Setelah menunggu hasil dokumen penelitian terhadap Rika, mereka berdua dikejutkan oleh informasi yang menegangkan. Informasi ini disampaikan langsung oleh kepala dokter yang memiliki wewenang khusus di Akademi Gargantia, Robert Vermilion, yang namanya tertera pada pakaian yang dikenakannya.
"Rika, bagaimana bisa terjadi!" ucapnya keras, matanya terbelalak walau terhalang oleh kacamata transparannya.
Seorang pria paruh baya bertubuh ramping mengenakan jubah kedokteran memegang dokumen, wajahnya terbuka setelah melihat dokumen kesehatan milik Rika, hasil percobaan scanner AI untuk mengetahui dan menganalisis keseluruhan tubuhnya. AI atau kecerdasan buatan sering disebut demikian.
Wajahnya kembali tenang sembari mengatakan sesuatu. "Kau benar-benar mengejutkanku," ia sedikit bergumam. "...kau benar-benar mempunyai kemampuan yang sangat misterius. Aku langsung memahami kenapa komandan selalu menceritakan bakatmu kepadaku, Rika."
Fukari sangat penasaran dengan isi dokumen hasil penelitian tersebut. "Sensei, apakah terjadi sesuatu dengan kondisi Rika sekarang?" ia bertanya.
Dokter itu mengangguk, sorot matanya kembali memperhatikan dokumen tersebut. Dia benar-benar sangat meyakini kebenaran dokumen tersebut.
Sesaat kemudian, dokter itu menoleh ke arah Rika dan tersenyum. "Rika, ini adalah suatu keajaiban yang diberikan oleh dewi fortuna kepadamu, karena kamu sudah menyelamatkan Putra Mahkota."
"Hah, aku telah menyelamatkan seseorang?" Rika terkejut.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini ada hubungannya dengan kejadian saat aku bereinkarnasi?" pikirnya dengan penuh kebingungan.
Dokter itu memperlebar senyumnya. "Oleh karena itu, di sini aku akan memberitahu sebuah informasi yang sepertinya harus kamu dengar. Ini adalah tentangmu, Rika. Semua riset ini hanyalah tentangmu saja. Apakah kau siap mendengarnya?"
Kedua wajah perempuan itu nampak serius, seolah sudah siap mendengarkan informasi tersebut meskipun ekspresi Rika mulai tak tenang.
Rika membatin. "Apakah aku akan baik-baik saja?"
Fukari meraih tangan Rika kemudian menautkan tangannya. Fukari mengetahui bahwa saat ini perasaan Rika sedang sangat khawatir.
Sesaat, Rika menatap Fukari dengan penuh kebingungan seolah Rika mengetahui bahwa Fukari benar-benar mengetahui perasaannya. Itu adalah salah satu perasaan yang belum pernah ia temukan.
Benar, saat ini perempuan yang selalu menyendiri itu seolah menemukan sesuatu yang ia inginkan semasa hidupnya, perasaan itu adalah sebuah pilihan. Seperti persahabatan yang nyata.
Rika mengedipkan matanya dan mengeratkan sedikit bibirnya sehingga nampak senyuman manis. Ia mengetahui bahwa dirinya sudah kembali tenang. Untuk itu ia mengeratkan tangannya seakan menerima perasaan Fukari.
"Aku siap, sensei." ujar Rika dengan suara tenang, wajahnya serius.
Kemudian dengan jelas dokter tersebut mulai membacakan dokumen itu. "Rika Uenohara, dokumen ini adalah rangkuman riwayat kesehatanmu selama mengikuti penelitian di laboratorium."
"Di sini, tertulis bahwa kondisimu sekarang ...." Sesaat, ia menatap wajah Rika dan terdiam sejenak. Kepala dokter itu melesungkan bibirnya dan melanjutkan ucapannya, "... di sini sudah tertulis bahwa kondisimu stabil, maka dari itu, Rika, bergembiralah karena aku nyatakan bahwa kamu sudah sembuh total dari penyakit misterius yang sudah diteliti langsung oleh 'HOG Corporation', yaitu Health Organization Gargantia."
"Sekarang, kondisi sel-sel darah merah milikmu sudah kembali bebas dari gangguan yang diakibatkan oleh sel-sel abnormal yang disebut sebagai penyakit Genus-Cancer Red Blood."
Robert Vermilion tersenyum bangga kepada Rika seolah menganggapnya sebagai keluarga. "Selamat atas kesembuhanmu, Rika."
Setelah mendengarkan itu semua, Fukari langsung menampilkan wajah gembira. "Rika, akhirnya! Aku benar-benar sangat senang sekali," Fukari langsung memeluk Rika dengan sangat erat, mengalungkan lengannya ke tubuh Rika yang mungil.
Rika sedikit terkejut, tidak tahu bagaimana harus merespon. Namun, ia merasakan sesuatu yang sangat tenang, perasaan sayang temannya itu benar-benar memasuki kalbunya. Mulutnya tak bisa mengatakan apa pun selain menerima pelukan kasih sayang tersebut.
