'Fu- akhirnya aku berhasil turun'
Setelah perjuangan yang cukup menantang aku akhirnya bisa turun dari tempat tidur bayi itu
"Gaa gaa gaa"
"Sampai jumpa setan kecil/ wa ga ga gaa"
Melihat ekspresi bocah itu membuatku benar benar senang karena akhirnya pengganggu yang menyebalkan itu tidak akan menggangguku lagi
'Baiklah kalau begi mari kita bereksperimen sedikit'
Aku menarik mana yang ada disekitar ku membentuk sebuah bola berwarna biru transparan
'Hmmm bagaimana cara mengubahnya menjadi suatu elemen?'
Aku memandangi bola transparan itu dan memutar otakku mencari cara untuk mengubahnya menjadi salah satu dari elemen yang ada
'Aha!'
Sebuah lampu imajiner muncul dari kepalaku, bagaimana jika kita membayangkan subjek alam itu sendiri, seperti api itu matahari, air itu samudra, tanah itu bumi, angin ya hanya angin
Tapi bagaimana dengan cahaya dan kegelapan?
Aku terus termenung cukup lama sampai sebuah cahaya masuk melalui jendela, sebuah bulan yang semula tertutup oleh awan sekarang bersinar terang bersama bintang bintang di langit malam yang tenang
'Jadi begitu...'
Aku mengimplementasikan langit malam yang indah itu kedalam bola mana yang telah dipersiapkan
Sebuah bola hitam legam dengan pusat bola yang bercahaya ditambah bintik bintik cahaya diarea gelam memberikan kesan malam yang mendalam
'Sihir cahaya dan kegelapan pada dasarnya saling terkait, jika ada cahaya yang terang maka pasti akan muncul kegelapan jika ada kegelapan yang pekat pasti ada cahaya ini adalah hukum dunia'
'Mari bermain sedikit'
Aku terus merubah rubah bentuk bola itu menjadi berbagai bentuk mulai dari ikan, burung, pedang, namun tidak ada yang bisa disentuh karena benda itu hanyalah sebuah energi
'Mari coba padatkan'
Aku mulai mengompres energi itu terus menerus berusaha membuatnya menjadi benda padat
"Eh? Kok menghilang?/wee?"
Energi yang kukompres menyusut tidak menyisakan apapun yang bisa kusebut sebagi sihir
'Dasar tidak berguna!'
Karena kesal aku melemparkan sebuah kain yang tergeletak dilantai, namun tiba tiba kain itu tiba tiba seperti tertahan sesuatu sebelum terjatuh kembali
'Huh?'
Karena penasaran aku mendekati tempat yang sebelumnya dari energi tersebut
'Apakah benda ini belum benar benar hilang? Tapi malah dikompres sampai tidak bisa terlihat?'
Berbeda dengan sihir elemen lain yang bisa dirasakan secara alami, sihir cahaya dan kegelapan sulit untuk dirasakan secara alami seperti apa rasanya disentuh cahaya, seperti apa menyentuh kegelapan
'Lalu bagaimana dengan sabit itu?'
Aku terus berfikir keras mencoba menjelaskan fenomena sabit itu dengan cara yang masuk akal, namun tidak ada yang masuk sama sekali
'Arghh ini benar benar membuat frustasi'
Aku mulai mengacak acak rambut ku dan berbaring menghadap langit langit kamar ku ini
'Seperti dunia fantasi saja'
'Tunggu sebentar... Dunia fantasi?'
Aku segera bangun dan segara memutar otakku dengan susah payah
'Jika ini dunia fantasi maka semua sihir dapat didukung dengan imajinasi bukan?'
Aku segera menghilangkan bola energi super kecil itu dan segera membayangkan sebuah sabit yang dibuat dari kegelapan malam
'Akhirnya'
Sebuah sabit seukuran tubuhku muncul, sebuah sabit berwarna hitam legam dengan sedikit warna merah tercipta dari energi magis ku
'aku berhasil!! Aku ber-ha--sil?'
*buk
Aku terjatuh dan perlahan mataku mulai tertutup dengan sendirinya
'Tubuh sialan'
Ini jelas pengaruh dari tubuh bayi ini yang tidak bisa tidak tidur
...----------------...
"Ya ampun sayang, kenapa kau bisa ada di sini?"
