Malam itu membuat pikiranku menjadi kacau. Tidak fokus dengan setiap perjalanan yang aku tempuh. Karena aku merasa takut. Aku takut kalau papaku menikah lagi dan tidak akan sayang sama aku lagi. Dan akhirnya, aku hampir saja menabrak seorang ibu-ibu paruh baya.
"Aw....!" Rintihku lirih yang merasa kesakitan karena terjatuh dari sepeda.
"Ma'af bu, saya tidak sengaja. Apa ibu terluka?" Tanyaku yang langsung beranjak berdiri dan menghampiri ibu itu.
"Tidak kok nak, ibu tidak apa-apa. Kamu sendiri bagaimana?" Jawabnya dengan lemah lembut.
Mungkin beliau tipe orang yang sabar. Hohoho...sejak kapan nih aku jadi peramal!
"Oh tidak kok bu, cuma luka sedikit saja. Tapi tidak apa-apa kok bu." Kataku sembari memberikan senyum kecil dan menunjukkan lututku yang terluka.
Mungkin karena aku yang ceroboh dan tidak fokus, jadi ya begini nih. Aku terjatuh sampai celanaku bagian lutut sedikit robek. Dan untungnya ibu itu tidak terluka karena aku.
"Memangnya kamu kenapa nak sampai tidak fokus seperti itu tadi? Lihatlah, kamu terluka. Kamu ikut ibu ke rumah saja ya, biar ibu obati luka kamu!" Ajak beliau kepadaku yang menawarkanku untuk kerumahnya.
"Emm...tidak usah bu. Aisyah tidak apa-apa kok." Jawabku dengan halus, tapi bukan bermaksud untuk menolaknya.
"Sudah tidak apa-apa nak, ayo biarkan ibu mengobati luka kamu." Lagi-lagi beliau mengajakku untuk ke rumahnya. Dan akhirnya aku tak bisa menolaknya.
"Baiklah kalau begitu bu." Kataku dengan tulus.
Sekarang kami berjalan menuju ke rumah ibu itu. Oh iya, tadi kan belum sempat berkenalan sama ibu itu. Bodoh sekali aku ini.
"Oh iya, ibu namanya siapa ya kalau boleh tau?" Tanyaku ya sekedar basa-basi saja. Tapi entah kenapa hatiku merasa dekat dengan ibu itu.
"Iya nak, nama ibu adalah bu Laila. Kalau kamu siapa namanya?" Jawabnya dengan lembut. Dan beliau bertanya kembali kepadaku.
"Emm...saya Aisyah bu." Jawabku dengan lembut sembari tersenyum kecil.
Disepanjang perjalanan kami, kami mengobrol dengan seadanya. Mencoba saling akrab dan bercerita tentang banyak hal, salah satunya tentang putranya. Tapi tidak dengan masalahku. Karena tidak mungkin kalau aku cerita sama orang yang baru aku kenal.
Setelah beberapa menit baru lah kami sampai di rumah bu Laila. Beliau mempersilahkan aku untuk masuk ke dalam rumahnya. Rumah yang tidak begitu besar, tapi nyaman untuk ditempati. Rasanya aku betah di sini, padahal aku baru mengenal dan baru singgah di sini.
"Ini, pakailah baju ibu dan bergantilah dari baju kamu yang sedikit sobek itu." Kata beliau yang menyodorkan bajunya untukku.
"Tapi bu," balasku yang sedikit ragu.
"Sudah, bergantilah!" Pintanya dengan tulus yang membuat hatiku luluh.
"Baiklah kalau begitu bu." Dan lagi-lagi aku tak bisa menolaknya. Bajunya sangat cocok untukku. Aku juga merasa nyaman dan adem dihati ketika memakai baju tersebut. Baju itu berbentuk gamis dengan bermotif bunga-bunga kecil dan berwarna merah maroon.
"Masya Allah, kamu cantik sekali Aisyah." Pujinya kepadaku yang membuat pipiku memerah. Entah kenapa aku ingin merasa dekat dengan Ibu Laila. Serasa nyaman berada didekatnya.
"Ahhh... Bu Laila ini bisa saja." Aku merasa tersipu malu dan menyembunyikan senyumku dengan menundukkan kepalaku.
"Ya sudah, sini ibu obati luka kamu tadi." Katanya yang menyuruhku untuk duduk disebelahnya, karena beliau yang ingin mengobati luka dilututku tadi.
Tak terasa waktu sudah berlalu cepat. Jam sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB. Dan membuatku harus segera pulang.
"Assalamu'alaikum!" Ada seorang lelaki dari luar yang mengucapkan salam. Mungkin saja itu anak bu Laila yang diceritakan tadi.
