“Halo…” Sapa Bagas menerima panggilan tersebut.
“Pasukan gabungan kalian datang paling cepat 10 menit, tapi kami sudah kuasai Institut Teknologi Kertajaya ini dalam waktu 8 menit,” Ujar suara dari sang pengontak.
“Siapa kalian?” Tanya Bagas
“Kami adalah sisa-sisa dari kudeta setahun yang lalu, kami belum menyerah untuk menggulingkan presiden Joyo Winarno. Sudah cukup basa-basinya, sekarang tolong tanyakan apa mau kami”
Bagas
terdiam sejenak, dia menoleh pada Kolonel Ivan, lalu beliau perlahan
mengangguk. Isi dari percakapan mereka sudah terdengar oleh seisi ruangan.
“Baiklah, apa mau kalian?” Tanya Bagas dengan berat hati.
“Yang pertama kami ingin Presiden Joyo Winarno secepatnya mengundurkan diri, dan yang kedua kami butuh 3 buah panser berbahan bakar penuh. Batas waktu kedua syarat adalah sampai sore ini pukul 5. Cuma itu saja”
“Tunggu dulu, kami ingin kepastian mengenai keselamatan para Sandra, terutama putra presiden” Ujar Bagas.
Dia tak menjawab, sejenak pengontak menjadi hening.
“Kalian tak punya pilihan lain, waktumu kurang dari 4 jam. Atau aku akan mengeksekusi semua dosen dan mahasiswa tepat di depan gerbang utama, termasuk Putra presiden khususnya.”
Sambungan pun terputus, Bagas mencoba menghubungi kembali tetapi gagal.
“Coba hubungkan dengan agen Sandra atau siapapun agen Level 1 yang berada di dalam sana” Perintah Bagas
“Maaf Pak, tetap tidak bisa. Sepertinya mereka menggunakan jammer khusus untuk alat komunikator kita saja. Mereka tadi mengontak kita menggunakan telepon kantor biasa” Jawab operator.
‘Sial, mereka cerdik juga. Bagaimanapun kita harus secepatnya mengontak agen kita yang ada di dalam sana.”
“Itu tidak perlu,”
Seorang pria tiba-tiba masuk ke ruangan, dia berusia sekitar 45 tahun dan memakai jas hitam rapi. Tetapi yang membuat kolonel Ivan dan Bagas terkejut adalah seorang wanita paruh baya yang berjalan bersama pria itu.
Hesti? Gumam Bagas dalam hati.
“Perkenalkan nama saya Henry, dan ini identitas saya” Ujar pria itu sambil menunjukkan kartu identitasnya, yang membuat seisi ruangan pun terbelalak.
“Ada urusan apa Intelijen asing mencampuri urusan kami?” Tanya Kapten Hasim Nampak tak senang.
Hesti seraya menunjukkan surat izin yang ditandatangani oleh presiden dan juga kepala BIN. Hal itu membuat Kapten Hasim terpaksa diam tak berkomentar lagi.
“Tenanglah, kami punya urusan lain disini dan ini menyangkut keselamatan Internasional. Tapi kami punya jalan agar kalian bisa menyelesaikan masalah ini” Ujar Hesti.
“Jalan? Maksudnya?” Tanya Bagas.
“Beberapa menit yang lalu kami menerima pesan morse dari seorang agen kami yang berada di dalam sana, isinya yang pertama dia sedang berusaha mencari alat komunikasi dan yang kedua….” Ucapan Henry terhenti sejenak.
“Dia sedang bersama Putra Presiden” Tambahnya.
Seluruh ruangan pun terkejut bukan main.
“Kalian jangan main-main” Ujar Kapten Hasim dengan nada tinggi.
“Mungkin sebaiknya kita tunggu saja kabar darinya” Jawab Henry dengan tenang
***
Nafas Arman agak terengah-engah ketika sudah hampir sampai di lantai yang dituju, tangannya memerah dan terasa sakit semua karena harus memanjat besi pinggiran lift, dadanya sudah seperti terbakar. Tapi Arinda masih dengan lincah terus memanjat keatas. Arman berhenti sejenak untuk menstabilkan nafasnya, jumlah oksigen tak sebanding dengan kebutuhan tubuhnya. Dia tak peduli Arinda meninggalkannya atau tidak,
“Kamu ndak apa-apa?” Arinda tiba-tiba mengulurkan tangannya.
Seraya Arman menyambutnya dan bisa naik beberapa meter lagi.
“Makasih” Ucap Arman.
