part 14

Istriku Tuli

Part 14

#devandro

#sekar

Ambulance melaju membelah hiruk pikuk lalu lintas, raunganya memaksa semua kendaraan menepi. Ada sebuah nyawa yang harus diselamatkan, sebuah nyawa yang menjadi korban dari keserakahan para orang ambisius.

Wanita sedang berjuang antara hidup dan matinya terbaring di dalam ambulance, wajahnya tidak lagi bewarna semua terlihat pucat. Darah mengalir begitu banyak berhasil dihentikan oleh perawat yang ikut di dalam ambulance tersebut.

Devandro, tidak sanggup lagi menahan air matan. Kedua tangannya menggenggam erat tangan Sekar. Berharap dia baik-baik saja.

'Kuat sayang! Jangan tinggalkan Kakak sendiri di dunia ini.'

Ambulance memasuki halaman rumah sakit, berhenti tepat di depan pintu menurunkan pasien. Brankar langsung didorong menuju ruang operasi. Operasi harus dilakukan secepatnya.

Langkah Devandro terhenti di depan pintu ruang operasi. Lampu di atas pintu menyala menandakan sedang ada kegiatan di dalamnya.

Devandro tertuduk di lantai dengan kepala terletak di atas lutut yang ditekuk. Lelaki itu tidak bisa membendung air matanya. Dia merasa begitu sakit, melihat orang yang benar-benar dia cintai harus berjuang sendiri.

"Devan," ucap Mama Elisa sambil mengusap lembut kepala Devandro.

Devandro tidak menjawab, hanya menatap Mama Elisa sayu.

"Berdoa saja, semoga Sekar selamat!" Sambung Mama Elisa.

Devandro hanya mengangguk, Devandro yang sangar kini terlihat tidak berdaya. Kini mama membimbingnya duduk di atas bangku, dan memberikan secangkir kopi yang dibelinya di kantin.

"Terima kasih, Ma," ucap Devandro

"Jangan sampai, Sekar selamat kamunya sakit. Sekar butuh kamu untuk merawatnya," tutur Mama Elisa dengan lembut.

***

Di ruangan dingin Sekar sedang bermimpi, dia berada di alam penuh bunga dengan mata air jernih yang mengalir tenang. Burung-burung bernyanyi menyambut pagi.

Dua orang lelaki dan wanita sedang duduk di bangku taman menggunakan pakaian putih bersih.

"Ayah, Ibu!" teriak Sekar.

Sekar berjumpa kembali dengan orang tuanya. Sekar melangkah mencoba mendekati mereka. Namun, wajah orang tua Sekar terlihat tidak bahagia saat Sekar mulai mendekat.

"Pulang! Di sini bukan tempat kamu."

Langkah Sekar terhenti. Terlihat orang tuanya pergi menjauh meninggalkannya.

***

Delapan jam berlalu, lampu di atas pintu ruang operasi telah dimatikan. Devandro langsung berdiri menunggu dokter keluar, dan memberi kabar baik untuk dia dan Sekar.

Terdengar suara gagang pintu diputar, semakin tidak sabar Devandro menunggunya.

"Keluarga Bu Sekar?" tanya sang dokter.

"Saya Suaminya, Dok," jawab Devandro.

"Bu Sekar sudah melewati masa kritisnya. Peluru berhasil dikeluarkan dari rahimnya ...."

"Rahim?" Potong Devandro.

"Bu Sekar sedang hamil, dari ukuran janinnya diperkirakan berusian sembilan minggu ...."

"Sekar hamil?" tanya Devandro tidak percaya.

"Tetapi maaf, janinnya tidak bisa kami selamatkan, dan Bu Sekar memerlukan waktu yang sangat lama untuk dibolehkan hamil lagi, sampai lukanya benar-benar sembuh," terang dokter tersebut.

Mendengar penjelasan sang dokter, Devandro sangat menyesali dirinya. Memukul-mukul kepalanya sendiri, merasa tidak berguna sebagai suami dan ayah. Untuk menyelamatkan nyawanya dia harus kehilangan anak dari wanita yang benar-benar dia cintai.

