☘️Teman sejati dialah yang selalu memberi nasehat ketika melihat kesalahanmu dan dia yang mau membelamu disaat kamu tidak ada. ☘️
{Ali Bin Abi Thalib}
🍂🍂🍂🍂
Disebuah rumah yang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil, Dua orang laki-laki sedang berbincang-bincang di ruang tamu.
Seorang wanita keluar dari dapur dan membawa nampan berisikan teh hangat dan aneka camilan.
"Ran, Terimakasih Karena Kamu dan Bagas sudah menjemputku di bandara." ucap Dimas.
Rani hanya tersenyum dan mengangguk.
"Dim, Apakah kamu nggak merasa bersalah sedikitpun padanya?" tanya Bagas kemudian matanya menatap istrinya yang sedang menaruh minuman di atas meja.
Dimas hanya diam didalam benaknya ia bukan hanya merasa bersalah tapi juga merasa akan mendapatkan penolakan yang menyakitkan.
"Dim, Saat ini sudah ada yang lelaki yang dekat dengannya." ucap Rani ikut menimpali.
"Aku pasrahkan kepada Allah, Ran. Jika memang Dia bukan jodohku aku ikhlas. aku juga menyadari kesalahanku." jawab Dimas lesu.
"Tetapi Arum pernah berkata padaku, bahwa dia belum melupakanmu, Tapi jangan berharap lebih padanya. Apalagi setelah kamu mengiriminya pesan yang sangat menyakiti perasaannya." ujar Rani sinis.
"Kalau aku jadi dia aku tidak akan mau menerimamu lagi." Bagas ikut menimpali dengan nada meremehkan.
Rani pun menyikut lengan suaminya. Rani dan Bagas menikah satu tahun yang lalu. dan kini Rani sedang mengandung 7 bulan anak kedua setelah sempat keguguran.
"Bukan, seperti itu Yang. Maksudku mana ada di jaman sekarang yang rela masih menunggu tanpa kepastian. Sedangkan yang pasti-pasti aja, mencari yang lain." sambung Bagas.
"Aku akan mengatur pertemuan kamu dan Arum." Rani memberikan perkataan yang membuat Dimas merasa lega atas sahabat yang satu ini, Meskipun sempat kecewa padanya tapi Rani masih mau membantu untuk dekat lagi dengan Jogjanya.
"Hanya pertemuan, selebihnya Kamu usaha sendiri!" Rani seketika melunturkan senyum di wajah Dimas.
"Tuh denger harus ada pengorbanan dong, iya ndak Yang." jawab Bagas sambil mencolek dagu Rani. Rani pun tersipu malu.
"Nggak lihat sama yang masih jomblo?" Dimas salah tingkah.
"Iiiih salah mu sendiri, udah di ngasih harapan di tinggal pergi gitu aja. Aku mah emoh," Bagas terus saja menyudutkan Dimas.
"Sudah, sudah. Dim sebenarnya apa sih yang terjadi selama kamu di sana? udah nggak ngasih kabar, udah gitu ngirim pesannya ke Arum begitu menyakitkan." tanya Rani
"Iya Dim biar kita nggak salah paham lagi sama kamu? kamu sih pergi tanpa memberi penjelasan?" imbuh Bagas.
Akhirnya karena Bagas dan Rani terus menyudutkannya, Dimas pun menceritakan semua yang terjadi di negri tirai bambu, termasuk meninggalnya sang Mama satu tahun lalu.
Dan Dimas pun tak lupa menceritakan saat dirinya berhijrah di tanah Mesir.
"Kenapa waktu itu kamu tidak langsung ke Indonesia saja?" tanya Bagas cerewet.
"Aku ingin kembali tapi menjadi Dimas yang baru yang lebih baik lagi, kalaupun Arum bukanlah jodohku, mungkin Allah sudah mempersiapkan jodoh yang terbaik untuknya." jawab Dimas.
Setelah berbincang-bincang cukup lama,
Terdengar azdan dhuhur, mereka bertiga pun melaksanakan sholat dengan di imami Bagas.
