Ledonggowo melayangkan tamparannya kepada ibu Jaka. Keras. Begitu kasar. Namun bagi ibu Jaka itulah salah satu cara yang harus ia lakukan demi mempertahankan kehormatan dan harga dirinya.
Ledonggowo semakin murka. Amarahnya tak bisa dibendung lagi. “Dasar perempuan tak tahu diri! Berani-beraninya kau meludahi wajahku! Aku sudah berbelas kasih kepadamu, tapi kau semakin bertingkah.” sungut Ledonggowo penuh amarah. Tangannya mencengkram wajah ibu Jaka dengan kasar. “Rupanya kau sudah siap menghadapi ajalmu.”
“Coba saja kalau Tuan berani!” tantang ibu Jaka. “Lebih baik aku mati daripada harus menuruti perintahmu.”
“Dasar perempuan tak tahu di untung! Kau sudah cukup membuatku menahan amarahku. Aku akan kabulkan permintaanmu jika kau ingin mati. Bunuh dia!" teriak Ledonggowo.
Sebuah pedang dengan cepat tertancap di perut ibu Jaka. Darah segar bersimbah membasahi pakaiannya. Mengaliri pedang yang tertancap di perutnya.
Jaka, maafkan Ibu! Hatinya begitu sedih. Bukan karena ia akan mati atau ia akan berpisah dengan Jaka, melainkan sedih karena sebelum ia pergi tak bisa memberikan kehidupan yang layak kepada Jaka.
Jaka!.. Tubuhnya terjatuh seolah langit menimpa dirinya. Pandangannya mulai kabur. Disisa napasnya, ia hanya ingin melihat satu-satunya orang yang paling ia sayangi, Jaka.
Ledonggowo dan anak buahnya langsung pergi meninggalkannya. Menyisakan kesedihan yang tidak bisa diubahnya.
Ibu!! Suara yang tak asing dapat ia dengar dengan jelas. Sosoknya memburu ke arah dirinya beserta seribu ketakutan yang dimilikinya. Wajah yang selalu ingin ia pandang. Sosok yang sangat ia pentingkan melebihi dirinya. Alangkah tidak adilnya kehidupan atas dirinya. Tapi takdir yang memintanya demikian. Tak ada jalan lain selain menerimanya.
Pikirannya menerawang menembus sekat-sekat hamparan awan-awan di langit. Kedua matanya kian berat untuk memandang. Sepintas sosok dua orang yang sangat ia hormati berdiri di ujung seberang sana, seakan sudah lama menunggu kedatangannya.
"Tuan, Putri, maafkan aku! Tak bisa memberikan kehidupan yang baik untuknya. Tak mampu menjaganya dengan raga ini." Ia berucap lirih. Sosok di seberang hanya tersenyum seraya mengulurkan tangan. Ia ikut tersenyum. “Sekarang mungkin aku siap menyusul kalian ke surga.”
Ibu!.. Ibu!.. Apa yang terjadi padamu, Bu? Kau tidak boleh membiarkanku hidup sendirian, Bu. Jangan tinggalkan aku! Ibu.. Jaka mulai menangis. Tangisnya hampir memecahkan kesunyian. Ia terus mendekap perempuan yang membesarkannya dengan sepenuh hati sambil terus menangis.
“Jaka..” Kehangatan tangan penuh kasih membelai wajah Jaka. “kau jangan bersedih! Ingat pesan Ibu. Kau harus jadi anak yang tangguh. Kau harus bisa menghargai dirimu sebelum orang lain menghargaimu.”
“Aku tidak bisa, Bu. Aku masih ingin hidup dengan Ibu. Aku.. aku belum mau Ibu pergi. Ibu harus tunggu aku lihat tumbuh besar. Aku.. aku..” Jaka mulai kehabisan kata-kata. Ia tak tahu apa yang ingin ia ucapkan disela-sela tangisannya.
“Ibu tahu. Kau anak yang tangguh. Kau bisa menjalani hidupmu meskipun Ibu tak ada di sampingmu lagi.”
“Ibu jangan bicara begitu. Aku yakin Ibu masih bisa hidup.”
Ibu Jaka tersenyum. Senyum yang dapat ditunjukannya kepada Jaka untuk terakhir kalinya sebelum ia benar-benar pergi. “Kau harus jaga dirimu. Makanlah yang banyak. Kau harus tumbuh besar..”
“Tidak!! Ibu tidak boleh pergi..” Tangisannya kembali pecah.
“Ibu juga tidak ingin, tapi sudah waktunya Ibu pergi. Maafkan Ibu tak bisa melihatmu tumbuh besar.”
Berbarengan dengan itu ibu Jaka pergi untuk selamanya. Meninggalkan Jaka dalam balutan kesedihan.
“Tidak.. Ibu! Ibu!..” Jaka meraung. Tangisannya lebih keras dari sebelumnya. Ingin ia mengutuk dirinya sendiri yang tak bisa menyelamatkan ibunya. Gairah untuk hidup seakan hilang tiba-tiba. Desir angin yang berhembus menjadi saksi bisu Jaka mengiringi kepergian ibunya.
Lengkap sudah penderitaan Jaka Umbara. Tak ada kedua orang tua yang menemaninya tatkala ia di lahirkan. Ia bahkan sudah menjadi yatim piatu sebelum ia merasakan masa kanak-kanaknya. Orang yang seharusnya menjadi penjaganya malah mengusirnya hingga ke tempat yang jauh dari istana kerajaan. Ibu angkatnya yang telah membantu persalinan serta membesarkannya pun dibunuh di depan matanya sendiri oleh sekelompok orang atas perintah Raden Galuh Banaspati yang tak lain adalah pamannya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Rusliadi Rusli
keadilan akan datang nantinya
2023-02-27
0
Wira Yoga
Mudah2an menjadi pendekar yg jejam bg musuh2nya
2021-03-25
0
Asep Dki
😭😭😭😭
2021-01-13
1