Pintu ruangan operasi kembali dibuka, Sekar didorong ke luar memuju ruang pemulihan. Mama Elisa sudah menyiapkan kamar VVIP untuk perawatan Sekar sampai sembuh.

Devandro tidak pernah sebentarpun beranjak dari samping Sekar, tangannya terus menggenggam erat tangan Sekar. Mata tertuju pada bekas operasi di perut. Luka yang terasa sangat perih di hati Devandro. Perut itu entah kapan lagi akan siap menerima nyawa baru.

"Maafkan Kakak! Sudah membawa-bawa kamu dalam ambisi keluarga ini," bisik Devandro di telinga Sekar.

***

Devandro terbangun saat merasa tangan istrinya bergerak. Sekar sudah sadar dari biusnya. Bibir itu terlihat sangat kering, tubuhnya sebagian masih ada yang kaku.

"Kak, Sekar haus," bisik Sekar.

Kata-kata itu yang membuat Devandro panik, karena sebelum itu dia telah diperingati oleh perawat jangan sembarangan memberi minum saat pasien sadar.

"Sabar dulu, ya! Tadi kata suster, kamu harus buang angin dulu," bujuk Devandro

Sekar hanya mengedipkan mata dan sedikit menganggukkan kepalanya.

Sepertinya Sekar tidak mengetahui masalah kehamilan itu, karena dia tidak menanyakan apa pun. Setelah berpikir panjang, Devandro akan menyimpan berita buruk itu. Cukup dia saja yang tahu, dia tidak ingin Sekar sedih bahkan bisa jadi membencinya.

Mama Elisa yang dari tadi menemani Devandro di rumah sakit, izin pulang. Dia tidak bisa ikut menjaga Sekar malam ini.

***

Di rumah Pramesti Mama Elisa terlihat sangat marah dengan tindakan Papa Yuda. Bermain-main dengan sejata api. Hampir saja nyawa orang melayang karena ulahnya.

"Kamu aturannya Sadar, Yuda! Harta Devandro itu lebih banyak dari pada harta yang kamu punya. Kamu dan Dayana hanya mendapat dua puluh persen, itu karena Kakek berbaik hati memberi Dayana bagian. Kalau dilihat dari garis keturunan, Dayana tidak ada kuturunan Pramesti. Jika nanti Devandro melawan, kalian akan kalah telak. Bisa jadi terusir dari rumah ini," tutur Mama Elisa.

Saat mereka berkumpul di ruang keluarga. Wajah-wajah angkuh mereka berubah menjadi khawatir.

"Yuda, bagaimana Devan ke kamu, itu tergantung sikap kamu. Berulang kali saya katakan. Devan itu keras, jadi jangan dikerasi. Apa kamu tidak melihat bagaimana dia patuhnya dengan Sekar, karena wanita itu tahu bagaimana memperlakukan Devan." Mama Elisa menyambung ucapannya.

Terdengar suara pintu dibanting, ternyata Devandro pulang kerumah Pramesti dengan tatapan bak singa lapar yang akan menerkam mangsanya.

Melangkah dengan pasti, semua terdiam. Hanya suara derap langkah Devandro menggema memenuhi ruangan itu.

"Hebat," ucap Devandro

Dia mendekat sambil menepuk tangan dengan ritme teratur.

Devandro akan melaporkan kasus ini ke polisian, tetapi dilarang oleh Mama Elisa, itu hanya akan memperburuk suasana, para investor akan menarik semua modalnya jika mengetahui kericuhan yang terjadi di keluar Pramesti.

"Harta, harta dan harta. Itu yang hanya ada dipikiran kalian. Apa kalian tidak punya hati, bagaimana wanita polos seperti Sekar harus terbawa-bawa dalam masalah ini," pekik Devandro.

"Kamu juga salah, kenapa membatalkan mega proyek hanya demi wanita itu. Berapa M harus kita membayar ganti rugi?" cerca Papa Yuda.

"Dia istri gue! Biar gue jadi miskin asal dia bahagia!" bentak Devandro.

Ponsel Devandro berbunyi, ternyata telepon dari perawat yang khusus menjaga Sekar saat Devandro tidak ada. Dia mengatakan Sekar terbangun, dan mencari Devandro.