“Jangan terlalu banyak gerak, itu akan membuat tubuhmu membutuhkan lebih banyak oksigen, gerakkan saja secara perlahan. Kurang sedikit lagi kita akan sampai” Ucap Arinda.
Arman hanya tersenyum sambil mengangguk, dengan nafasnya yang masih seperti diburu.
Perlahan tapi pasti, dan dengn bantuan Arinda akhirnya mereka sampai juga. Dengan cepat mereka menyelinap memasuki Laboratorium Optika dan Elektromagnet terapan.
“Seingatku disini…Nah, ketemu” Ujar Arman beberapa saat kemudian.
Tanpa bicara apapun, Arinda langsung menyambarnya dan menekan beberapa nomor.
“Gimana?” Tanya Arman setelah menunggu beberapa saat.
“Berhasil tersambung” Jawab Arinda kegirangan.
***
Sementara para komandan tertinggi tengah berdiskusi dan mengatur strategi, Bagas mengajak Henry dan Hesti ke ruangan lainnya.
“Pertanyaan saya sama dengan Kapten Hasim, kenapa organisasi intelijen terbaik Rusia atau GRU bisa ikut campur dalam urusan ini?” Tanya Bagas.
“Maaf, itu rahasia kami dengan Presiden dan BIN. Yang pasti ini menyangkut keamanan Internasional” Jawab Henry.
“Jelas-jelas mereka Cuma mengincar putra presiden, apanya yang keamanan internasional?” Ujar Bagas geram.
“Menurut anda kenapa kami repot-repot menempatkan seorang agen di Institut Teknologi Kertajaya? Untuk ikut menjaga putra presiden? TIDAK….misi kami jauh lebih besar. Dan sepertinya mereka juga akan membahayakan misi kami” Kata Hesti.
“Kenapa kalian seperti terkejut sekali? Bukankah salah satu agen kalian sudah mengetahui keberadaan agen GRU disana?” Ujar Henry.
“Siapa?” Tanya Bagas terkejut
“Shinta”
“Shinta?” Ujar Bagas tak percaya.
“Iya, mungkin Shinta dan agen kami sedang bekerja sama untuk keluar dari sana, beserta putra presiden tentunya” Kata Henry.
“Mustahil, Agen Shinta sedang sakit sekarang, dia tak bersama putra presiden” Jawab bagas.
Itu membuat Henry dan Hesti agak terkejut, itu berarti Cuma agennya saja yang bersama dengan putra presiden.
Tiba-tiba ada panggilan masuk di komunikator Hesti, beberapa saat kemudian dia membisikkan sesuatu pada Henry.
“Agen kami sudah mengontak kembali, mari ikut saya” Ujar Henry.
Mereka bertiga pun bergegas kembali ke ruang strategi, disana tengah menunggu seorang operator dari GRU yang menerima panggilan itu.
“Sambungkan ke pengeras” Perintah Henry
“Laporkan situasi…” Ujar Henry melalui komunikatornya.
“Agen Arinda melapor, kini kami sedang berada di laboratorium optika dan Elektromagnetik terapan lantai 8 menara Sains. Mereka semua tersebar merata di seluruh sudut kampus, mereka berjumlah sekitar 40 hingga 60 orang bersenjata lengkap. Kami tak bisa leluasa bergerak” Jawab agen itu.
“Bagaimana keadaan putra presiden?” Tanya Bagas tiba-tiba.
“Bagaimana keadaan putra presiden?’ Ujar Henry menuruti pertanyaan Bagas.
“Dia masih dengan keadaan baik, dia aman Pak”
Jawaban itu membuat sebagian besar penghuni ruangan ini merasa lega.
“Apa kau punya rencana?” Tanya Henry lagi.
“Iya Pak, saya akan mencoba menyusup keluar” Jawab Arinda yakin
“Baiklah, berhati-hatilah. Hubungi kami kalau kamu butuh sesuatu”
“Siap Pak” Kata Arinda mengakhiri panggilannya.
“Selanjutnya apa yang harus kita lakukan Pak?” Tanya Bagas.
“Sementara ini kita akan berusaha mengulur waktu untuk bernegosiasi dengan mereka” Jawab
Kolonel Ivan.
“Tapi Pak….”
“Kita tak boleh gegabah, kesalahan sedikit saja bisa membahayakan para sandra, terutama putra presiden. Sementara kita percayakan saja pada agen GRU itu” Tandas Kolonel Ivan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Umaiyah
sinta gimn kaberx .ya??
2020-02-16
0
Sinta Ineke
shinta mana ya..? 🤔🤔
2020-02-15
1