Sebuah suara membuatku terbangun dari tidurku, dan ternyata itu adalah ibuku yang sedang memasang wajah khawatir diwajahnya
'Jangan salahkan aku, salahkan tubuh tidak berguna ini'
Aku hanya bisa menggerutu dalam hati melihat ibuku yang panik
"Ya ampun sayang, badan mu panas sekali"
Ibuku menempelkan tangannya ke dahi ku dengan ekspresi panik segera membawaku keluar dari kamar ku
*Bam!
"Sayang!"
Ayahku yang sedang ganti baju terkejut dengan ibuku yang tiba tiba masuk dengan mendobrak pintu
"Ada apa Lucia?"
"Art... Arthur demam!!"
Ekspresi kaku ayahku seketika runtuh digantikan dengan mulutnya yang terbuka lebar karena terkejut
"Ap- Bagaimana bisa?!"
Dia segera berjalan menghampiriku dengan wajah pucat dan juga terlihat sangat panik
"Aku tidak tahu! Saat aku masuk ke kamarnya Arthur sudah berada di lantai"
"Bagaimana bisa.."
Ayahku memijat pelipisnya dengan wajah frustrasi yang terlihat jelas diwajahnya
"Bagaimana ini?"
"Aku akan panggilkan tabib"
"Tabib? Kenapa bukan pendeta?"
"Jika aku memanggil pendeta kita tidak akan tahu apa yang dilakukan kepada Art kecil kita"
Ibuku hanya menganggu kecil mendengar penjelasan dari ayahku
'Serius... Ini hanyalah demam, kenapa kalian begitu panik'
Aku hanya bisa pasrah melihat kedua pasangan ini terus menerus mengkhawatirkan hal hal sepele
...----------------...
"Ini hanya demam biasa tuan dan nyonya, kalian tidak perlu khawatir"
Ucapan tabib itu membuat kedua orangtuaku menghela nafas lega
"Dia hanya harus beristirahat agar cepat sembuh"
Tabib itu bangun dari tempat duduknya dan mengambil sesuatu dari tasnya
"Ini tanaman warm wind, tumbuk itu dan tambahkan air hangat, aduk itu sampai menjadi bubur lalu oleskan di perutnya itu akan memberikan efek hangat diperutnya tapi hati hati jika kau menaruh terlalu benyak daunnya itu akan memberikan efek seperti terbakar"
Kedua orang tuaku mengangguk dan segera mengambil tanaman herbal itu dari tangan tabib
"Terimakasih Rust, aku berhutang padamu"
"Jangan berterimakasih Edward, akulah yang berhutang padamu, jika bukan karena mu dan Lucia aku mungkin tidak akan hidup saat ini"
Rust tersenyum ramah melihat kedua pasangan itu. Matanya seolah menatap sesuatu yang terlihat nostalgia dibenaknya
"Jadi Rust, apakah kau mau tinggal disini untuk sementara?"
Rust terdiam sejenak dan memandangi kedua pasangan tersebut
"Kenapa?"
"Kami tahu kalau kau hanya berkelana selama ini, jadi apa salahnya untuk menetap sementara, dan juga kami tidak ada orang yang bisa dipercaya yang bisa mengobati anak anak kami selain kamu Rust"
Rust terdiam sejenak sambil mengelus janggutnya yang mulai beruban dibeberapa sisinya
"Baiklah sepertinya aku bisa tinggal untuk sementara waktu disini"
""yay!""
Ucapan Rust membuat mereka berdua berseru senang karena Rust menerima permintaan konyol mereka
Rust hanya bisa tersenyum lembut dan tertawa ringan melihat kejenakaan kedua pasangan tersebut
"Sepertinya kita akan sering bertemu Art kecil"
'Senang bekerja sama dengan mu juga tuan Rust'
Aku tersenyum ringan kepada Rust, namun anehnya dia malah memasang wajah sedih sebagai tanggapan
'Dia pasti punya cerita sendiri dibalik senyumnya itu, sama seperti ku....'
"Kalau begitu biar aku antar ke kamar mu"
"Ah? Ok"
Ayahku menyeret Rust keluar dari kamar, sepertinya ayahku memang sedikit bodoh
"Ya ampun, dia selalu saja seperti itu, jika kau sudah besar jangan tiru itu ya Art"
'Tenang saja aku tidak akan menirunya'
Aku sedikit mengepalkan tangan mungilku dengan tekad agar tidak meniru sikap tak tahu malu ayah ku
"Kalau begitu bagaimana jika kita jalan jalan sedikit?"
"Ha?/Oe?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Kerta Wijaya
🤟
2024-07-07
1
Fendi Kurnia Anggara
lanjut
2024-07-06
1
Maito
Keren parah! Pengen baca lagi dan lagi!
2024-06-16
2