"Wa'alaikumsalam!" Jawab Bu laila dari dalam yang masih duduk disampingku dan pergi ke depan untuk membuka pintu.
"Kamu sudah pulang nak!" Tanyanya kepada anaknya yang terdengar tidak terlalu keras dari dalam.
"Iya bu, ini juga sudah malam. Fadli juga kangenlah sama ibu!" Jawab lelaki tersebut dengan mencium tangan Ibu Laila.
Ya, jadi anaknya bu Laila itu bernama Fadli. Yang Pernah kuliah di Mesir dan karena sudah lulus, sekarang menjadi dosen di Universitasku. Ah_sudahlah, aku tidak kenal juga. Tapi, sepertinya aku mengenal suara itu. Tapi siapa ya? Ah sudah lah, aku harus pulang.
"Permisi bu Laila, saya harus pamit pulang dulu. Tidak baik juga saya berada di rumah ibu malam-malam begini." Pamitku kepada bu Laila yang kebetulan masih berada di depan rumah bersama anaknya.
"Oh iya nak Aisyah, kamu benar. Tidak baik juga anak perempuan malam-malam pergi dari rumah. Biar Fadli anak ibu yang mengantarmu pulang." Katanya dengan senyum lebar.
"Oh tidak usah Bu, Aisyah bisa pulang sendiri kok. Aisyah tidak apa-apa, Aisyah berani kok bu." Kataku dangan menolak permintaannya.
Aku malu lah kalau diantar olehnya. Aku juga nggak mengenal dia. Tapi bagiku terlihat tidak asing wajah tersebut. Siapa ya ?
"Ya sudah bu, Aisyah pulang dulu ya!" Imbuhku kemudian dan mencium tangan Ibu Laila. Entah kenapa aku merasa beliau seakan-akan menjadi ibu kandungku.
"Iya nak Aisyah, hati-hati di jalan!" Pesan beliau kepadaku dengan tulus. Seperti pesan kepada anaknya sendiri.
"Iya bu, insyaallah kalau ada waktu Aisyah akan datang ke sini lagi." Balasku dengan senyum tulus.
Beranjaklah aku menuju sepedaku. Dan ku ayuh dengan pelan. Jujur dalam hati kecilku aku masih merasa terluka dan kecewa dengan sikap papaku.
Di setiap perjalanan terasa sepi, karena hari sudah terlalu malam. Sebenarnya aku merasa takut, karena jalan menuju rumahku itu terlihat sepi dan pernah ada preman juga. Semoga saja tidak ada lagi.
"Hai cewek!" Suara seorang lelaki dari samping kananku.
"Siapa kamu?" Jawabku dengan sinis, karena aku merasa tak kenal dengannya. Dan pastinya aku merasa sangat takut.
"Jangan galak-galak dong jadi cewek. Ayo main sama abang dulu!" Katanya yang menggodaku dan memegang tanganku.
"Jangan pegang-pegang ya dan jangan macem-macem sama aku!" Kataku dengan sedikit teriak dan terpaksa meletakkan sepedaku.
"Ayolah, ikut sama abang sini dek! Jangan takut sama abang, cuma sebentar saja lah!" Katanya yang semakin memaksaku.
"Berhenti, jangan mendekat. Kalau kalian mendekat aku akan teriak lebih keras lagi." Ancamku kepada kedua preman itu. Tapi sepertinya tidak mempan.
"Hahahaha...! Dengarlah, coba saja kamu teriak palingan juga tidak ada yang mendengar." Kata preman itu yang berbalik mengancam.
Aku mencoba melihat disekelilingku dan ternyata nampak sepi. Aku semakin takut. Aku mencoba berlari. Tapi sayang, kedua preman itu malah mengejarku. Aku bingung harus bagaimana. Sedangkan aku juga tidak membawa handphone.
Dan akhirnya aku terjatuh dari lariku tadi, karena tersandung batu. Preman itu terus mengejarku dan mendapatkanku yang terjatuh.
Preman itu semakin mendekatiku. Aku hanya menangis dan berharap ada yang menolongku.
"Bruak. Doss...!" Suara seorang lelaki yang menyerang preman itu dari belakang. Entah siapa dia, aku tak bisa melihatnya karena gelap.
Dan akhirnya preman itu pergi. Namun sebelum aku sempat melihat lelaki itu, aku merasa lemah tak berdaya dan akhirnya jatuh pingsan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Andie Youlee
alhamdulillah... dewa penolong dtng jg
2021-08-04
1
Neng Yuni (Ig @nona_ale04)
Bom like mendarat kak, salam dari Princess Swan's Love, semangat 😊
2020-11-04
1
Alfia Nita
ok kak , terimakasih ya kak
2020-08-28
2