part 4

Istriku Tuli

Part 4

#devandro

#sekar

Seperti biasa, mereka melakukan sarapan bersama karena waktu pagi hari inilah bisa berkumpul. Selebihnya akan sulit untuk bertemu walaupun tinggal satu rumah.

Sekar selalu meminta Devandro jangan meninggalkan dia selama di meja makan, takut kejadian seperti tempo lalu terulang kembali. Papa Yuda berbicara, tetapi Sekar tidak mengetahuinya. Dengan nada malas Devandro mengiakan permintaan Sekar.

Setelah semuanya berangkat ke kantor termasuk Dayana. Tinggallah Sekar dan Mama Elisa. Sekarang Sekar mulai akrab dengan ibu mertuanya. Walaupun pembicaraan mereka cukup sederhana dan ringan, hanya seputar Devandro waktu zaman SMA di desa. Teringat oleh sekar makanan kesukaan Devandro waktu di desa. Semoga saja bahannya ada di kulkas.

"Ma, Sekar boleh masak untuk makan malam Kak Dev?" tanya Sekar ragu.

Mendengar itu Mama Elisa merasa senang. "Jangan untuk Devan aja, dong! untuk Mama juga! Kalau butuh apa-apa minta sama Bik Yah saja!"

Pukul delapan malam satu persatu dari mereka sudah tiba di rumah. Mencium aroma masakkan yang sudah lama tidak Devandro makan,

"Waw, lu yang masak ini?" tanya Devandro.

Sekar hanya mengangguk senang.

Pepes ikan, membuat Devandro makan sampai lupa sekitar. Papa, Dayana dan suaminya melihat aneh kearah Devandro.

"Selera lu udah ikutan udik, ya," ucap Dayana mengacaukan selera makan Devandro

"Kalau lu nggak mau makan, lu diem aja! Itu makanan lu juga ada. Jangan ganggu selera makan gue!" jawab Devandro tidak kalah ketusnya.

Melihat kejadian itu, Sekar merasa tidak enak hati. Terlebih lagi saat Papa Yuda mengatakan dia kehilangan selera makan karena ada Sekar di situ.

"Sekar sudah selesai makan, kok, Pa." Sekar langsung berdiri. Membawa piring ke dapur. Dia melanjutkan makan di dapur karena masih ada beberapa suap nasi lagi yang tersisa.

Ternyata ada Bik Yah yang sedang kebingungan melihat resep-resep brownies.

"Untuk apa, Bik?"

"Untuk teman minum teh, Tuan Yuda."

"Bikin brownies panggang? Sekar bisa. Waktu di kampung sekar bikin itu dipotong-potong dan jual di warung-warung."

Mendengar itu, Bik Yah sangat senang. Akhirnya dia tidak perlu susah-susah membaca resep. Setelah menyelesaikan makannya Sekar mengambil alih bermain dengan tepung dan coklat.

Menggunankan wadah tahan panas, cokelat batang disteam lalu dicampur dengan sedikit minyak. Telur dan gula dikocok lepas tanpa menggunakan mixer, tepung dimasukan dan terakhir cokelat batang yang sudah disteam.

Tiga loyang langsung Sekar bikin, dua loyang untuk keluarga Pramesti dan satu loyang untuk yang bekerja di rumah ini.

Devandro yang tidak melihat Sekar keluar dari dapur, malah menyusulnya. Dia melihat Sekar sedang duduk di kursi sambil tangannya menopang dagu, menunggui brownies di dalam oven jangan sampai gosong.

Melihat Devandro datang, Bik Yah langsung keluar membereskan meja makan.

"Ngapain lama-lama di sini? Ambilkan gue minum, gue selesai makan belum minum. Mau teriak manggil lu percuma aja." Devandro menarik kursi dan duduk di hadapan Sekar.

Sekar bangkit lalu mengambilkan air hangat.

"Jangan minum es terus! entar amandelnya kambuh."

Saat di kampung, sakit amandelnya Devandro sering kambuh, itu yang masih diingat oleh Sekar.

"Lu bikin apa?"

"Brownies, Kak."

"Kebetulan, gue terakhir makan brownies buatan lu waktu sekolah, lu titip di kantin, gue tiap hari bel ...."

"Tiap hari, Kak?" tanya Sekar heran.

"Sesekali aja, nggak sesuai dengan selera gue." Kembali gengsi untuk berkata jujur.

Ting!

Timer dari oven berbunyi, Sekar menggunakan sebatang lidi untuk melihat apakah sudah matang sempurna, dengan coklat yang merekah-rekah, benar-benar menggugah selera, aroma cokelatnya juga tercium.

Sekar memanggil Bik Yah. Memberi tahu kuenya sudah matang. Bik Yah membuatkan minuman untuk orang tua Devandro dan juga untuk Devandro, sebenarnya ingin sekar membuatkan minuman untuk suaminya, tetapi rasa takut minuman itu dibuang lagi masih ada. Sikap Devandro yang tidak bisa ditebak.

