“Heh, bocah! Kau tak perlu bertingkah sok pahlawan di depan kami. Kau bukanlah tandingan kami. Cepat minggir sana!” gertak salah seorang dari sekelompok itu. “lagi pula kau tak ada urusannya dengan kami,” sambungnya lagi.
“Tidak!! Aku tak akan membiarkan kalian menyakiti Ibu,” sergah Jaka. Ia bersiap hendak memukul orang yang berbicara kepadanya, namun dihentikan oleh ibunya.
“Jaka, jangan gegabah! Kau takkan sanggup melawan mereka sendirian!”
“Tapi Bu.. mereka akan menyakiti Ibu. Aku tidak boleh membiarkannya.”
“Tuan, kami tidak mempunyai benda berharga barang sedikit pun. Kami hanya mempunyai beberapa belanjaan dari pasar. Kalau tuan menginginkannya, maka akan kami berikan. Tapi tolong jangan sakiti kami,” pinta ibu Jaka kepada sekelompok orang itu dengan memelas kasihan mereka agar melepaskan keduanya.
Sekelompok orang itu tertawa terbahak-bahak. “Apa? Kau kira aku menginginkan apa yang kau punya, hah! Yang Tuanku sediakan jauh lebih baik dari yang kau tawarkan padaku,” ujar orang yang paling depan.
“Benar, Kakang. Dia tak lebih hanya keluarga miskin yang tidak punya apa-apa,” timpal yang lainnya.
“Benar sekali. Tak ada untungnya juga bagi kita meminta apa pun kepadanya.” Yang lain ikut menambahi dengan nada menghina sembari tertawa. Yang lain pun ikut tertawa terbahak-bahak.
“Tuan, aku mohon dengan sangat kepadamu. Tolong jangan sakiti kami. Aku mohon kepadamu, Tuan," pinta ibu Jaka lagi.
“Aku adalah Ledonggowo, datang ke sini atas perintah tuanku sebagai malaikat kematianmu. Berterima kasihlah aku tidak akan menyiksamu sebelum kau mati. Kalau kau tidak banyak bertingkah, kau tidak akan merasakan kesakitan sebelum kehilangan nyawamu.”
Jaka Umbara geram mendengar apa yang baru saja di ucapkan oleh Ledonggowo. “Jangan berani kalian sakiti Ibuku.” Jaka mulai diliputi amarahnya. Ia tahu tak akan ada kemenangan baginya jika ia melawan sekelompok orang itu sendirian. Tapi satu yang ia yakini. Ia mesti berkorban sekuat tenaganya untuk menyelamatkan ibunya apa pun yang terjadi.
“Banyak cincong! Tangkap mereka! Seret perempuan itu kemari!” perintah Ledonggowo kepada beberapa anak buahnya. Sekejap saja Jaka Umbara dan ibunya sudah tertangkap oleh anak buah Ledonggowo.
“Jaga anak itu dan tutup mulutnya. Jangan biarkan ia mengganggu pekerjaan kita. Kalau tidak, kalian akan tahu akibatnya.”
“Baik, Kakang,” ucap dua orang yang memegangi tangan Jaka Umbara.
Jaka tak bisa bergerak, pandangannya tak bisa melihat apa yang terjadi atas ibunya karena tertutup oleh anak buah Ledonggowo. Sementara ibunya berada dalam genggaman anak buah Ledonggowo. Ia ingin memberontak, tapi tak mampu. Ia hanya bisa pasrah, namun semangatnya untuk menyelamatkan ibunya tak surut sedikit pun.
“Lepaskan Ibuku! Jangan sakiti Ibuku! Ibu.. Ibu..” Jaka mulai berteriak, ia kembali memberontak mencoba melepaskan dirinya dari genggaman dua orang yang memegangi tangannya dengan kuat, sementara ibunya sudah berhadapan dengan Ledonggowo.
“Lepaskan kami, Tuan. Apa yang kau mau dari kami? Kami hanyalah orang miskin yang tidak punya apa pun. Aku mohon belas kasihanmu, Tuan,” pinta ibu Jaka dengan sangat.
“Aku hanya menginginkan nyawamu. Itu saja! Atau kau ingin aku meminta yang lainnya?”
“Tidak, Tuan! Kumohon, ampunilah kami!”
“Iya atau tidak, aku yang putuskan. Kau tak ada hak untuk tawar menawar denganku. Paham!” bentak Ledonggowo.
Ibu Jaka menunduk sedih. Tidak ada harapan ia akan selamat. Ledonggowo mengamati ibu Jaka perlahan. Matanya menyimpan maksud yang tersembunyi.
“Atau begini saja. Mari kita bersenang-senang sebentar. Kau akan aku berikan kehidupan sebagai budakku, Bagaimana?” Ucapan Ledonggowo mulai mengendur.
Ibu Jaka terkejut mendengar ucapan Ledonggowo barusan. Ia mengernyitkan dahi mencoba menerka ucapan Ledonggowo.
“Apa maksud Tuan?”
“Kau tak usah berlagak tak tahu apa-apa. Aku tahu anak itu bukanlah anakmu yang sesungguhnya. Dan aku juga tahu sebenarnya kau belum pernah menikah.”
Ibu Jaka tersentak. Pikirannya mulai bercampur aduk. Dari mana Ledonggowo mengetahui statusnya? Siapa yang memberitahukannya? Tak ada yang pernah ia beritahu mengenai statusnya selama ini. Bahkan Jaka pun tak pernah ia beritahu.
“Tuan, siapa yang mengutusmu? Katakan siapa namanya?”
Ledonggowo menghampiri ibu Jaka. Melihatnya dengan tatapan yang melecehkan. “Kau tak perlu tahu siapa yang mengutusku.” Ledonggowo mulai berani menyentuhnya.
“Kalau kau mau, aku tak akan mengambil nyawamu, asalkan kau mau menyanggupi permintaanku. Kau akan kuberikan kehidupan yang lebih baik, bagaimana? Apa kau mau?”
“Aku menolaknya dengan jelas, Tuan.”
“Ayolah! Aku tahu kau membutuhkan seorang lelaki yang bisa memenuhi kebutuhan hidupmu.” Tangan Ledonggowo semakin berani.
“Tuan, aku sudah menolaknya. Jangan kira kami orang yang tak punya bisa seenaknya kau tindas dengan semena-mena.”
“Lancang juga mulutmu!” Ledonggowo mulai murka. “berani juga kau rupanya! Atau kau mau aku paksa bersenang-senang di sini?”
“Cuihh! Sampai mati pun aku takkan sudi menerima tawaran seorang bajingan biadab sepertimu!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Rusliadi Rusli
lanjut thor
2023-02-27
0
Asep Dki
semangat..semangat..thor..👍👍👍👍👍👍
2021-01-13
1