part 12

Istriku Tuli

Part 12

Sebuah tepukan di pundak Devandro menyadarkan dia dalam keterpakuannya.

"Kejar!" bisik suara itu.

Setelah menoleh ternyata tidak ada siapa-siapa di dekatnya. Suara itu jelas seperti suara kakek.

"Ah, Sekar. Kamu sudah bikin aku gila," upat Devandro sambil mengacak-acak rambutnya.

Tanpa pikir panjang, dia melaksanakan perintah dari bisikkan tersebut.

"Sekar!" teriak Devandro.

Sehingga para pengguna jalan menoleh ke arahnya. Sudah tidak dia pedulikan lagi pandangan aneh mereka, yang terpenting bagaimana cara menemukan Sekar.

Di ponsel Devandro sudah ada foto-foto Sekar. Setiap orang yang berpas-pasan dengannya, dia tanyai, mana tahu saja mereka tadi melihat Sekar.

"Ketahuan selingkuh, ya, Mas? Istri udah cantik gini masih juga diselingkuhi. Kalau ini jadi janda, banyak yang antri, nih" celetuk seorang ibu yang kebetulan Devandro tanya.

Kesal mendengarnya, Devandro pergi tanpa kata pamit. Lalu iya berlari kembali ke parkiran. Dia harus duluan tiba di rumah, jangan sampai kedulan Sekar.

Jam pulang kantor menyebabkan mobil tidak bisa bergerak. Dengan kesal Devandro menekan klakson mobil tanpa henti. Hal itu menyulut kemarahan pengendara sepeda motor di sebelahnya.

Kaca jendela mobil Devandro digedor, terlihat wajah kesal lelaki di luar mobil menyuruhnya keluar. Pikiran kacau Davandro ditambah lagi dengan tantangan berkelahi, bertambah naik amarahnya. Saat Devandro keluar mobil, satu pukulan dilayangkan lelaki itu, tetapi dapat dihindari oleh Devandro.

Devandro menarik lelaki bergaya jagoan itu ke tepi jalan, keluar dari kemacetan jalan raya. Devandro memang tidak mau menyerang duluan, setelah diserang dia baru akan melawan. Sehingga saat dilaporkan kepolisi dia bisa berdalih membela diri.

Perkelahian itu tidak dapat lagi dihindari. Namun saat dia akan mengalahkan lawannya yang sudah terjatuh, ia melihat wanita seperti Sekar. Dibiarkannya lelaki itu, lalu berlari ke arah wanita tersebut.

"Sekar!" teriak Devandro memanggilnya.

Devandro berlari mengejarnya. Cepat tangan Devandro menarik tangan wanita itu. Dia terkejut, ternyata yang wanita itu bukan Sekar.

Kemacetan terpecah, suara klakson mobil tidak henti berbunyi. Mobil Devandro menghalang mobil yang lain.

"Maaf, Mbak. Saya kira istri saya tadi," tutur maaf Devandro

"Iya, nggak apa-apa, Mas," jawab wanita tersebut yang sedikit heran melihat Devandro.

Devandro berlari kearah mobilnya, namanya Devandro sudah tau salah, tidak akan minta maaf.

Di tengah perjalanan mobil Devandro dihadang oleh pengendara sepeda motor yang dia kalahkan tadi.

"Brengsek, mau apa lagi dia." upat Devandro di dalam mobil.

"Turun lu, bajingan!" bentak salah seorang dari mereka sambil menunjuk-nunjuk ke arah Devandro.

"Mau apa lu? Ganti rugi?" tantang Devandri dari dalam mobil.

Hanya kaca jendela yang turun. Dia mengambil beberapa lembar uang merah dari dalam dompetnya.

"Ini yang kalian mau, 'kan? Jangan banyak bacot lu! " tanya Devandro sambil menunjukan uang di genggamannya.

Uang itu dilemparkannya keluar jendela. Mobil sedikit dimundurkannya dan membanting setir ke kanan lalu tancap gas melaju menuju rumah.

Telat, Sekar sudah pergi. Beberap pakaian Sekar sudah tidak ada lagi beserta satu buah travel bag. Kembali Devandro mencoba menghubungi ponsel Sekar. Namun suara ponselnga berada di dalam kamar.

