Aku dan Leon pada akhirnya samapi di rumah dengan aku yang sedang memeluk sebuah buku tebal
"Oh lihat sepertinya anak anak kami sudah pulang"
Sesampainya kami didalam rumah kami disambut oleh kedua orang tua kami
"Hm? Sepertinya kau membeli buku lagi ya Art?"
Ayah ku memiliki wajah penasaran diwajahnya saat melihat ku kembali dengan sebuah buku tebal di pelukanku
*Nod
Aku hanya mengangguk ringan menjawab pertanyaan ayahku
"Hahaha kau benar benar mirip seperti ibu mu yah"
Ayahku tertawa terbahak bahak dengan wajah bahagia mengingat kemiripan ku dengan ibuku
Yah mau bagaimana lagi bukan? ilmu pengetahuan di dunia ini sangat menarik perhatian ku
"Kalau begitu buku apa yang kau beli Art?"
Kali ini ibuku yang bertanya kepadaku sambil mengelus kepala ku
"Ensiklopedia monster"
"Hm? Kenapa buku itu, bukankah ada lebih banyak buku menarik seperti novel atau buku bergambar?"
"Benar! Emangnya apa serunya buku membosankan itu"
Ayahku bertanya dengan heran melihat kelakuan anaknya yang berbeda dari anak seusianya
Aku dan ibuku memandang mereka dengan wajah datar
"Tidak ada yang menarik perhatian ku kecuali ini"
"Tepat sekali, Art pasti mewarisi seleraku"
Ibuku mengangguk dengan bangga menanggapi jawaban ku yang acuh tak acuh
"Tapi kan Art masih berusia lima tahun, tidakkah kau khawatir?"
"Oh lihat siapa yang berbicara, kau saja sering membaca buku bergambar bukan?"
Ibuku mengungkapkan satu fakta yang cukup mencengangkan tentang kebiasaan ayahku yang ternyata sering membaca buku bergambar
"A- Itu- Ah oh iya Leon bukankah ini sudah waktunya latihan sore? Ayo segera bersiap"
"Oh iya latihan!"
Aku tidak bisa berkata apa apa lagi saat melihat Leon yang berlari menaiki tangga ke kamarnya untuk mengganti baju ke baju latihan
'Pengalihan pembicaraan yang payah, ayah'
Aku hanya tersenyum kecil sebelum berjalan menuju ke taman dengan buku yang baru ku beli sebelumnya, meninggalkan ibuku yang menatap datar ke ayahku yang tengah melarikan diri atas nama latihan
...----------------...
Aku duduk di bawah pohon tempat aku biasa duduk. Sambil menatap matahari terbenam aku terus membaca buku ku dengan cermat
*Sret
Suara halaman demi halaman dibalikkan oleh tangan kecilku secara perlahan setelah membaca satu halaman
'Aku tidak menyangka ada monster seperti ini'
Dihalaman yang ku baca ada penjelasan tentang monster yang disebut dungeon mimic
Singkatnya itu adalah monster mimic super besar yang menyamar menjadi sebuah dungeon, monster ini juga diklasifikasikan sebagai monster tingkat SS
'Akan sangat sulit untuk membedakan monster ini karena menyerupai batuan dungeon'
"Ternyata kau di sini tuan muda"
Saat aku sedang asik memikirkan tentang monster, sebuah suara datang dari belakangku
Seorang kakek kakek sedang mengelus janggut putihnya yang tumbuh dengan lebat diwajahnya
"Ah Rust, sudah ku bilang untuk memanggil ku Art atau Arthur saja"
"Hohoho aku hanya bercanda Arthur. Lalu buku apa yang kau baca?"
Pak tua Rust bertanya dengan penasaran saat melihat buku yang sedang ku pegang dikedua tanganku
"Buku ensiklopedia monster"
Aku menjawab dengan mata yang masih tertuju dengan buku ensiklopedia ku
"Hoo, bukankah itu Dungeon mimic, ahh nostalgia sekali"
Aku dengan cepat mengalihkan pandangan ku ke wajah Rust yang sekarang sedang memiliki ekspresi nostalgia diwajahnya
"Apakah kau pernah bertemu dengannya?"