Setelah panggilan diakhiri Devandro meninggalkan rumah itu dan buru-buru menuju rumah sakit.

***

"Kak Dev dari mana?" bisik Sekar.

"Kerumah mama sebentar," jawab Devandro sambil mengusap lembut puncak kepala istrinya yang masih tertutup kerudung.

"Jangan bertengkar lagi!" pinta Sekar.

Sekarang Sekar menggenggam erat tangan suaminya.

"Kenapa kamu lakukan ini?"

"Reflek, Kak. Naluri istri mungkin," jawab Sekar mantap.

***

Seminggu berlalu, Sekar dinyatakan sehat, dan diizinkan pulang. Tiga hari lagi jadwal kontrol jahitan.

Devandro menyewa satu asisten rumah tangga untuk mengurus Sekar di rumah saat dia harus berangkat kerja. Bagi dia Sekar tuan putri yang benar-benar yang harus di jaga.

"Lekas Sembuh, ya! Ntar kita ke makam papa. Kamu belum kenal, kan, sama papa?" ucap Devandro sebelum berangkat kerja.

Sekitar pukul satu siang, Alexa datang mengunjungi Sekar yang masih duduk di atas kasur. Jahitan bekas operasi masih terasa sakit jika sudah banyak gerak.

"Enak banget, ya, hidup istri pertama Devandro. Kenapa lu nggak mati aja sekalian? Biar Devandro jadi milik gue seutuhnya." upat Alexa

"Kamu, belajar sopan santun, nggak? Bagaimana cara masuk rumah orang, apalagi kamar," sindir Sekar

"gue punya satu berita yang pastinya bikin lu sangat membenci Devandro."

"Maksud kamu apa?" tanya Sekar heran.

"Devandro sama saja seperti keluarganya yang lain, egois, mementingkan ambisi."

"Langsung saja ke inti pembicaraan!" pinta Sekar

***

Devandro tidak sampai sore di kantor, karena dia lebih mengkhawatirkan kondisi istrinya sehingga semua kerjaan dia bawa pulang.

"Ada siapa?" tanya Devandro kepada ART mereka

"Katanya teman Bu Sekar, dia di kamar bersama Bu Sekar," jelasnya.

Mendengar itu Devandro meletakkan sw

semua map di atas meja dan berlari ke kamar.

"Sebenarnya lu, itu hamil tapi anak lu mati kena peluru, Devan merahasiakannya hanya karena dia nggak mau lu ninggalin dia. Egois bukan? Mentingkan diri sendiri sampai enggak peduli perasaan lu sebagai ibu si anak ...."

"Alexa cukup, diam lu, pelacur!" bentak Devandro.

Devandro berjalan mendekati Alexa, dengan tangan kanannya dia menggenggam rahang Alexa dengan kasar. Alexa mengeluarkan suara menahan sakit.

Dia menolak Alexa, menyuruhnya keluar dari kamar, dan pergi dari rumah mereka.

Untung saja Alexa dapat mengendalikan badannya sehingga tidak terjatuh dengan kondisi hamil delapan bulan.

Rasa sakit bekas operasi tidak sesakit hati Sekar saat ini. Devandro tega membohongi dia. Dimana janin beberapa minggu itu.

"Apalagi ini, Kak? enggak cukup juga kakak nyakiti hati Sekar, dimana anak Sekar? Kenapa kakak merahasiakannya?"

Tangis Sekar pecah, dia tidak dapat mengendalikan emosinya. Devandro berusaha menenangkan, dia merontah-rontah dalam pelukan Devandro. Tanpa sadar mengenai luka bekas operasinya, dan berdarah lagi.

Tanpa persetujuan, Devandro menggendong Sekar, membawanya ke dalam mobil untuk mendapatkan pertolongan segera.

Kenapa sulit rasanya untuk menikmati hidup tenang. Dulu dalam pikirannya harta menjamin kebahagiaan. Namun sekarang dia sadar, hartalah yang membuat hidup dia dan Sekar tidak bisa tenang.

Apa harus dia melepaskan semuanya dan pergi jauh dari manusia-manusia ambisius?