Sekar meninggalkan Ponselnya.

[Lepaskan Sekar! Bahagialah bersama Aleksa dan anak kalian.]

Kertas bertuliskan pesan dari Sekar, diremuk oleh Devandro.

Devandro menuju garasi, mengeluarkan motornya. Keadaan mendesak begini lebih baik naik motor. Motor melaju ke arah terminal bus. Dalam pikiran Devandro, Sekar pasti akan pulang kampung.

Sesampainya di terminal, Devandro menyisir satu persatu bus dengan tujuan kampung Sekar. Dua bus dia naiki, tidak ada terlihat Sekar di dalamnya.

Devandro turun dengan putus asa, setahu dia cuma dua bus ini yang mempuyai rute ke kampung Sekar. Devandro berjalan lesu, di tengah-tengah parkiran bus.

Sontak kepalanya berdiri saat seorang kernet berteriak menyebutkan nama kampung Sekar.

"Ok, Bus kita beragkat," teriak kernet tersebut.

"Tunggu!" jerit Devandro sambil berlari.

Kernet tersebut memberi tanda agar supir berhenti.

"cepat ada satu lagi bangku kosong!" perintah kernet tersebut.

"Saya bukan mau jadi penumpang, saya mau cari istri saya," bantah Devandro, tangan kanannya merogoh saku celana katunnya. Dengan cepat Devandro menyelipkan satu lembar uang merah di tangan kernet tersebut.

"Cepat, lah, cari istrinya!" Sikap dia tiba-tiba ramah. Padahal tadi terlihat tidak suka karena diberhentikan Devandro.

Bergegas Devandro menaiki bus ber AC ini. Ternyata ini bus baru yang memiliki rute ke kampung Sekar.

Semua wanita berkerudung dilihatnya. Hingga matanya tertuju pada sebuah bangku kosong, yang di sebelahnya ada wanita berkerudung dengan mata sembab selalu memandang keluar jendela.

Devandro menjatuhkan badannya di bangku kosong tersebut. Merasa ada seseorang yang baru duduk, wanita itu menoloh. Wanita itu Sekar, Devandro berhasil menemukan istrinya.

Sekar berdiri ingin turun, tetapi langsung dihalang oleh Devandro. Kakinya dilintangkan di gang tempat duduk mereka dan tempat duduk depan.

"Jalan, Pir!" teriak Devandro.

Saat mobil mulai jalan, tubuh Sekar goyang. Dengan sedikit dipaksa akhirnya Sekar duduk juga. Sekar mencoba melepaskan genggaman tangan Devandro. Semakin Sekar menarik tanganngnya, semakin erat juga Devandro menggenggamnya.

"Ongkosnya Mas!" Suara kernet bus itu mengagetkan Devandro.

"Bayar ongkos, tuh" ulang Sekar

Sehingga dia bisa melepaskan genggaman tangan Devandro. Devandro segera mengambil dompet, setelah dibuka ternyata uang cashnya sudah habis.

"Ya Tuhan, penampilan mantap, ternyata uangnya tak ada," celetuk kernet tersebut sehingga semua mata penumpang tertuju ke arah mereka.

Dengan tatapa kesal akhirnya, Sekar mengeluarkan dompetnya dan membayarkan ongkos Devandro.

"Nah, istri gue ada, 'tu," ucap Devandro sambil senyum kuda.

Setelah mengucap terima kasih kernet bus tersebut meninggalkan mereka.

"Kakak kira di dalam bus ada alat gesek kartu," gerutu Sekar.

Devandro hanya tertawa mendengarnya. Sekar kembali melihat keluar kaca jendela. Dia tidal merespon saat Devandro mengajaknya berbicara.

'Ini lagi marah, apa alat bantu dengarnya nggak dipakai?' tanya Devandro dalam hati.

Pundak Sekar ditepuk lembut oleh Devandro, baru Sekar menoleh.

"Alat bantu dengarnya kenapa nggak dipakai?" tanga Devandro.

"Lebih baik tidak bisa mendengar, jika harus mendengar hal-hal menyakitkan." jawab Sekar ketus.

