☘️ *Rindu Tak haram tapi mampu melalaikan hati sebab itu bila merasa rindu ucaplah.* ☘️
{ Ma Fi Qalbi Ghairullah } 🌸
{Tiada di hatiku melainkan Allah}
🍂
Hari-harinya kini dilalui dengan sarat kehampaan, dan Arum masih menyandang predikat si lajang. Bukan inginnya untuk tetap menyendiri. Bukan maunya untuk tetap menyepi.
Arum masih sama dengan aktifitasnya, Rani sudah menikah dengan seorang Dosen tiga tahun bertunangan sudah cukup untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius.
Dan selama ini Arum hanya dekat dengan seorang lelaki yang hanya ia anggap teman biasa. Meskipun ada usahanya untuk bisa dekat dengan Arum.
Tetap saja perasaan Arum tidak juga ada rasa untuk lelaki itu. Arum memahami kesalahannya yang tidak juga bisa membuka lagi hati untuk yang lain.
Masih tetap bodoh menunggunya,.
"Rum yuk, kita ke kedai es krim." Alfin membuyarkan lamunannya yang sedang duduk di bangku sebelah lapangan basket sekolah.
"Baiklah," mungkin dengan menerima ajakannya Arum bisa sedikit membuka hati.
"Tapi tidak berdua." sambungnya lagi
"Oke." jawab Alfin tersenyum. "Kita ajak adikmu saja?"
Arum pun menelpon Alif, setelah bercakap-cakap sejenak dengan adiknya di sambungan telepon.
"Baiklah sepulang sekolah dia mau." sesudah Arum menutup telepon dan menaruh ponsel di saku rok panjang yang ia pakai.
"Arum masih belum adakah perasaan mu untukku?" Arum pun berdiri dan hendak berjalan, namun suara Alfin menghentikan langkahnya mendapatkan pertanyaan dari Alfin.
Arum menoleh kehadapan lelaki itu dan tersenyum, senyum yang manis. "Maaf Pak, kita sedang berada di sekolah."
Alfin kembali mengingat saat hampir saja dirinya terserempet mobil dan Arum lah orang yang telah menolongnya. Dan usahanya untuk bisa dekat dengan Arum. Saat itu...
flashback
Suatu hari di sore hari, seorang lelaki turun dari mobilnya hendak ke ATM yang berada di sebrang jalan. Dari arah berlawanan ad sebuah motor yang melaju kencang tanpa bisa ia hindari akhirnya lelaki itu pun terserempet dan jatuh tersungkur.
Sontak orang-orang yang melihat pun mengerumuni dan berniat menolong lelaki itu.
Arum yang baru selasai membeli soto pun kaget dan menjatukan soto yang baru di belinya.
Arum melihat kecelakaan tak jauh dari tempatnya berdiri mengenali orang yang menjadi korban kecelakaan.
Arum berlari, menghampiri dan langsung memanggil taksi. "Pak tolong angkat dia ke taksi, dia temen saya Pak." begitu Arum meminta tolong kepada orang-orang yang berkerumun.
Sesampainya di rumah sakit, Arum masih menunggu dokter yang menangani lelaki itu.
"Bagaiman Dok?" tanya Arum setelah melihat dokter keluar dari kamar pasien.
"Dia baik-baik saja, hanya mengalami beberapa lecet di tubuhnya." jawab dokter
"Lalu kenapa dia tak sadarkan diri?," tanya Arum lagi dengan nada khawatir.
"Dia cuma syok, dan sebentar lagi siuman. baiklah saya tinggal dulu" jawab dokter
"Terimakasih dok," jawab Arum
Dokter itu pun berlalu meninggalkan Arum. kemudian Arum masuk menghampiri lelaki itu. Di tatapnya wajah yang terlihat sendu dan menenangkan.
"Gimana wajah saya tampankan?" suara lemah yang terdengar dari mulut lelaki itu pun sontak membuat Arum terkejut.
"Syukurlah Bapak sudah sadar."
"Jangan panggil saya Bapak, saya bukan Bapak kamu.! jawab lelaki itu datar
"Lah masih sakit aja, sikapnya masih begitu dingin." babin Arum
Seolah tahu bahwa Arum sedang membicarakan dirinya di hatinya. lelaki itu pun kembali bicara. "kenapa lagi batin yah?"
Tidak ada jawaban dari Arum yang yang terkejut lelaki itu tahu bahwa dirinya sedang membatin.
"Terimakasih, karena kamu sudah menolong saya." lelaki itu kembali bersuara.
"Sama-sama Pak." jawab Arum.
"Sudah saya bilang jangan panggil saya Bapak."
"Tapi Pak?"
"Di luar sekolah kamu boleh memanggilku selain dari sebutan itu."
Arum nampak berpikir, "lalu Aku harus memanggilnya dengan sebutan apa tidak mungkin kan aku menyebut namanya aja." batin arum."
"A'a.?" sebut Arum takut salah.
