Sean masuk kembali kedalam ruangan dan mendapati Kanaya yang sudah membuka matanya.
Kanaya meringis memegangi perut, Sean dengan panik langsung menghampirinya.
"Apa yang sakit?" Tanya Sean dengan raut wajah khawatir.
Kanaya melihat raut wajah tersebut merasa sedikit terharu, padahal mereka baru saja kenal tapi pria yang ada dihadapannya itu sudah mengkhawatirkan dirinya.
"Kamu kenapa bisa tiba tiba pingsan?, kalau kamu sedang sakit atau mempunyai riwayat penyakit serius mengapa tidak bilang dari awal"
"Enggak Tuan, saya sehat walafiat kok, cuman tadi mungkin karena saya belum makan saja dari kemarin" Ucap Kanaya sedikit malu diiringi senyum lebar.
Sean merogoh kantung celananya, mengambil handphone lalu menghubungi seseorang, tak lama datang beberapa pelayan membawa makanan.
Kanaya yang melihat berbagai jenis makanan dari mulai makanan pembuka hingga penutup tentu saja langsung berbinar. Tanpa menunggu waktu lama, ia menyantap hidangan tersebut dengan lahap. Tak memperdulikan Sean yang masih ada di ruangan itu.
Sean menatap Kanaya yang sedang makan secara lahap hanya mampu menghela nafas, gadis itu terlihat sangat kelaparan ia tak memperdulikan bahwa dirinya masih memakai gaun pernikahan.
Lihat saja cara makan nya yang bar bar juga kaki yang di tekuk keatas, seperti makan nya para preman. Sepertinya bukan keputusan yang tepat menjadikan gadis tersebut sebagai istri palsunya, entah bagaimana reaksi keluarga nya jika melihat tingkah laku Kanaya yang seperti itu.
Saat selesai makan Kanaya bersendawa yang suara nya lumayan nyaring, ia hanya menampilkan senyum lebarnya sambil menatap Sean, tentu saja yang ditatap hanya mampu menggelengkan kepalanya melihat kelakuan tersebut.
Setelan perutnya terisi otak Kanaya kembali mulai berjalan, ia mengingat semua ingatan yang seharusnya tak ia lupakan. Bu Ida, pasti wanita paruh baya itu kebingungan mencari nya.
Kanaya membuka handphone nya dan ada dua puluh panggilan tak terjawab, ia juga membuka WhatsApp dan benar saja banyak sekali pesan spam yang dikirim kepadanya.
Kanaya buru buru menghubungi nomor Bu Ida, ia harus meminta maaf perihal dirinya yang pergi begitu saja, sebenarnya bukan pergi cuman hanya berganti peran saja.
Tut...... Tutt.... Tutttt
Lama Kanaya menunggu akhirnya tersambung juga dan langsung dihadiahkan dengan teriakan yang begitu kencang.
"KANAYA, DIMANA KAMU.........."
Kanaya mengusap gendang telinganya yang terasa berdenging.
"Maaf Bu, Kanaya gak bisa kesana lagi soalnya tiba tiba aja diare" Ucap Kanaya sedikit menurunkan nada suaranya dan di lemas lemaskan, semoga saja wanita paruh baya itu percaya dengan ucapannya.
"Terus sekarang kamu dimana?"
"Kanaya sekarang masih di klinik Bu"
Terdengar dari suaranya gadis itu sepertinya sungguhan. Ibu Ida jadi tidak tega untuk memarahinya. Tadinya ia hendak melampiaskan segala kemarahannya karena menghilang begitu saja di tengah pekerjaan, juga akan memotong sebagian bayarannya biar tahu rasa. Tapi melihat kondisi nya yang demikian, beliau jadi tidak tega, apalagi Ibu Ida tahu kalau Kanaya hidup sebatang kara, tanpa orang tua juga kerabat.
"Kamu di klinik mana biar Ibu kesana, sekalian ngasih bayaran hari ini"
Kanaya ketar ketir mendengar nya, ia harus mencari alasan jangan sampai kebohongan nya terbongkar.
"Gak usah Bu, ini juga udah mendingan. Sebentar lagi juga mau pulang lagi nungguin gojek, Ibu bisa transfer saja ke nomor rekening yang biasa"
"Beneran udah mendingan?" Tanya Bu Ida kembali memastikan.
"Iya Bu"
"Yaudah Ibu transfer ya, tadinya mau ibu potong karena cuman kerja setengah hari, tapi karena kondisi kamu seperti itu jadi Ibu bayar full saja sekalian untuk bayar berobat kamu"
Mendengar ucapannya, Kanaya jadi merasa bersalah telah membohongi wanita paruh baya tersebut.
