"Terimakasih pak Latif untuk waktu dan kesempatan yang di berikan kepada perusahaan kecil saya, kalau bukan karena kebaikan bapak, perusahaan saya tidak akan di kenal oleh para investor." Ucap Bimo setelah menyelesaikan jadwal meetingnya dengan Latif.
"Jangan berlebihan pak Bimo, semua ini karena kerja keras bapak dan team." Sahut Latif sambil tertawa.
Kedua paruh baya itu belum kembali ke kantor, mereka adalah teman lama sewaktu kuliah dulu, Latif dan Bimo sama sama berjuang dari nol, mungkin nasibnya saja yang sedikit berbeda dalam hal ekonomi.
"Bagaimana kabar keluargamu sekarang? Terakhir saya datang berkunjung saat istri kamu melahirkan di rumah sakit, saya ingat betul, saat kamu kesusahan menggendong bayi laki laki mungil itu sampai bercucuran keringat karena grogi." Ucap Bimo bernostalgia sedikit.
Latif menyesap kopi sedikit, lalu meletakkannya kembali di atas meja. "Kamu ini, masih ingat betul kekonyolan saya."
"Oh ya, gimana kabarnya ... Siapa nama anakmu, lupa saya." Bimo menggaruk keningnya menggunakan jari telunjuknya.
"Anak pertama saat kamu menjenguk, Namanya Vian dia sekarang sedang melanjutkan s2 nya di UK, lalu yang kedua namanya Vadio ... Dia tinggal bersama saya, beberapa waktu lalu baru sembuh dari kecelakaan, calon istrinya meninggal dunia." Ucap Latif sedikit murung.
"Loh, kamu kok ga ngabarin saya?"
"Waktu itu saya hanya fokus pada kesembuhan Vadio, tidak terfikir mengabarkan siapapun, maaf ya."
"Lalu sekarang, bagaimana kabar Vadio?
"Vadio sekarang melanjutkan bisnisnya di perusahaan X. Setelah kejadian itu, anak saya tidak bisa di ajak berkomunikasi seperti biasa, dia sering tidak merespon dan jarang berada di rumah , hampir 90% kegiatannya di luar rumah. Jujur saya khawatir."
Bimo mendekatkan wajahnya pada Latif , "Khawatir akan?"
"Akan kehidupan percintaannya, dia seperti tidak mau mengenal wanita, setelah calon istrinya itu meninggal dunia."
"Fikiran seorang ayah ternyata tidak jauh beda yah, saya punya anak perempuan, usianya 28 tahun ... Dia seorang designer, tapi dia terlalu fokus dengan karirnya, saya dan istri khawatir dengan pergaulan anak zaman sekarang, banyak yang menjadi penyuka sesama jenis Pak." Ucap Bimo antusias.
Latif berdecak, "Karena pembicaraan ini, saya jadi makin khawatir dengan Vadio, usia anak saya lebih matang di bandingkan anakmu ... 2 tahun selisihnya."
"Mulai sekarang, kita harus lebih extra memperhatikan gerak gerik anak kita pak Latif, hanya itu yang bisa kita lakukan."
"Saya rasa tidak ada salahnya, jika kita menjodohkan mereka, toh persahabatan kita sudah lumayan lama, lebih bagus lagi jika menjadi ikatan saudara, dan juga kita bisa lebih tenang karena anak kita menikah dengan keluarga yang sudah tau bibit,bebet dan bobotnya. Bagaimana Pak Bimo?"
"Hah? Di jodohkan?"
"Iya pak Bimo, saya akan menanggung semua biaya pernikahannya. Bagaimana ? Kita sebagai orang tua jadi sama sama tenang." Ucap Latif memberikan penawarannya.
"Ini bukan masalah biaya pernikahan, tapi ...."
"Tapi apa pak Bimo?"
"Anak saya sulit di ajak berbicara kalau soal pendamping, apalagi sampai mau di jodohkan. Saya sendiri gak yakin anak saya bersedia."
"Kita berbicara pelan pelan saja dengan mereka pak, bagaimana kalau weekend nanti, saya dan keluarga mengunjungi rumah bapak. Apa boleh?" Ucap Latif antusias.
"Untuk berkunjung silahkan pak, tapi untuk kesediaan anak saya ... Saya belum bisa jamin dengan pasti."
"Iya pak Bimo saya mengerti. Kita coba dulu ... Tidak ada salahnya kan?"
***
Malam sebelum pertemuan esok hari, Latif dan Bimo kompak membicarakan tujuan pertemuan mereka besok dengan masing masing anaknya.
Kediaman Latif.