🍂
Rumah Arum
Sehabis sholat ashar, Seperti biasa Arum akan pergi mengajar les private di pendopo balaidesa setempat.
"Bu Arum berangkat dulu, Assalamualaikum." salam Arum lalu mencium tangan ibunya.
"Waalaikumsalam, wangsule saderenge Maghrib. (Pulangnya sebelum Maghrib). ucap Ibu.
"Nggeh Bu. ('iya Bu.") jawab Arum lalu berjalan keluar rumah.
Di tempat les privat Arum mulai memberikan pelajaran bagi anak-anak yang mengikuti pelajarannya. Anak-anak pun mendengarkan penuturan yang Arum ajarkan.
Jauh dari Arum mengajar anak-anak ada seorang lelaki yang terus mengamatinya, bahkan sebelum Arum datang pun ia sudah menunggunya.
"Rum Aku ingin menemuimu, tapi apakah kau membenciku." gumamnya.
Arum pun tidak sengaja menengok ke arah kiri, di depan luar pagar ia melihat seorang lelaki berdiri seperti sedang memperhatikannya. Arum pun menoleh kepada anak-anak, ketika ada anak yang yang memanggilnya untuk menanyakan soal.
Ketika Arum sudah menjelaskan kepada anak itu. Arum kembali menengok ke arah kiri lagi. tetapi lelaki yang tadi seperti sedang memperhatikan Arum sudah tidak ada.
"Kenapa aku selalu seperti melihat bayangannya?" batin Arum
Pukul 17: 00 Arum pulang.
"Assalamualaikum." Salam Arum Saat memasuki rumah.
"Mbak udah pulang toh?" tanya Alif.
"His.., kamu itu kebiasaan yo, ndak jawab salam dulu," jawab Arum.
"Waalaikumsalam. hehehe," jawab Alif cengengesan
"Ibu teng pundi Lif? (Ibu di mana Lif?)
"Iku loh Ibu teng dapur taksih masak. (Itu loh Ibu di dapur lagi masak).
"Oke." jawab Arum lalu masuk ke kamar menaruh tasnya terlebih dahulu.
Setelah Arum keluar kamar, bukannya ke dapur. Arum malah ke halaman rumahnya mengambil selang dan menyalakan air lalu menyirami tanamannya.
"Halo kembang-kembangku piye kabare? (Halo bunga-bungaku gimana kabarnya?") Arum seperti biasa menyapa bunga-bunganya. aneh memang.
"Masya Allah toh Mba, Mba iki kebiasaan aneh kok ndak diilangne. (Masya Allah Mbak, Mbak ini kebiasaan aneh kok enggak dihilangkan.") Alif meledek.
Arum hanya tersenyum, tanpa menjawab ledekan Alif.
"Mbak sebenarnya aku melihat Mas Dimas di balaidesa sedang melihat mba sedang mengajar, dia sudah kembali." batin Alif memandangi Arum.
"Kamu kenapa Lif, kok bengong?" tanya Arum penasaran melihat adiknya melamun.
"Ndak papa Mba." Alif pun masuk kedalam rumah. Arum pun mematikan kran dan menyusul Alif kedalam kemudian Arum menuju kedapur membantu Ibunya memasak.
🍂
Di suatu hari. Pagi di hari minggu.
"Assalamualaikum." salam seorang wanita.
"Waalaikumsalam Rani." jawab salam Ibu. Ibu pun mempersilahkan Rani masuk.
"Kamu datang sama siapa?" tanya ibu yang celingak-celinguk tapi tidak ada orang yang mengantar Rani. hanya ada tetangga yang lewat.
"Sama Mas Bagas Bu, tapi Mas Bagas pergi, ada jadwal mengajar di hari minggu. maaf ya Bu tadi Mas Bagas ndak sempat pamit." balas Rani
"Ndak papa, ya udah kamu di sini aja sambil nunggu Bagas jemput kamu." kemudian Ibu pun mengajak Rani berjalan ke arah pintu belakang rumah dengan menggandeng lengan Rani. Mengingat kondisi Rani yang sedang hamil.