"Makasih Bu, nanti kalau Kanaya punya uang banyak pasti Kanaya akan belikan kue kesukaan ibu, Kanaya janji"
"Iya saya tunggu, yasudah kalau gitu kamu istirahat. Ibu juga mau lanjut bekerja"
Telepon telah terputus dan satu notifikasi masuk dari rekening bank nya.
Kanaya cukup terkejut dengan nominal yang diberikan oleh Bu Ida kepadanya. Dia mendapatkan satu juta, itu bayaran terbesar selama dirinya membantu Bu Ida selama ini.
Tak lama dari itu, handphone Kanaya berdering dan ternyata itu dari pemilik kontrakan.
"Hallo"
"Kanaya, barang barang kamu sudah saya keluarkan. Jadi cepat ambil, soalnya besok mau langsung ditempati oleh penghuni barunya, saya memberitahu kamu karena takut nya barang barang kamu kehujanan, kalau gitu saya tutup."
Telpon hampir di tutup jika Kanaya tidak segera menghentikan nya.
"Bu tunggu dulu, saya bayar sekarang juga"
"Silahkan, tapi kamu harus tetap pergi dari sana"
"Beserta tunggakan nya"
"Itu sudah jadi kewajiban kamu, tapi kamu harus tetap angkat kaki"
"Serta satu tahun ke depan"
"Oke, barang barang kamu saya kembali masukkan, saya bantu sekalian bereskan sepertinya kamar kamu cukup berantakan, saya juga bantu kirimkan cucian kotor kamu ke laundry depan"
"Kalau gitu saya kirim ke nomor rekening yang biasa kan Bu"
"Iya kirim ke nomor rekening yang biasa, yasudah kalau gitu saya mau bereskan kamar kamu dahulu"
"Oh iya Bu, itu genting nya kalau hujan suka bocor"
"Besok saya akan memanggil tukang untuk memperbaiki nya"
"Kalau gitu saya tutup, terima kasih Bu"
"Sama sama"
Kanaya bernafas lega, hampir saja dia kehilangan tempat tinggal nya. Tapi bukankah dirinya sudah menjadi istri konglomerat, walaupun palsu pasti dirinya akan tinggal di rumah mewah, walau tidak di rumah mewah setidaknya di apartemen mewah atau bisa juga penthous, membayangkan nya saja sudah bisa membuat Kanaya tidak sabar.
Sean menatap istri barunya yang sedang bengong sambil senyum senyum sendiri membuat dirinya merasa merinding, apakah istri palsu nya tersebut memiliki gangguan jiwa, kalau iya bisa tamat riwayatnya.
Sean mendekati Kanaya dengan hati hati, lalu dirinya menusuk nusuk lengan Kanaya dengan jari telunjuknya, untuk menyadarkan gadis tersebut.
Merasa ada sentuhan pada lengannya, Kanaya menoleh dan mendapati wajah Sean yang seperti sedang menyimpan banyak sekali pertanyaan.
"Kenapa Tuan?"
"Kamu tidak apa apa?"
"Memangnya saya kenapa?"
Tuh kan biasanya kalau orang normal jika ditanya akan menjawab, sedangkan istri palsunya malah bertanya balik kepadanya.
"Habis ini kita kerumah sakit"
"Untuk apa?, oh pasti Tuan mengkhawatirkan saya karena pingsan tadi. Sudah saya katakan, saya tidak apa apa, itu tadi hanya efek belum makan saja"
"Pokoknya kamu harus kerumah sakit" Sean harus memastikan bahwa istri palsu itu benar benar sehat, baik secara fisik ataupun mental
"Baiklah kalau itu yang Tuan mau, saya tidak akan menolak niat baik seseorang"
"Cepet ganti baju kamu, saya menunggu di luar"
"Emang sekarang"
"Kamu pikir tahun depan!" Ucap Sean sedikit menaikkan intonasinya
"Santai aja kali Tuan ngomong nya, ngegas amat"
Sean menarik nafasnya dalam dalam, ia kemudian keluar dari ruangan tersebut "JANGAN LAMA LAMA ATAU KAMU SAYA TINGGALKAN" Teriak Sean dari luar.
"Kalau ditinggalin terus yang mau diperiksa siapa, kan gue pasien nya. Ada ada aja sih tuh bujang tua" Ucap Kanaya sambil berganti pakaian.
BERSAMBUNG.....
Jangan lupa untuk like komen dan subscribe.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments