Suara langkah kaki kecil dengan gontai menyusuri jalan setapak di sebuah desa terpencil. Desa Kadipaten namanya. Desa yang terletak di kaki bukit Darmalaya. Ya, dia adalah Jaka Umbara. Seorang anak kecil tanpa ibu dan ayah. Salah seorang cucu dari sang raja terkemuka di bukit Darmalaya, Prabu Panempuh Baskara Nara Diningrat, Baginda Raja kerajaan Suryalaya.
Ayahnya dulu merupakan seorang prajurit dari pasukan perang kerajaan Suryalaya, namun ayahnya terbunuh dalam peperangan saat bertempur melawan pasukan kerajaan Kertamukti untuk mempertahankan daerah kerajaan Suryalaya. Sedangkan sang ibu yang merupakan puteri dari sang Raja Suryalaya tutup usia saat dirinya baru dilahirkan. Bahkan, sejak kecil ia tak pernah merasakan kasih sayang dari keluarganya, karena sejak kecil ia sudah yatim piatu. Ia diasuh dan dibesarkan oleh satu-satunya dayang istana yang bekerja pada kedua orang tuanya, itu pun hanya bertahan hingga usianya menginjak sepuluh tahun.
Ia terus mengikuti langkah kaki-kaki kecilnya yang tak pernah tahu ke mana ia harus melangkahkan kedua kakinya. Ia hanya bisa melangkah mengikuti ke mana kakinya berjalan tanpa ada tempat tujuan yang pasti.
Kaki-kaki kecil itu terus saja berjalan menyusuri jalan setapak di sekitar desa Kadipaten, berharap ia akan menemukan tempat bernaung untuknya. Tempat di mana ada orang-orang yang akan menerima keberadaannya. Tempat di mana ia dapat kembali dari setiap perjalanannya.
“Lihatlah, lagi-lagi dia melewati jalan ini,” ucap seseorang dengan nada sinis.
“Jangan sampai ia menginjak rumah kita,” timpal yang lain dengan pandangan jijik.
“Hei, jangan keras-keras. Nanti bisa-bisa kita kena batunya,” sambung yang lain pula.
Jaka hanya tertunduk dan memilih diam seribu bahasa, berharap ia dapat beranjak dengan cepat dari tempat itu. Ia bukan tak berani membalas ucapan yang dilontarkan orang-orang kepadanya. Namun, ia tahu, apapun yang ia katakan tak akan ada yang mempercayainya meski ia sudah bersungguh-sungguh, meski sekuat apa pun ia berbicara, ucapannya tak lebih bak suara hewan ternak semata.
Pikirannya menerawang menembus sekat demi sekat bayangan memori di kepalanya. Ia teringat jelas peristiwa yang terjadi pada satu-satunya teman baik yang ia miliki sewaktu kecil dulu. Demi menolong dirinya, teman baiknya sampai kehilangan nyawanya. Namun, tak ada satu pun yang percaya atas ucapannya. Orang-orang malah menuduhnya telah membunuhnya dengan mendorongnya dari atas bukit hingga teman baiknya kehilangan nyawa.
Ingatan itu masih jelas terbayang. Saat-saat terakhir kalinya ia bisa melihat sosok teman baiknya. Kala itu ia pergi ke bukit di dekat desanya untuk mencari tanaman obat hingga menjelang senja. Sesuatu yang tidak pernah disangka oleh mereka tiba-tiba terjadi. Ketika mereka sedang mengumpulkan tanaman obat ada seekor ular cukup besar yang sedang mengintai mereka. Mereka masih tertawa riang tanpa menyadari adanya bahaya. Rekaman memori itu masih terbingkai dalam ingatan Jaka.
“Lihatlah, Dawul! Betapa banyaknya tanaman obat yang kita dapatkan. Pamanmu pasti akan senang sekali,” ucap Jaka penuh antusias.
“Iya, Jaka... pasti Pamanku akan sangat senang dan berterima kasih banyak pada kita,” balas Dawul dengan tidak kalah senangnya.
Keduanya segera memetik setiap tanaman obat yang mereka cari. Hingga ancaman mendekati mereka, tak ada kewaspadaan sedikit pun diantara keduanya. Namun, Dawul merasakan firasat buruk sedang menghampiri tempat mereka.
Benar saja, seekor ular dengan ukuran cukup besar datang dengan cepatnya ke arah mereka berada. Dawul yang mengetahui hal itu segera mendorong Jaka dengan keras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
gimana ya... embuhlah...😅
2021-01-14
1