Namun, Rika terlihat sedikit bingung. Ia merasa, seharusnya tidak memiliki riwayat penyakit tersebut.
"Yang terpenting, sekarang kamu sudah sembuh dan besok kamu bisa kembali ke akademi," kata dokter tersebut. Dia mengangguk untuk meyakinkan Rika.
"Sebenarnya apa yang terjadi dengan diriku? Seharusnya aku tidak memiliki riwayat penyakit darah, lalu tumor dan jantungku bagaimana?" pikir Rika
"Anoo— ...Sensei, aku ingin bertanya mengenai kondisi jantung dan otakku? Apakah tidak ada masalah yang serius?" Rika bertanya, sepertinya ia ingin memastikan sesuatu.
"Rika, bukankah jantungmu baik-baik saja?" tanya Fukari.
"Aku hanya ingin memastikan saja," jawab Rika.
Dokter itu menampilkan sorot mata yang aneh, merasa Rika memiliki perubahan kepribadian. Dia seolah tak mengenal Rika yang sekarang.
"Hmmm..." gumam dokter itu. Perlahan-lahan pandangannya memperhatikan gelagat Rika, memikirkan sesuatu yang tak mungkin ia bahas sekarang. Dokter itu kembali tersenyum serta menjawab pertanyaan Rika. "Baiklah, jantung dan otak ya," katanya sembari memainkan pena di jemarinya.
Dia bergumam sambil mengganti lembaran halaman dokumen untuk mencari informasi mengenai kondisi kesehatan jantung dan otak Rika. "Ah, ketemu!"
"Di sini tertulis kondisi jantungmu serta otakmu terlihat baik-baik saja. Aku sudah memastikannya," kata Robert Vermilion.
Setelah mendengar jawaban itu, Fukari langsung sedikit heboh, "Tuh kan, semuanya baik-baik saja!"
Namun, nampaknya Rika tak terkejut. Raut wajahnya banyak memikirkan sesuatu. Di samping itu, Fukari melihat Rika yang tengah kebingungan. "Rika!" Fukari nampak ingin menyadarkan Rika.
"Ya... ada apa?" Rika keheranan melihat pandangan Fukari yang melekat ke arahnya.
Fukari ingin menaruh harapan kepada Rika walaupun ia menyadari sesuatu yang tak beres dengan Rika. "Bagaimana dengan ingatanmu?" tanya Fukari.
Mendadak mata Rika membelalak, ia menggaruk pipinya dengan telunjuknya, mulutnya sedikit terkekeh. "Sepertinya aku kehilangan ingatan." Jawab Rika, tampaknya ia berbohong.
Benar, sementara ini ia ingin menyembunyikan identitasnya sebagai manusia reinkarnasi sampai menemukan seseorang yang tepat untuk membantunya.
Bukankah aneh jika Rika membahas kejadian yang membingungkan tersebut ke orang lain, bisa-bisa Rika dianggap sebagai orang tak waras. Hanya cara seperti itulah yang bisa menyelamatkan keadaannya sekarang. Sementara ekspresi Fukari dan dokter tersebut sedikit keheranan dengan gelagat Rika.
Setelah mereka berdua mengunjungi ruangan kepala dokter, Rika dan Fukari berjalan berdampingan melewati lorong-lorong yang sangat panjang. Mereka berdua berjalan tanpa berbicara. Keadaan di sana agak sedikit canggung, benar sekali. Akibat Rika yang selalu mengurung diri di kamarnya, ia kehilangan kemampuan untuk mencari topik pembicaraan. Ia tidak bisa menanyakan sesuatu dengan mudah.
Mendadak Fukari memulai topik pembicaraan yang amat canggung tersebut, ia menanyakan sesuatu kepada Rika dengan memanggilnya. "Rika," ujar Fukari.
Dari samping Rika langsung menoleh kepadanya dengan ekspresi sedikit bertanya-tanya. "Yaa, ..." Rika ingin memanggil namanya, namun ia sedikit lupa. "... Fuka, ada apa?" akhirnya ia mengingat nama temannya tersebut.
Fukari sesaat khawatir dengan kondisi ingatan Rika, ia juga merasa curiga dengan dokumen kesehatan milik Rika. Bagaimana mungkin ia bisa sembuh total jika ia mengalami kehilangan ingatan? Namun yang terpenting bagi Fukari adalah kesembuhan Rika.
Ia benar-benar sangat senang sekali melihat sosok Rika sekarang. Mungkin dari wajah Fukari kita seolah melihat peristiwa menyedihkan yang menimpa Rika walaupun kita tak pernah tahu apa yang sudah terjadi padanya.
Dengan ekspresi prihatin, Fukari menyentuh salah satu pundak Rika. "Sekarang, apakah kamu ingat tempat tinggalmu?"