"Jangan kita ribut di sini, ya! Malu." pinta Devandro sambil tangannga mengusap kepala Sekar.

Sepuluh jam perjalanan telah berakhir, sampailah mereka di terminal tujuan. Di dalam bus hanya diam tanpa ada pembicaraan apa pun. Itu lebih baik, yang terpenting Devandro berhasil menemukan Sekar.

Dari terminal, mereka harus melakukan satu jam perjalanan lagi baru bisa sampai ke Desa. Menggunakan kendaraan umum atau menyewa ojek motor.

Saat mereka tiba di desa, semua mata yang melihat heran, apa lagi dengan penampilan Devandro yang masih menggunakan pakaian kerja lengkap.

Rumah yang beberapa bulan ditinggalkan tampak kusam, rumput liar tumbuh di perkarangan. Ada beberapa sarang laba-laba menggantung di tiang rumah.

***

"Pulang lah, Kak! Kakak kira Sekar udah maafin kakak."

"Kakak nggak akan pulang tanpa kamu."

"Besok, Sekar ke kabupaten, biar Sekar urus surat cerai kita."

"Jangan harap! Kakak nggak akan menceraikan kamu, sampai kapan pun." Suara Devandro meninggi.

"Egois. Sekar cuma alatkan untuk mendapatkan harta kakek. Sekarang sudah kakak depati. Sekarang lepaskan Sekar. Biar Sekar hidup dengan cara Sekar sendiri." Sekar meninggalkan Devandro di ruang depan.

Dengan cepat Devandro menutup pintu,

"Kakak, nggak cinta sama dia. Itu hanya khilaf." Devandro berusaha membela diri.

"Khilaf yang berulang?" tanya Sekar sinis.

"Sekar capek, Kak. Capek hati, berpura-pura kalau Sekar punya suami setia. Menganggap semua baik-baik saja. Melihat perut Alexa yang sudah besar, hati Sekar sakit, Kak. Terbayang bagaimana kakak berhubungan badan dengan dia. Juga tidak ada lagi keluarga kakak yang menerima Sekar. Jadi, buat apa kakak pertahankan Sekar?"

Sekar menangis dan terduduk di lantai. Air matanya mengalir deras membasahi pipi. Devandro memeluknya erat. Tanpa disadari, lelaki bertubuh besar itu meneteskan air mata.

Menyesali tiada guna, jika harus meninggalkan Sekar dia tidak sanggup. Di balik sikap arogannya kepada Sekar, dia menyimpan cinta yang cukup besar.

Dia menikahi Alexa hanya sebatas tanggung jawab, sampai anak itu lahir saja. Setelah itu, benar atau tidak itu anak dia. Dia akan menceraikan Alexa.

"Kemarin udah janji, untuk tidak ninggalin kakak. Kenapa sekarang minta cerai," ucap Devandro di depan Sekar.

"Sekar capek, menahan hati. Kakak nggak tau kan, apa yang selama ini Sekar alami? Istri mana sanggup melihat foto-foto suaminya bermesaraan dengan wanita lain, walaupun itu foto lama."

Devandro langsung mengambil ponsel milik Sekar yang disimpan di dalam tas selempangnya. Mencoba membuka galeri foto, di folder foto whatsapp terpampang foto-foto dia sedang bemesraan dengan Alexa dan beberapa wanita lainnya.

"Brengsek, **** *****," upat Devandro.

"Kak, Sekar ngantuk, Sekar mau tidur dulu." Sekar bangkit dan meninggalkan Devandro yang masih duduk terdiam.

Tidak lama, Ketika Sekar sudah tertidur Devandro menyusul ke kamar.

'Jadi sekian lama dia tidur di kamar seperti ini,' gumam Devandro dalam hati.

Sebuah kamar yang cukup sederhana, lebih sederhana dari kamar pembantu di rumah keluarga Pramesti. Tidur hanya beralaskan kasur busa tipis, kipas angin kecil yang mendinginkan udara di dalam kamar.

Lemari pakaian yang terbuat dari kayu, sebuah cermin yang menggantung di dinding. Sebuah kelambu putih menghalang mereka dari gigitan nyamuk.