"Tolong kabulkan permintaan papa yang ini Dio, papa sangat khawatir dengan kehidupan kamu saat ini, kamu butuh pendamping untuk menemani keseharian kamu, semakin lama umur kamu semakin matang, dan papa mama tidak bisa menemani kamu terus menerus."
"Aku gak minta untuk di temani mama papa." Jawabnya datar.
Latif sudah tidak tahu lagi harus berbicara seperti apa lagi, untuk membujuk anaknya agar mau menuruti keinginannya.
"Arggghhhh Diiioo .... Panggil dokter keluarga sekarang juga, nafas papa sesak." Ucap Latif sambil terbata bata dengan posisi satu tangan meremas sebelah dadanya.
"Eh Pah , kk-kenapa bisa gini... Aduh, aku harus gimana ini."
Dio berlari ke arah atas untuk memanggil sang mama yang sedang berada di dalam kamar.
Dio yang panik akhirnya masuk ke kamar mama nya tanpa di ketuk terlebih dahulu, untung saja posisi Ervina sedang tidak memakai pakaian minim.
"Dio ! Apa apaan kamu ini!" Ucap Ervina yang kaget karena sebelumnya tidak ada yang berani masuk begitu saja ke dalam kamarnya, terkecuali Latif ... Suaminya.
"Mam ... Tolong papa, sepertinya terkena serangan jantung."
"Apaaa !!!! Sejak kapan papa mu punya penyakit jantung Dio?" Ucap Ervina yang langsung bergegas turun ke bawah dan di buntuti oleh Dio.
Pak Latif ditemukan tergeletak di bawah sofa, Dio langsung memanggil security yang berjaga di depan untuk membantu mengangkat papanya masuk ke dalam kamar.
Dio dengan cepat langsung menghubungi dokter Okky, dokter yang selalu siap melayani keluarga Latif.
Ervina dan Dio menunggu di luar kamar dengan perasaan campur aduk.
Dokter Okky keluar kamar, dengan menenteng tas nya.
"Gimana papa saya dok?" Tanya Dio.
"Serangan jantung ringan, Pak Latif di larang stress dan tertekan."
Ervina dan Dio saling berpandangan, Ervina tidak tahu bahwa sebelumnya Dio dan suaminya sedang membicarakan tentang pendamping hidup.
"Apa kira kira yang di fikirkan papa kamu, Dio?" Ucap Ervina keheranan.
"Kalau begitu saya pamit, tidak perlu resep obat ya, karena pasien hanya butuh di kelola stress nya saja, saya permisi." Ucap dokter Okky yang meninggalkan Dio dan Ervina.
Dio dan Ervina bergegas masuk ke dalam kamar, terlihat Latif sedang berbaring lemas di atas ranjang kamarnya.
"Papa, apa yang kamu fikirkan sampai jadi seperti ini?" Tanya Ervina.
Latif tidak langsung menjawab, pandangannya langsung mengarah pada Dio yang berada di belakang istrinya.
"Terima rencana perjodohan yang sudah papa rencanakan."
Ervina membulatkan kedua matanya, dan langsung melihat ke belakang... Ke arah Dio yang mematung.
"Kenapa tiba tiba sekali?" Akhirnya Dio membuka suaranya.
"Ini sudah rencana lama, kamu tenang saja, pilihan papa adalah wanita yang mempunya bibit bebet dan bobot yang baik untuk kamu."
***
Esok hari di jam makan siang, Keluarga Vadio dan Luna sedang makan siang bersama di suatu resto yang sudah di booking oleh Latif sebelumnya, demi ke intiman dua keluarga dan tanpa adanya orang lain di sekitar.
Vadio memandang Luna dari atas sampai ke bawah, Luna yang menyadari itu langsung menatap penampilannya sendiri. Ada apa dengan penampilanku? kenapa pria aneh ini memandangku seperti itu? Dasar kuno. Batin Luna.
Mereka saling bersalaman satu sama lain, saat tiba giliran Luna dan Vadio bersalaman, Latif dan Bimo sangat memperhatikan ekspresi masing masing anaknya. Tidak ada wajah terpaksa di antara mereka ... Padahal yang sebenarnya Luna dan Vadio hanya bersikap baik di depan orang tua nya masing masing.
Bimo dan Latif menangkap itu suatu lampu hijau, mereka mengira bahwa tidak ada salahnya untuk menentukan tanggal pernikahan sekarang, lebih cepat lebih baik.
Saya harus bayar lebih untuk dokter Okky, karena sudah mau membantu saya kemarin. Ucap Latif dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Jamayah Tambi
Patah tumbuh hilang berganti.Yang mati dah pergi.
2024-10-08
0
Uthie
Wahhh .. akal-akalan perjodohan tohh 😂
2024-06-10
2
blecky
mshbaw perjdohan
2024-06-04
1