"Saya bukan orang Sunda." jawab lelaki itu
memangnya hanya orang sunda yang boleh menggunakan kata itu." gumam Arum
"Lagi lagi kamu membicarakan saya dihati kamu."
kok dia bisa tau, jangan-jangan dia bisa membaca hati seseorang." batin Arum
"Lalu saya harus panggil Bapak apa?" tanya Arum.
"Mas.!" tegas lelaki itu
"Mas!.." ulang Arum yang bingung dengan panggilan itu
"iya, saya kan orang Jawa." jawab lelaki itu enteng.
"untung dia kepala sekolah, kalau bukan karena segi kemanusiaan. aku sudah dari tadi pulang ke rumah." gumam Arum
Alfin Ismail Marzuki 30 tahun lelaki blasteran Arab, kepala sekolah tempat Arum mengajar. Sikapnya dingin, cuek dan tetap cool. ketampanannya seperti artis turki. Sedikit berewok, warna kulit eksotis tidak putih seperti kebanyakan orang Arab. Kecerdasan yang dia miliki itulah kenapa di usia yang masih muda ia di angkat menjadi kepala sekolah.
"Maaf P..Pak.. ehh M..Mas, saya tidak tahu cara menghubungi keluarga Anda?" suara Arum sedikit tergagap.
"Tidak apa, saya sudah merasa baikan. dan jangan terlalu formal dengan menyebut saya 'Anda'." jawab Alfin datar
"Lalu bagaimana jika saya pulang, siapa yang menjaga Mas Alfin disini?" tanya Arum yang melihat keadaan hari sudah mulai petang.
"Saya bisa menjaga diri saya. jika kamu akan pulang, maka pulanglah." jawab Alfin yang berusaha susah payah untuk duduk.
Arum yang merasa kasihan pun tidak tega untuk membiarkan Alfin sendiri. "Pak..ehh Mas Alfin ndak menghubungi keluarganya."
"Ponsel saya tertinggal di dalam mobil." Arum pun kembali bingung.
"Ya udah Mas Alfin pakai ponsel ku aja, ingat kan nomor keluarga Mas Alfin?" Alfin hanya menggeleng tanda ia tidak ingat nomer-nomer ponsel keluarganya hanya nomer ponsel dirinya saja.
"hadeech piye iki? 'hadeech gimana ini?" gumam Arum.
Tak lama terdengar dering ponsel Arum. Arum pun mengambil benda pintar itu dari dalam tasnya. Tertera nama Pak Rahman penjaga sekolah.
"Assalamualaikum." sapa Arum setelah menggeser tombol hijau
"Waalaikumsalam Mba. Ini paketan buku dari pusat sudah datang Mba Arum, saya sudah coba menghubungi Pak Alfin tapi tidak di jawab." jawab Pak Rahman
"iya, tolong taruh saja di ruangan Pak Alfin nanti besok biar saya yang cek." jawab Arum yang melospeker volume suara. dan petunjuk dari Alfin yang sudah mendengar.
"Pak Alfin juga barusan dapat musibah beliau kecelakaan dan deliau bersama saya." sambung Arum.
"Inalillahi wa innailaihi rojiun." *ini adalah jawaban ketika seseorang yang mengalami sebuah musibah ataupun kematian.
"jawab Pak Rahman kaget. "Lalu bagaimana dengan kondisinya Mba Arum." sambung Pak Rahman.
"Alhamdulillah Pak Alfin baik-baik saja. Pak apakah Pak Rahman tahu alamat ataupun nomer telepon dari keluarga Pak Alfin. Ponsel beliau tertinggal dimobil." jawab Arum yang sekaligus bertanya.
"Iya, saya tahu nanti akan saya hubungi." Pak Rahman pun mengakhiri percakapan setelah menjawab salam dan menanyakan alamat rumah sakit.
"Nanti akan saya traktir sebagai tanda terimakasih." suara Alfin memecah kecanggungan di antara mereka, karena dalam ruangan itu hanya mereka berdua setelah suster yang mengecek kondisi Alfin keluar.
"Tidak perlu Pak.., Ehh Mas saya ikhlas sebagai sesama manusia kan harus saling tolong menolong." jawab Arum canggung, yang tengah duduk di sofa dalam ruangan agak jauh dari Alfin beristirahat.
"Saya akan tetap mentraktir kamu, saya janji setelah saya pulih." tegas Alfin yang seolah tidak ingin di bantah.
Setelah keluarga Alfin, tepatnya Ibunya Alfin datang Arum pun pamit setelah memberi salam. dan tak lupa Ibunya Alfin mengucapkan kata Terimakasih.
🍂
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
ik@
memang sudah untuk membuka hati ya Arum... apa lg untuk menerima cinta yg baru
2021-02-18
0
Jepri Sal
disini aku baru mulai paham alur ceritanya thor,awalnya aku sedikit bingung bacanya hehehe
sorry aku agak lambat paham ceritanya tpi aku suka kok
semangat buat author ea jangan berhenti berkarya apalagi ada bahasa jawanya suka banget aku
2020-11-13
3
Sunarti
epetbterus pak alfin
2020-11-10
1