri untuk menjadikannya sebagai karyawan, namun ada sesuatu pada Pak Wira, yang membuat Dara merasa takut padanya.
“Aku dengar kamu itu calon sarjana. Pernah kuliah katanya?” Pak Wira tiba-tiba bertanya, suaranya berat.
Dara mengangguk tanpa berani memandangnya.
“Pekerjaan ini bukan buat kamu. Kalau kamu pintar, lebih baik kamu pulang.” Ia melengos sebelum Dara sempat menjawab.
Sekarang Dara benar-benar heran. Dia direkrut oleh bos besar, sang empunya perusahaan, tapi para bawahannya, bahkan istrinya, malah seolah berlomba-lomba ingin mengusirnya.
Sebenarnya, apa kesalahannya, mengapa semua orang tampak tidak menyukai dan memusuhinya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Yu~
hmmmmm
2024-10-18
0
Mey-mey89
...
2024-09-28
1
lyaa
Kapten!
2024-07-06
1