Rust yang melihat perubahan sikapku tersenyum santai sambil mengelus kepalaku dengan lembut
"Pernah, itu dulu sekali. Saat itu aku masih sangat muda dan aku dikenal sebagai penyihir gila"
Rust kemudian duduk tepat disebelah ku dan menyenderkan tubuhnya di pohon
"Saat itu aku sedang dikejar kejar oleh anjing iblis, dan aku dan party ku bersembunyi di sebuah dungeon namun sayangnya itu adalah Dungeon mimic"
Aku terus memperhatikan wajah Rust yang terlihat tertekan saat dia masih bercerita
"Kami bersembunyi cukup lama namun saat kami hendak keluar tiba tiba mulut dungeon itu tertutup, kami yang tidak punya pilihan lain mau tak mau menyelam kedalam dungeon berharap bisa keluar... Namun harapan kami sia sia"
Tangan Rust mengepal dengan erat saat menceritakan bagian itu seolah dia masih menyimpan dendam
"Saat kami semakin kedalam area dinding tidak lagi berbentuk batu, melainkan daging yang terus menerus memuntahkan monster cacing"
"Kami terus menerus melawannya namun kami kalah jumlah dan seluruh party ku dibantai dengan sadis"
Ekspresi Rust terlihat sangat sedih, mungkin karena dia masih mengingat kejadian itu dengan jelas di kepalanya
"Itulah kejamnya Dungeon Mimic dia membuat mangsanya menderita secara perlahan sebelum membunuhnya"
"Lalu bagaimana kau bisa keluar?"
"Aku membolongi perutnya dengan sihir ku"
Aku melongo mendengar jawaban Rust, seharusnya Dungeon mimic itu sangat besar bahkan mungkin lebih besar dari sebuah desa yang berukuran sedang
"Sihir apa yang kau gunakan?"
'Apakah itu sihir api kelas atas, ataukah angin, apa mungkin air?'
"aku menggunakan sihir melodi"
Rust membantah semua prediksi ku dengan berkata bahwa dia menggunakan sihir melodi yang bahkan tidak termasuk ke enam elemen
"Sihir melodi?"
"Benar, itu adalah sihir atribut normal yang merupakan turunan dari sihir suara, aku membuat monster terhipnotis dengan alunan suaraku dan mulai menyerang induk mereka sendiri"
Aku hanya bisa melongo mendengar jawaban Rust yang tidak masuk akal
"Dungeon Mimic tidak tahu bagaimana kondisi di bagian dalam tubuhnya terus menerus memproduksi monster kecil yang pada akhirnya menjadi bawahan ku dan semakin mempercepat kematiannya sendiri"
"Sungguh cara mati yang bodoh"
"Aku sependapat"
Sihir melodi terdengar sangat asing ditelinga ku, tapi jika sihir suara aku pernah mendengarnya disuatu tempat
"Hei Rust, bisakah kau menunjukan padaku sihir melodi itu?"
Aku bertanya dengan ragu ragu sambil menunggu tanggapan dari rust
"Tentu, kenapa tidak?"
Rust bangun dan membersihkan bajunya dari rumput yang menempel ditubuhnya mengambil tongkat kecil di jubahnya
"Eh?"
Tak lama setelah itu garis paranada muncul dan suara piano terdengar dengan suara lembut di telinga ku
Lalu garis para nada lain muncul disisi lain, kali ini suara Cello yang terdengar, suara berat namun lembut yang memanjakan telinga
Aku hanya bisa terkagum kagum melihat keahlian Rust yang sangat memukau dalam menggunakan sihirnya
Tak lama setelah itu garis nada lain muncul, suara violin yang menenangkan muncul, tidak cepat maupun lambat, suara itu dapat dibilang sempurna
Garis garis lain pun mulai bermunculan, kali ini Saxsofon, dan trompet, melengkapi nada tersebut dan menciptakan sebuah harmoni yang dapat menenangkan hati
"Luar biasa.."
Aku hanya bisa bergumam kecil melihat pemandangan yang tidak bisa ini. Matahari terbenam yang dihiasi dengan garis paranada yang penuh dengan not balok menciptakan kesan indah yang mendalam
*Sret
Bersamaan dengan hentakan tangan Rust orkestra kecil itu berakhir, meninggalkan kesan sepi yang membekas seolah kehilangan sesuatu yang berharga
"Bagaimana?"
"Hebat! Bisakah kau mengajariku?!"
Aku tak bisa mengelak bahwa itu adalah pertunjukan yang memukau jadi apa salahnya jika belajar hal itu juga
"Hohoho baiklah, dengan senang hati"
Rust tersenyum ramah saat melihat ku, seolah menatap seorang anak kecil yang baru saja melihat idolanya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Fendi Kurnia Anggara
wow
2024-07-07
1
_Khayy☕
manggat Thor bagus nihh
2024-07-06
2