"Arum sedang ada di belakang rumah, biasa dia sedang menanam bunga." jelas Ibu.
Rani pun terkekeh dengan kebiasaan yang tidak pernah berubah dari Arum. sejak pertama kali mengenalnya sampai saat ini kebiasaan orang itu tidak pernah berubah.
"Assalamualaikum Rum." salam Reni saat tiba di taman belakang.
"Waalaikumsalam, Rani kamu datang sama siapa." tanya Arum
"Sama Mas Bagas, tapi dia sedang mengajarkan mata kuliah di hari minggu." kata Rani, Bagas adalah dosen jadi kapan pun waktu bisa saja pas di hari minggu.
"Ibu tinggal dulu ke dapur ya mau buat minum." Arum dan Rani pun mengangguk.
"Rum, ini ada yang mau melamar kamu," seru Rani heboh.
Arum tidak menanggapinya dengan serius. Arum malah sibuk menaruh tanah ke dalam pot.
"Siapa lagi? sudah berapa orang yang mau kamu coba jodohkan denganku, tapi gagal. sudahlah Ran.!"
"Rum, yang ini kamu pasti tidak akan menolaknya." Rani begitu antusias.
"Oh yaaaa?" Arum meledeknya.
Rani tidak tahan dengan sikap acuhnya. Dia menarik Arum.
"Kamu pasti cocok dengan yang satu ini dan akan sulit menolaknya.” seru Rani antusias.
Wajah Arum masih tidak berekpresi.
"Percayalah.!" kata Rani lagi, berharap Arum mempercayainya.
Arum hanya terkekeh. "Oke, bawa dia ke rumah ini. Temui kedua orang tuaku. Kalau mereka suka aku akan menikah dengan dia."
"Serius.?" sahut Rani.
Dengan santai, Arum mengangkat kedua bahunya. Arum tidak mau ambil pusing dengan masalah perjodohan ini. Baginya kini, pandangan orangtuanya untuk jodohnya, Arum sudah sangat cukup untuk menjadi landasannya menerima lelaki itu.
Akan tetapi, saat ini Arum menyangsikan kembali usaha Rani dengan calon terbarunya. Arum tidak terlalu peduli.
#
Keesokan harinya yang dijanjikan Rani datang. Laki-laki yang hendak di jodohkan dengan sahabatnya, Datang dan menemui kedua orangtua Arum. Ia sama sekali tidak menemuinya. Arum pura-pura sibuk dengan data-data siswa di sekolah.
"Arum.!" panggil Rani masuk ke kemar Arum.
"Kenapa tidak keluar dan menemui calon suamimu?" seru Rani.
"Calon suami? Kamu pasti bercanda. Calon suami siapa?" Arum masih enggan untuk menanggapi ucapan Rani.
"Kamu bilang kamu akan menikah dengan lelaki yang disetujui orangtuamu kan? Dia diruang tamu. Orangtuamu menyetujui lelaki ini." kata Rani, mengingatkan kembali ucapannya tempo lalu.
Arum spontan, "Apa? Emang siapa sih?"
"Lihat deh ke luar." sahut Rani.
Arum jadi penasaran siapa gerangan lelaki yang disetujui orangtuanya untuk menikahinya. Selama ini, orang tuanya tidak dengan mudah meloloskan lelaki yang berani melamar, ada saja yang kurang dari mereka. apa kali ini mereka sudah menyerah dan pasrah pada siapa pun yang datang melamarnya karena faktor umur, sehingga dengan mudah menerimanya.
Arum bergegas ke ruang tamu dan menemukan seseorang yang tidak asing lagi di hadapannya dengan penampilan yang sedikit berbeda.
"Dimas.?!!!"
#
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Jumadin Adin
masa langsung di terima dimasnya
2021-11-16
0
chonurv
bung : Pangestu, mbak Arum. Amargi mbak Arum Maringi tuyo mbendinten, Kula sekalian rencang-rencang esaged sehat lan seger
2020-12-23
0
Sunarti
ooh akhirnya Dimas melamar arum
2020-11-10
3