Diruang keluarga, Papa Yuda dan Mama Elsa mulai menikmati cemilan malam mereka. Dayana yang selalu mengontrol pola makannya, wanita ini takut sekali jarum timbangan bergerak kesebelah kanan.

"Enak, banget kue nya. Ternyata kamu pintar bikin kue." Puji Mama Elisa kepada Bik Yah.

"Maaf nyonya, itu bikinan sekar bukan saya."

Mendengar nama Sekar, Papa Yuda langsung melepehkan makanan yang telah masuk ke dalam mulutnya. Piring tempat kue tersebut dilempar.

Mengetahui ada kegaduhan, Devandro lari keruang tengah. Sekar yang tidak mengerti apa-apa juga ikut berlari. Di ruang tengah terlihat kue sudah berhamburan di lantai. Tanpa komando Sekar langsung memungut semua kue dengan sesekali dia melihat ke arah Papa Yuda, Mama Elisa dan Dayana. Kebetulan sekali saat itu Dayana sedang berbicara.

"Ya ampun, lihat istri lu, Dev! Dasar udik. Udah biasa ngutip sisa makanan ya, Mba?" sindir Dayana.

"Saya tidak pernah marah pada siapapun yang menghina saya, tapi saya merasa marah kalau ada orang yang membuang-buang makanan karena masih banyak orang susah di luar sana, untuk makan sesuap nasi saja sangat sulit. Saya tahu rasanya lapar."

Entah dapat kekuatan dari mana Sekar berani mengatakan itu. Bik Yah mengambil alih membereskan kue tersebut. Sekar berlari ke kamar.

Dia tidak tahu apa yang terjadi di bawah, padahal saat itu Devandro sedang membela dia dihadapan Dayana. Bukan karena cinta, hanya sebatas sandiwara.

Devandro masuk ke dalam kamar setelah Sekar tidur, sudah sebulan mereka menikah, sebulan juga Sekar menyiap-nyiapkan pakaian yang akan dipakai Devandro. Sebulan juga Sekar menerima kata-kata kasar.

*** IT ***

Untuk menghindari keributan dan kebencian Papa Yuda kepada Sekar. Devandro mengajak Sekar pindah ke rumah pribadi miliknya. Rumah ini memiliki tiga kamar tidur. Satu kamar Devandro, satu lagi kamar Sekar.

"Disini lu bisa ngerasain tidur di kasur empuk. Tapi jangan ampe lu bangun kesiangan! Gue nggak nyediakan pembantu untuk lu. Satu lagi. Lu nggak perlu repot-repot masak dan melakukan apa pun untuk gue. Kita hidup sendiri-sendiri aja."

"Baik, Kak," jawab Sekar pasrah.

Setelah itu Devandro berangkat kerja meninggalkan Sekar sediri.

Rumah ini sepertinya belum lama kosong, tidak banyak debu di rumah ini. Apa ada yang pernah tinggal di sini sebelumnya. Akan tetapi Sekar tidak mempedulikannya. Yang jelas tatanan ruangan ini sangat indah, ada sebuah meja kerja di depan jendela yang menghadap langsung kesebuah taman bunga komplek ini.

Perumah dengan type clutser disinilah rumah Devandro. Rumah tanpa pagar karena sudah di pagar keliling dan hanya ada satu gerbang masuk. Jika bukan penghuni komplek yang masuk, mereka harus meninggalkan KTP. Tadi pagi, Devandro mengenalkan Sekar sebagai istrinya kepada security.

Duduk di depan meja kerja, dengan sebuah pensil dan selembar kertas, itu yang selalu Sekar lakukan jika sendiri.

*** IT ***

Sementara di kantor Devandro tidak berhenti memikirkan Sekar, sedang apa dia sekarang?

'Gila lu dev, kenapa lu jadi mikirin dia. Gengsi Dev, gengsi.' maki hatinya

Ternyata sudah waktunya istirahat siang, Devandro melajukan mobilnya ke arah rumah mereka. Tidak memerlukan waktu lama, mobil Devandro sudah berhenti di depan rumah. Saat mencoba membuka pintu ternyata di kunci. Sialnya kunci jadangan masih dengan Alexa kekasih Devandro.

Bagaimana cara memanggil Sekar kalau seperti ini. Devandro mencoba memutar, mana tau pintu samping atau belakang terbuka. Saat melewati jendela besar itu beruntung Sekar masih duduk di situ sibuk dengan gambarnya. Devandro berdiri tepat di depan jendela sehingga menghalangi cahaya masuk, dengan begitu Sekar pasti mengangkat kepalanya melihat apa yang terjadi. Devandro memberi kode supaya Sekar membukakan pintu. Mengerti dengan kode tersebut. Segera Sekar menyimpan gambarnya dan langsung berdiri, berjalan ke arah pintu depan.

Setelah pintu dibuka, Devandro kembali marah kepada Sekar.