Walaupun Devandro pernah hidup di sini. Namun, kamar dia cukup nyaman, dengan kasur springbed kualitas terbaik. Di dalam kamar juga dipasangkan AC.

Satu jam berlalu, hanya dilewati Devandro dengan berbalik ke kenan-ke kiri. Tidurnya gelisah. Bisa dikatakan bahwa dia tidak tidur

"Tidur, dong, Kak!" ucap Sekar yang terbangun ketika badannya terasa ada yang menyenggol.

"Tidur di hotel, aja, yuk!" ajak Devandro putus asa.

Sekar yang tadinya mengantuk, jadi membuka mata lebar mendengar ucapan Devandro.

"Pergi aja kakak sendiri malam-malam gini!" suruh Sekar kesal.

"Kalau nggak, kita minta kunci kerumah Bu Asih, kita tinggal di rumah kakak." Devandro menemukan ide.

"Sekar di sini aja, Kak. Sekar rindu ibu," jawab Sekar lirih.

***

Jauh di kediaman Pramesti, Papa Yuda sedang marah besar. Devandro telah membatalkan kerja sama mega proyek yang akan ditangani perusahaan Pramesti.

Proyek dari perusahaan Amanda, menuntut ganti rugi yang cukup besar sesuai kesepakatan jika terjadi pemutusan kontrak secara sepihak.

"Kalau mau mengalahkan Devan, jangan dia yang ditekan. Nggak akan bisa, Pa," tutur Deyana di sela omelan Papa Yuda.

Papa Yuda mengerenyitkan keningnya, dia heran maksud dari ucapan Dayana.

"Maksud kamu?"

"Gunakan Sekar untuk menekan Devan, Sekarang asal papa tahu, Sekar itu separuh nyawanya Devan. Dia akan melakukan apa saja demi Sekar. Buktinya aja, dua hari Devan tidak masuk kantor. Rumah mereka kosong bisa jadi dia menyusul Sekar ke kampung," terang Dayana panjang lebar.

Mendengar pembicaraan dua orang ini, ada rasa khawatir di hati Mama Elisa. Dia mencoba menelepon ponsel Devandro namun tidak tersambung.

"Devan pasti punya alasan kenapa dia melakukan itu," ujar Mama Elisa.

Mama Elisa muncul dari arah kolam renang. Berenang di malam hari suka ia lakukan.

"Saya tidak mau, terjadi sesuatu kepada Devan," ancam Mama Elisa.

***

Sebelum kejadian di baby shop, Devandro mendatangi kantor Amanda. Dia menyobek semua surat perjanjian kerja sama mereka. Setelah ditelusuri lebih jauh. Perusahaa Amanda melakukan hal curang.

Mega proyek yang mereka maksud adalah membangun resort di sebuah desa dan mengelolah semua objek wisata yang berpotensi di desa tersebut..

Resort dibangun di atas lahan kosong milik keluarga Pramesti, tetapi tanpa sepengetahuan Devandro. Pihak Amanda berencana membeli tanah warga dengan harga sangat murah dan mereka digusur dari desa tersebut.

Di samping resort, akan dibangun tempat hiburan malam, sehingga wisatawan asing tertarik berkunjung. Hal itu yang membuat Devandro marah. Dia tidak mau kehilangan kenangan antara dia dan Sekar di desa itu.

Devandro tidak mau merusak desa kebanggaan istrinya, desa yang mengajarkan dia bermacam arti hidup.

Walaupun saat ini, Sekar tidak mengetahui perjuangan Devandro untuknya. Bisa jadi keputusan Devandro ini akan membuat semua harta kekayaan miliknya habis untuk membayar ganti rugi, dia tidak peduli. Yang penting Sekar tidak tambah membencinya.

Terpopuler

Comments

Nuranita

Nuranita

keren....dah mlm lo ini sampe trus nih bacax...

2022-10-14

0

💫Sun love 💫

💫Sun love 💫

makin seru....

2022-01-26

0

Tian

Tian

orang tua gila harta si bapak devano ...ntar si bpk nyesel udah kejam sm sekar dan devan

2021-05-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!