Pukul 07:45 di Ruang Kesehatan Akademi
Pagi hari di ruang kesehatan Akademi, perlahan kedua kelopak mata Rika terbuka, menampilkan setengah manik matanya yang berwarna cokelat cerah. Dia bangun dengan setengah badan, lalu langsung melihat Fukari yang duduk tertidur sambil menumpu pada selimut lurik yang dikenakan Rika.
"Selama berjam-jam, sepertinya Fuka selalu menemaniku..." Rika mengelus kepala Fukari, "...terima kasih, Fuka."
Rika tersenyum melihat Fukari tertidur. Dia merasa senang melihat temannya dalam keadaan aman, mengingat kejadian kemarin yang masih menghantui pikirannya.
"Fukari... Ah, gemasnya..." pikir Rika seraya menyentuh bagian samping wajah Fukari dengan jemari telunjuknya.
Rika tersenyum sendiri, tak menyadari bahwa Asuka sedang memperhatikannya dari ranjang sebelah. Asuka terlihat dalam kondisi parah dengan lengan dan pergelangan kaki yang diperban.
Rika terkejut saat menyadari kehadiran Asuka, lalu pura-pura melihat dekorasi ruangan untuk menghindari tatapan Asuka. Dia bertanya-tanya apa yang telah terjadi pada Asuka.
"Rika, padahal kau hanyalah seorang rakyat biasa. Kenapa semua orang bisa mengagumimu?" Asuka memulai percakapan, suaranya terdengar kesal.
"Aku benci mengakui ini, tapi kau benar-benar seperti orang itu... orang yang selama ini ingin aku kejar, namun takdir sudah menghapusnya dari dunia ini. Orang itu meninggal karena prestasi dan Katafrakt. Apakah nyawa seseorang setimpal dengan kehormatan seperti itu?" Asuka sedikit mencurahkan isi hatinya.
"Apakah dengan pengorbanan bisa mengetahui makna kehormatan?" lanjutnya.
Rika mendengarkan dengan seksama, meski tidak merespon langsung. Asuka semakin serius.
"Rika, kenapa orang sepertimu bisa mengubah perasaan orang lain? Bahkan bangsawan pun ikut mengagumimu. Sedangkan aku, hanya bisa melihat kalian berdua berjalan di jalan yang jauh dan sulit dilewati orang lain."
"Melihatmu seakan begitu mudah melewati jalan yang sulit. Kehidupan yang tak mampu menopangku untuk mengikutimu. Tidak ada orang yang bisa melihatku saat kondisiku tak berdaya. Hal seperti itu sangat menyakitkan, sangat sepi dan benar-benar tak layak mendapatkan kesempatan untuk memulai kembali."
Asuka berpaling, menatap Rika. "Rika, apakah kau pernah melewati jalan seperti ini?"
Rika terdiam, mendengar kisah hidup Asuka yang mirip dengan masa lalunya. Dia merasakan pahitnya kehidupan dan ketidakberdayaan saat tak ada orang yang melihat perjuangannya.
Dengan mengepalkan jemarinya lemas di dada, Rika berpikir, "Dia benar-benar sama seperti diriku..."
"Mengingatkan kembali semua ingatan yang kuharap tak kuceritakan, karena terkadang aku berpikir untuk pasrah," pikir Rika.
Kemudian dia menutup kelopak matanya, "...aku merasakan hal yang sama."
Rika menatap Fukari dengan tenang, tanpa senyuman, menampilkan ekspresi serius. "Aku bisa memahami perasaanmu, Asuka," Rika membalas.
"...karena aku juga selalu melewati jalan yang sulit meski hidupku tidak berguna."
Rika tersenyum, "Tidak penting seberapa tidak bergunanya seseorang. Sebagai manusia, sudah sewajarnya kita merasakan kegagalan. Karena kegagalan bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan awal untuk memulai perjalanan yang baru."
Asuka tertegun mendengar jawaban Rika, seolah bukan Rika yang dia kenal. Dia mendecih tersenyum dan berbicara pelan. "Apakah kau benar-benar Rika yang kukenal?"