"Kalau tidak saya kunci, takut nanti ada maling masuk, Kak. Saya tidak tahu," jelas Sekar

Ada benarnya juga, tetapi namanya Devandro mana mau mengaku salah.

Segelas air putih, dibawakan Sekar ketempat Devandro duduk. Devandro menaikan kaki yang masih menggenakan sepatu di atas meja. Sekar mengerti maksudnya, Devandro menyuruh Sekar membukakan sepatu yang dipakai

"Lu masak, nggak?"

"Masak, Kak. Cuma dadar telor. Cuma itu yang ada di kulkas," jawab Sekar polos.

Devandro lupa, bahwa dia meninggalkan Sekar dengan kondisi kulkas kosong, untung anak ini tidak mati kelaparan.

"sudah makan?" tanya Devandro

"Sudah, Kak."

"Istri macam apa lu, makan sendiri nggak nunggu suami pulang!" Suara Devandro meninggi

"Tadi pagi kakak bilang, saya tidak perlu masak untuk kakak."

Mendengar itu Devandro hanya diam, dia malah melemparkan sebuah kotak kecil ke arah Sekar. Devandro membelikan ponsel untuk Sekar, agar dia bisa mengetahui kabar Sekar saat dia tidak di rumah.

"Bagaimana cara makainya, Kak?"

"Ya Tuhan, Sekar. Ini aja lu nggak tau. Sini duduk samping gue! biar gue ajarin."

"Di kampung banyak yang sudah punya ini, tapi untuk apa dengan saya. Dengar aja tidak bisa."

Kata-kata terakhir yang terucap dari bibir tipis Sekar sempat membuat darah Devandro berdesir.

Devandro mulai mengajarkan bagaimana cara menggunakan aplikasi berlambah telepon warna hijau tersebut. Ponsel diatur dengan mode getar. Hanya nomor Devandro yang disimpan pada ponsel milik Sekar. Menurut Devandro, dunia Sekar cukup dia saja.

Tiba-tiba seorang gadis tinggi semampai bak pragawati sudah memeluk Devandro dari belakang. Devandro dan Sekar langsung terkejut.

"Siang sayang, ini istri kamu itu?" Wanita itu mencium pipi Devandro.

Melihat itu, Sekar beranjak dari tempat duduknya. Memilih duduk sendiri di teras belakang rumah. Ada perasaan aneh saat melihat mereka mesra begitu.

Sementara Devandro berdebat dengan Alexa kekasihnya.

"Bisa sopan sedikirt masuk rumah orang, ngga?"

"Ini kan, rumah aku sayang, waktu itu kamu yang nyuruh aku tinggal di sini.  Karena kuncinya masih dengan aku, ya, aku bebas dong." Alexa menggoyang-goyangkan kunci rumah lalu direbut oleh Devandro.

"Kamu tinggal di apartment aku aja. Hargai Sekar sebagai istri aku. Dia tambang emas. Jangan sampai dia pergi sebelum semua warisan jatuh ketangan." Devandro memeluk Alexa.

Devandro menemui Sekar yang masih di taman belakang, bermain bersama kucing liar yang dia pungut dari jalan waktu itu.

Devandro mengatakan dia akan kembali ke kantor, nanti malam dia akan pulang membawakan makan malam. Sekar mengulurkan tangan kanannya, mencium tangan suami saat dia akan berangkar kerja merupakan khayalan masa gadis Sekar.

*** IT ***

Jam makan malam sudah lewat, Sekar hanya meminum air putih saat perutnya terasa lapar. Devandro yang ditunggu-tunggu belum juga pulang.

Pukul sepuluh, tanda-tanda Devandro pulang juga belum ada. Sekar teringat akan ponsel pemberian Devandro siang tadi.

[Kak, di mana? Apa masih kerja?"]

Begitulah pesan yang Sekar kirim.

Di tempat ya berbeda, ponsel Devandro berbunyi saat dia akan bercumbu dengan Alexa. Membaca pesan di ponselnya. Devandro bangkit dan bergegas merapikan pakaiannya. Meninggalkan Alexa sendiri dengan wajah kesal.

Mobil Devandro melaju membelah jalan yang belum sepi, sebelum sampai rumah dia mampir dahulu ke gerai fast food, teringat akan Sekar yang pasti belum makan.

Sesampai di rumah, Devandro membuka pintu depan menggunakan kunci cadangan, lampu rumah sudah mati. Sekar sudah masuk kamar. Di depan pintu kamar Sekar tertuliskan memo, yang membuat Devandro merasa bersalah.

[ kak, saya tidur duluan. Saya tidak menunggu kakak pulang kerja]

By: Yati Suryati

Terpopuler

Comments

Nuranita

Nuranita

anjirrrr aq nangis lo baca episod ini

2022-10-14

0

Nurlaila Ginting

Nurlaila Ginting

by Yati Suryati🤔🤔🤔

2022-02-27

0

Bidadarinya Sajum Esbelfik

Bidadarinya Sajum Esbelfik

😢😢😢😢😢😢😢😢😢

2022-02-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!