Ah, benar sekali. Tempat tinggal adalah hal terpenting dalam kehidupan, namun sekarang gadis polos itu tidak ingat sama sekali dengan yang namanya rumah. Lagi-lagi wajah Rika terkekeh menahan malu.
"Eh, sepertinya aku lupa!" jawabnya dengan ekspresi cengar-cengir. Kalau tidak ada Fukari mungkin Rika akan tidur di luar.
Fukari melesungkan bibirnya dan mendesah. "Hemm.. sudah kuduga."
Rika tersenyum samar. "Maaf merepotkanmu, Fukari."
Fukari menggeleng dan tersenyum. "Tenang saja, aku akan mengantarmu ke tempatmu tinggal, tapi jangan sampai kamu melupakan jalannya lagi ya!" candanya.
Rika mengangguk, namun tiba-tiba wajahnya menunjukkan kekhawatiran. Perasaan bersalah merayap dalam hatinya, sebuah perasaan yang jarang ia alami.
Mata Rika mulai berlinang, dan dengan suara pelan ia berkata, "Fukari, maaf jika aku terus merepotkanmu."
Melihat Rika seperti itu, Fukari segera menyadari perasaan sahabatnya. Ia tahu bahwa Rika tidak ingin merepotkan orang lain. Dengan senyum manis yang khas, Fukari berkata, "Tenang saja, sebagai sahabat terbaikmu, aku akan selalu ada untukmu! Aku akan melindungi senyumanmu, Rika! Ehe!"
Rika terkejut dan terharu. Perkataan Fukari benar-benar berarti baginya, mampu meredakan kegelisahan dan menghapus rasa kesepiannya. Kehadiran Fukari menjadi sumber kebahagiaan bagi Rika.
Dalam hati, Rika berkata, "Fukari, aku ingin mengenalmu lebih jauh," sambil memandang sahabatnya yang sedang tersenyum hangat.
"Fukari, terima kasih."
"Karena Rika sedang kesulitan, mana mungkin aku membiarkannya begitu saja!" celoteh Fukari sambil berjalan dengan ekspresi ceria.
Kemudian ia menoleh ke arah Rika dan berkata, "Jadi serahkan saja padaku!" Fukari memberikan kepercayaannya, sambil menunjukkan otot lengannya yang ramping.
Rika kini benar-benar merasakan kehangatan persahabatan yang nyata, meskipun sebelumnya ia pernah kehilangan perasaan itu. Ketika hidup di Jakarta, teman-teman semasa sekolahnya sering memanfaatkan Rika tanpa memberikan pertolongan balik. Meskipun begitu, Rika selalu membantu mereka dengan tulus, meskipun ia tahu mereka hanya peduli pada kepentingan pribadi.
Namun, apakah Fukari akan berakhir seperti teman-temannya dulu?
Tiba-tiba, wajah Fukari berubah tenang namun penuh kesedihan. Dengan suara serius, ia berkata, "Rika, melihatmu seperti itu sebenarnya aku tak tahu harus berpikir seperti apa. Aku benar-benar tak bisa berbuat apa-apa untukmu, bahkan aku tak bisa menyelamatkanmu!"
Rika terkejut mendengar kata-kata Fukari. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Heii Rika, ketika melihatmu bersimbah darah dan tak sadarkan diri...." Tiba-tiba Fukari berpaling ke arah Rika.
"Itu membuatku sangat takut! Aku tidak tahu harus bagaimana, tapi itu benar-benar terjadi begitu saja! Aku merasa hampir kehilanganmu selamanya, dan aku tidak ingin hal itu terjadi. Aku benar-benar takut kehilanganmu, Rika."
Mendengar reaksi Fukari yang begitu emosional, Rika mulai berbicara dalam hati, "Apakah Fukari membicarakan sesuatu tentang diriku?"
Rika mengangkat tangannya, melihat telapak tangannya dengan cermat. "Diriku?"
Waktu terus berjalan, dan air mata mulai menetes dari mata Rika. Ia akhirnya menyadari sesuatu.
Alasan mengapa Fukari mengatakan bahwa kepribadiannya berubah. Dari telapak tangannya, ia menggenggam erat dan meletakkannya di tengah dadanya. Mungkin itu bukan khayalannya, tetapi ia benar-benar merasakan dirinya yang lain datang menyelamatkannya dari kehampaan, kesepian, dan kematian.
"Fuka, aku tidak akan kemana-mana," ucap Rika sambil menampilkan senyuman manis yang dibaluri oleh tetesan air mata.
Fukari tersenyum hangat kepada Rika. "Rika, aku akan selalu mempercayaimu!"
Rika tiba-tiba berpikir, "Apakah Fukari pantas mengetahui rahasia yang sudah menimpaku? Tapi, aku masih memerlukan banyak petunjuk."
Selanjutnya, Rika meraih tangan Fukari tanpa berkata apapun, dan mereka berdua berjalan menuju apartemen tempat Rika tinggal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments