Luna dan Dio duduk berdampingan, posisi tempat duduk pun sudah di atur sedemikian rupa oleh Latif. Luna dengan telaten mengisi piring kosong dengan nasi dan berbagai macam lauk yang ada disana, lalu di berikan nya pada Dio.
"Makasih." Ucap Dio dengan datar.
"Gimana? Enak kan ada istri, ada yang layanin kamu." Ucap Latif.
Dio hanya membalas senyuman terpaksa, sambil menyendokan makanan ke mulutnya.
Acara makan bersama selesai, setelah itu mereka berbincang sebentar ... Dan seperti biasa, Ervina tidak ikut bergabung dengan alasan capek karna acara kemarin.
Bimo dan lestari pamit untuk pulang, karena jika terlalu lama disini rasanya agak sungkan.
Luna memeluk lestari dengan erat, tak terasa wanita itu meneteskan air matanya. "Loh kok nangis?" Tanya lestari.
"Luna sedih aja, pisah sama mama papa."
Tentu saja pemandangan ini di saksikan oleh Latif dan Vadio, tidak ada sedikit rasa peduli pada diri Vadio yang melihat istrinya sedang menangis tersedu saat akan berpisah dengan kedua orang tuanya.
"Vadio akan mengisi ruang kosong kamu Luna, kamu tidak akan merasa sendiri disini." Ucap Latif menghibur.
Tapi ini tidak seindah yang papa mertua kira. Batin Luna.
Bimo dan Lestari pun akhirnya pergi meninggalkan mansion setelah usai berpamitan.
"Dio, ajak istri kamu ke kamar. Tenangkan dia ... " Ucap Latif.
Pria itu tidak mengindahkan omongan papa nya, Dio melenggangkan kakinya sendiri masuk ke dalam mansion, meninggalkan Luna yang masih mematung di depan pagar, padahal mobil orang tuanya sudah tidak terlihat.
Latif berdecak melihat kelakuan anak bungsunya itu, untungnya Vadio tidak melakukan itu di hadapan Bimo dan Lestari.
"Luna, ayo ... Masuk kamar, istirahat lagi, kamu pasti capek kan?" Ajak Latif dengan lembut.
Luna mengangguk, lalu perlahan berjalan memasuki mansion.
***
Kembali pada Vadio, pria itu membuka Laptopnya untuk memeriksa pekerjaan di kantor.
Luna masuk ke kamar, wanita itu berjalan perlahan lalu duduk di atas ranjang dengan punggung bersandar.
"Ngapain disini?" Ucap Dio ketus.
"Istirahat, aku capek. Badanku sakit." Ucap Luna dengan suara lemahnya.
"Ya tapi jangan disini, aku risih ... " Sahut Dio yang mendorong punggung Luna menggunakan sebelah kakinya.
Luna mengalah, wanita itu pergi ke balkon kamarnya, kebetulan ada dua kursi dan satu meja, di satukan kedua kursi tersebut untuk sandaran punggung dan satunya lagi untuk meluruskan kedua kakinya. "Hm begini lebih baik." Ucapnya sambil memejamkan mata dan menikmati angin yang berhembus.
Satu jam kemudian, Dio sudah selesai dengan aktivitas nya, pria itu menutup laptopnya, di lihatnya sekeliling kamar, tidak ada tanda keberadaan Luna.
"Dimana orang itu?" Gumam Dio.
Di luar kamar dan seluruh mansion tidak ada tanda keberadaan Luna, sedangkan menurut informasi dari pelayan disana bahwa mama dan papa nya sedang beristirahat di kamar, jadi tidak mungkin Luna ada disana.
"Jangan jangan kabur. Gawat ... !!!" Dio bergegas ke kamar untuk bersiap mencari Luna di luar mansion, tetapi tiba tiba langkahnya terhenti saat melihat sebelah tangan yang menggantung di kursi depan balkon.
"Disana rupanya." Dio menghampiri Luna ke arah balkon, di lihatnya Luna sedang tertidur pulas dengan dua kursi yang dijadikan satu.
"Oke lah, yang penting dia gak kabur." Ucap Dio yang kembali masuk kedalam kamarnya.
Vadio memandang layar ponselnya, di usap nya lembut foto yang menjadi wallpaper utama nya itu. Sayang, harusnya aku sama kamu sekarang, banyak planning yang udah kita buat, gak ada satupun yang tercapai, kok kamu tega sih? Ucap Dio dalam hatinya.
Dio tertidur dengan ponsel yang menempel di dada nya, Mauryn belum tergantikan oleh siapapun, walaupun Vadio sudah menikah, tapi sepertinya tidak ada lagi tempat kosong di hati Vadio untuk Luna, semuanya terisi penuh oleh Mauryn.
*Suara kamar di ketuk.
"Tuan Dio, Tuan dan nyonya besar sudah menunggu di meja makan untuk makan siang bersama."
Dio membuka pintunya, "Iya, nanti saya menyusul." Ucapnya pada pelayan yang menyampaikan informasi.
"Ck ... Lagi lagi harus nunggu cewek ini." Dio berjalan ke arah balkon, pria itu menggoyangkan bahu Luna dengan kasar, sehingga Luna terbangun karena kaget dengan mata yang memerah.
"Hah ... Kenapa? Ada apa?" Ucap Luna yang linglung.
"Cuci muka, mama papa nyuruh makan siang bareng, cepet! gak pake lama."
Luna berjalan gontai ke arah kamar mandi, untuk membasuh muka nya agar terlihat sedikit segar.
Makan siang bersama pun berlangsung cukup hangat, Luna sangat nyaman jika ada Lutfi di dekatnya, karena hanya mertua lelakinya itu yang memperlakukan Luna dengan baik disini.
"Pah, mah ... Dio mau bawa Luna ke apartemen Dio. Malam ini." Ucap Dio secara spontan.
Luna membulatkan matanya, kaget? Iya ... Wanita itu tidak menyangka akan secepat ini hidup berdua dengan Dio.
"Kok mendadak sekali?" Ucap Latif.
"Ini sudah keputusan bersama pa." Dio berbohong untuk mempercepat persetujuan dari papanya.
"Benar Lun?" Ucap Latif memastikan.
"Hah?... Ng iya pa." Ucap Luna sambil memandang wajah Dio yang terus melihat ke arahnya.
"Gimana mam?" Latif meminta pendapat Ervina yang sedari tadi tidak mengomentari apapun.
Ervina mengangguk, "Rumah tangga mereka, terserah mereka pa."
"Baiklah, ... Luna, kalau Dio memperlakukan kamu dengan tidak baik, jangan sungkan untuk bicara dengan papa."
Luna tersenyum kikuk, "I-iya pa."
***
Luna sudah memberitahukan kabar kepindahan nya pada kedua orang tuanya, dan langsung mendapat persetujuan. Karena kedua orang tuanya sangat yakin, Dio akan menjaga anak satu satunya itu dengan baik.
Di apartemen.
Luna menarik kopernya yang besar tanpa bantuan Dio, pria itu melenggangkan kakinya dengan cepat dan masuk ke dalam kamar, Luna otomatis mematung di depan pintu kamar yang baru saja Dio masuk ke dalam nya. Terus aku gimana? Batin Luna.
Luna memberanikan diri membuka pintu kamar, dan menampilkan Dio yang sedang melepas bajunya "Aaaaaaaaakkk" Luna dan Dio sama sama berteriak.
"Ngapain ?!!!!!" Teriak Dio.
"Aa-aaku bingung, kamarku dimana?" Ucap Luna sambil menutup mata dengan jari tangannya.
Dio menarik tangan Luna dengan kasar menuju luar kamarnya.
"Jangan sekali kali lancang seperti tadi masuk ke dalam kamarku, Ingat itu !"
"Lepas !" Ucap Luna menarik lengannya dari genggaman Dio.
Dio masuk ke dalam ruangan, yang ternyata itu adalah kamar kosong yang tidak sangat tidak terawat.
"Disini kamar kamu. Aku harap kamu tau batasan dan sadar posisi kamu disini sebagai apa, hanya sebatas istri untuk membahagiakan orang tua, tidak lebih."
Luna memalingkan wajah lalu menganggukan kepalanya dengan perlahan. "Ya aku sangat tau itu." Ucapnya.
"Baiklah, tolong hargai privasiku disini, jangan pernah ikut campur tentang kehidupan pribadiku. Begitu juga aku ... aku tidak akan menggangu privasimu." Ucap Dio.
"Jika di rasa sudah selesai berbicara, kamu boleh keluar."
Luna menadahkan tangannya ke arah pintu kamar yang terbuka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Ririn Nursisminingsih
ayo luna jg lmbek balas dong dio
2024-11-17
0
Jamayah Tambi
Suami apa gitu.Kekasihmubsudah mati.Kamu hanya hidup dengan kenangannya saja.Hanya bayang2.Tidak real
2024-10-08
0
blecky
sabar Luna buat dia jtuh cinta tp jgan mudah memaafkan
2024-06-04
2