Setelah luka Sekar dibersihkan dan jahit ulang, Sekar diizinkan pulang. Di dalam mobil seperti dua orang asing yang dipaksa naik satu mobil, diam tanpa suara. Hanya Devandro yang berkali-kali melirik Sekar, tetapi dia tidak pernah memalingkan pandangannya ke arah Devandro. Saat tangan kiri Devandro berusaha memegang tangan Sekar, selalu saja ditepis dengan lembut.

Pukul enam sore, mereka tiba dirumah. Sekar berusaha jalan sendiri kedalam rumah, kondisinya yang masih lemah membuat dia hampir terjatuh. Devandro yang berdiri di belakangnya dengan cepat menyambut.

"Sekar mau salat Magrib, panggilkan tolong Mbak Ina, biar dia yang bantu Sekar," pinta Sekar.

"Kenapa bukan kakak?" tanya Devandro.

Sekar tidak menjawab.

"Baiklah, kamu mau marah sama kakak, silahkan! Satu kakak pinta, tetap tinggal bersama kakak, jangan berpikir untuk pergi lagi. Kakak bisa bertahan dari sikap diam kamu, tapi kakak enggak bisa kehilangan kamu."

Sekar yang melihat gerak bibir Devandro tetap diam. Dia bergegas mengambil wudhu dibantu oleh Mba Ina. Sekar melaksanakan salat dengan cara duduk, karena masih sakit bagi dia jika badannya membungkuk.

Devandro juga sudah melaksanakan salat Magrib, perlahan dia sudah sadar akan kewajibannya sebagai seorang muslim dan dia juga harus menjadi imam rumah tangga yang baik. Walaupun selama ini Sekar yang selalu melindungi dia.

Semangkok bubur sudah selesai dimasak oleh Devandro. Dengan semangat dia membawanya ke kamar, lalu menyuapkan Sekar malam ini.

"Siapa yang masak?" tanya Sekar setelah suapan pertama.

"Kakak, dong yang masak. Enak?" jawab Devandro dengan semangat.

"Enak, Kak."

Setengah mangkok telah berhasil pindah ke perut Sekar. Devandro rasanya bangga berhasil memasak bubur yang enak, buktinya saja Sekar yang jago masak mau memakan bubur buatannya.

Penasaran dengan rasanya, Devandro menyuap satu sendok ke dalam mulutnya. Seketika bubur itu dilepehkannya kembali.

"Kenapa, Kak?"

"Buburnya asin, kok, kamu bilang enak?"

"Baru juga asin, hidup Sekar yang pahit aja, Sekar terima," sindir Sekar.

Devandro menjelaskan semuanya, apa yang membuat Papa Yuda begitu marah, apa alasan dia tidak menceritakan masalah kehamilan Sekar. Namun kata maaf juga tidak dia dapat.

Devandro kembali sibuk dengan kerjaannya. Berita pembatalan mega proyek sudah tersebar dimana-mana, hal itu menyebabkan menurunnya harga saham Pramesti Grop. Pekerjaan berat untuk Devandro agar bisa memulihkan semuanya.

"Kak," panggil Sekar.

"Iya, ada apa?" Devandro menghentikan pekerjaannya, lalu duduk di sebelah Sekar baring.

"Alexa sebentar lagi melahirkan, ya? Sekar nggak tahu kapan lagi bisa hamil, kak. Kakak hiduplah dengan Alexa. Izinkan Sekar pergi! Jika kakak tidak mau menceraikan Sekar, tidak mengapa. Sekar juga nggak akan nikah lagi. Yang jelas, anak kakak butuh sosok ayah."

"Setelah anak itu lahir, kakak akan menceraikan Alexa. Kalau kakak jatuh miskin Alexa juga akan menjauh dengan suka rela."

"Jika karena Sekar, kakak jadi miskin, lepaskan Sekar!"

Devandro marah besar mendengar ucapan istrinya. Sampai kapan pun, dia tidak akan melepaskan Sekar.

Lubuk Dalam 15 sept 20

Terpopuler

Comments

💫Sun love 💫

💫Sun love 💫

alexsa kutunggu kehancuran mu....

2022-01-26

0

Lientina

Lientina

kan sekar baru keguguran jadi masih nifas

2021-05-23

0

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

kenapa ada ya keluarga seperti itu😤😤😤

2021-05-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!