Kemudian Asuka menarik selimut dari tubuhnya dan berpaling dari Rika, merasa puas dengan jawaban yang didengarnya.
Rika tersenyum manis melihat Asuka yang nampak berbeda. Dia pikir Asuka hanyalah perempuan kasar, tapi ternyata Asuka memiliki sisi lembut seperti perempuan pada umumnya.
Pukul 08:17 Pagi
Ruang perawatan itu sunyi, hanya dihiasi oleh desir angin lembut yang masuk dari jendela terbuka. Rika berbaring di pinggir tempat duduk Fukari, mengelus-elus rambut Fukari yang masih terlelap. Di sisi lain, Asuka juga tertidur pulas.
Mereka semua Diizinkan untuk beristirahat meskipun suasana Akademi dalam jam pembelajaran.
Tiba-tiba, suara langkah lembut memecah kesunyian. Seorang wanita dewasa dengan tatapan hangat dan senyuman lembut masuk ke dalam ruangan. "Rika, kau sudah bangun," sapa wanita itu, tatapannya penuh perhatian. "Tenangkan dirimu dalam segala situasi, karena ketenangan adalah kekuatanmu."
Rika menoleh dengan rasa penasaran. "Siapa dia? Dia tampak begitu berpengaruh..." pikirnya, mencoba menebak identitas wanita itu, meskipun sebenarnya dia adalah Setsuna Kurashina, orang yang paling dekat dengan Rika sebelum Fukari.
Setsuna mendekat dengan langkahnya yang anggun. "Bagaimana keadaanmu?" tanyanya sambil menggenggam tangan Rika dengan lembut.
Rika mengangguk, namun masih bingung. "Maaf, aku... kamu siapa?" tanyanya ragu.
Setsuna tersenyum bijaksana. "Aku sudah mendengar semuanya dari Fukari. Jadi, aku sudah tahu kondisimu," ujarnya sambil menepuk pundak Fukari yang kecil.
"Apakah dia Setsuna yang sering dibicarakan Fukari?" pikir Rika dalam hati, mencoba menyusun potongan informasi yang dia miliki.
"Sekarang Rika, apa kamu benar-benar Rika Uenohara yang biasanya aku kenal?" Setsuna bertanya dengan lembut, menunjukkan pemahamannya terhadap situasi Rika.
Rika terdiam, terkejut dengan pertanyaan Setsuna. "Aku..." dia terbata-bata, kesulitan menjawab.
"Aku tahu semuanya terjadi begitu cepat," kata Setsuna, mencoba menenangkan Rika. Lalu, dia mendekap Rika dengan lembut. "Untuk sekarang, tetaplah menjadi Rika. Aku yakin, dia berharap yang terbaik untukmu."
Rika merasa hangat dengan pelukan Setsuna, merasa diterima dan dimengerti. "Iya, senior... Setsuna... Aku percaya padamu," ucapnya dengan tulus. "Ketika Senior tiba-tiba muncul, rasanya seperti semua kegelisahanku menghilang."
Setsuna tersenyum. "Kamu mengingat namaku akhirnya, Rika," katanya penuh kebahagiaan.
Setsuna mengetahui banyak hal tentang Rika, bahkan yang Rika coba sembunyikan. Meskipun begitu, Setsuna tetap menghargai privasi Rika dan memberinya dukungan yang sangat dibutuhkan. Sebelum pergi, dia berjanji untuk kembali seminggu kemudian.
"Tunggu sebentar, senior," panggil Rika tiba-tiba sebelum Setsuna benar-benar pergi.
Setsuna berbalik, menatap Rika dengan penuh perhatian. "Apa aku pantas menerima semua ini? Hidupku yang sekarang..." Rika bertanya ragu, merenungkan perasaannya.
"...membuatku bersyukur telah mengenal Fukari, Asuka, dan semua orang di sekolah ini."
Setsuna berhenti sejenak, kemudian tersenyum lembut kepada Rika. "Rika, tetaplah menjadi dirimu sendiri. Aku yakin, kamu bisa melewati ini semua bersama teman-temanmu."
"Oh ya," kata Setsuna tiba-tiba, dengan senyum cerahnya. "Biasanya Rika memanggilku 'senpai'."
Sebelum benar-benar pergi, Setsuna memberikan satu informasi penting tentang Asuka kepada Rika. "Rika, aku sudah tahu tentang masalahmu dengan Asuka. Tapi apa pun yang dia katakan kepadamu, sebenarnya itu semua adalah kebohongan baik."
Rika terkejut mendengar ini. "Kebohongan yang baik...?" dia terbata-bata, mencoba memproses informasi yang baru saja didengarnya.
"Asuka tidak pernah mengagumiku, sebenarnya dia selalu melarangku membawamu dalam misi karena dia tahu betapa berbahayanya itu. Itu artinya, dia benar-benar mengagumi kamu, Rika," jelas Setsuna dengan serius.
Setsuna kemudian pergi dengan senyuman dan ucapan selamat tinggal, meninggalkan Rika dengan banyak pemikiran yang bergelayut di benaknya.
Setsuna, sang komandan Departemen Shining yang karismatik, berjalan melangkah mantap memasuki gedung Akademi yang bersebelahan dengan gedung kesehatan Akademi Gargantia.
Kehadirannya segera menarik perhatian para siswa dan siswi yang memandangnya dengan penuh kagum. Setsuna dikenal sebagai komandan yang hebat, keberanian dan prestasinya telah menjadi legenda di kalangan para murid.
Namun, kunjungannya kali ini bukan sekadar untuk bersenang-senang. Ia datang dengan tujuan yang serius, untuk bertemu Mona, seorang pengajar di akademi tersebut.
Mona terkenal hanya bekerja demi uang, tanpa peduli pada moral atau konsekuensi tindakannya. Ia bukanlah sosok yang dihormati seperti Setsuna, namun keahliannya tidak bisa diabaikan.
Setsuna langsung menuju ruang pribadi Mona, sebuah tempat yang jarang sekali dikunjungi oleh orang lain. Dengan ketukan yang tegas, Setsuna membuka pintu dan masuk. Mona menatapnya dengan pandangan penuh tanya namun tetap dingin.
"Setsuna, apa yang membawamu kemari?" tanya Mona, berusaha menjaga ketenangannya.
Setsuna menutup pintu di belakangnya dan mendekat, suaranya rendah namun penuh tekanan. "Mona, aku tahu tentang misi rahasiamu yang melibatkan keluarga bangsawan Akagami. Informasi itu sudah sampai ke telingaku."
Wajah Mona berubah seketika, namun ia mencoba mempertahankan ketenangannya. "Apa maksudmu, Setsuna?"
"Jangan berpura-pura bodoh," kata Setsuna tajam. "Kau memanipulasi pertikaian antara Asuka dan Rika dengan harapan Asuka akan membunuh Rika. Kau tahu itu akan menyebabkan kekacauan yang lebih besar, dan aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi."
Mona mengepalkan tangannya, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. "Kau tidak tahu apa-apa, Setsuna. Semua ini adalah untuk—"
"Untuk uang?" potong Setsuna. "Kau tahu tindakanmu salah. Akibat ulahmu, nyawa orang hampir hilang. Tapi, aku menghentikan mereka tepat waktu."
Setsuna menatap Mona dengan tajam, membuat Mona merasa kecil di hadapannya. "Aku tidak akan membiarkanmu seenaknya. Jika kau terus bertindak bodoh seperti ini, kau akan berhadapan langsung denganku. Ini peringatan terakhirku, Mona."
Mona terdiam, tahu bahwa ancaman Setsuna bukanlah hal yang bisa dianggap enteng. Ia menundukkan kepala, mencoba menyembunyikan rasa takutnya. Setsuna berbalik dan meninggalkan ruangan itu, jubah admiralnya mengkibar.
Meninggalkan Mona dengan pikiran-pikiran yang berkecamuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments