Bab 4

Seperti biasa sebelum perkuliahan dimulai, Arman, Ardi dan Anastya nongkrong di tempat favorit mereka, yaitu di samping kantin kampus. Tapi kini bertambah satu orang lagi yang duduk bersama mereka, yaitu Shinta.

“Lihat tuh para Maba (Mahasiswa Baru) udah berseliweran. Kayaknya angkatan mereka lebih cantik-cantik dibandingkan angkatan kita ya” Ujar Ardi sambil melirik-lirik sekitar. Matanya sudah hampir setajam kamera CCTV.

“Ya jelas lah, mungkin di tahun depan bakalan lebih cantik-cantik lagi. Itulah mengapa senior selalu memilih juniornya untuk dijadikan pacar.” Sahut Arman.

Anastya yang sedang sarapan pun langsung tersedak hebat setelah mendengar kata-kata Arman barusan.

“Lo kenapa An? Keselek sendok?” Tanya Arman.

Anastya belum menjawab, dia masih sibuk minum untuk menghilangkan batuknya.

“Di pikiran kalian berdua ndak ada hal lain ya selain soal cewek? Kita harusnya bersyukur karena udah bebas dari ospek yang menyiksa itu. Kita nikmati aja masa-masa sebagai senior” Ujar Anastya.

Di Institut Teknologi Kertajaya memang membolehkan setiap jurusan untuk melakukan ospek tersendiri untuk mahasiswa baru, dan yang pasti dipegang oleh para senior. Anastya adalah satu dari sekian banyak mahasiswa yang sangat membenci ospek itu, dia merasa kalau ospek itu dijadikan alat dari para senior untuk menyiksa dirinya. Wajar saja dia merasa sangat senang saat masa-masa ospek ini berakhir, Cukup satu tahun mereka mendapat tekanan fisik dan mental.

“Kita ikut kelas ndak nih?” Tanya Arman.

“Ya ikut lah, masa mentang-mentang udah senior terus ndak ikut kelas” Sahut Ardi

“Ya kali aja lo masih mau lirik sana lirik sini” Balas Arman.

***

Hari pertama perkuliahan, terasa hawa malas masih menyerang seluruh penghuni kelas, tak terkecuali dengan dosennya. Dari tadi beliau hanya bercerita kesana kemari tak jelas dan tak berhubungan dengan matakuliah ini. Seperti yang sudah ditetapkan, Shinta selalu mengikuti Arman kemana pun dia pergi. Untung saja dia memakai pakaian layaknya seorang mahasiswa, sehingga Arman pun tak protes.

Seperti biasa Shinta selalu terlihat memakai lengan panjang dan tangannya selalu terbungkus dengan sarung tangan. Rasa-rasanya ingin sekali Arman langsung menarik tangannya dan membuka apa yang Shinta sembunyikan di balik sarung tangan itu. Tapi hanya karena dia putra presiden bukan berarti Arman mau melakukan hal yang tidak sopan semacam itu, suatu saat nanti dia pasti akan mengetahuinya.

Awal hubungan Arman dengan Shinta terbilang agak canggung, karena Shinta yang awalnya cukup pendiam dan selalu hemat bicara, sedangkan Arman sangat tidak suka dengan sistem pengawalan dirinya. Tapi lama-kelamaan mereka pun bisa mengobrol, lebih seru malahan.

Arman yang sangat tertarik dengan Militer selalu antusias mendengarkan cerita-cerita Shinta saat masih menjalani pelatihan di Kopassus. Pada akhirnya Shinta pun menjadi bagian dari mereka bertiga.

“Kalian berdua bisa datang kan?” Tanya Arman pada Ardi dan Anastya seusai kelas

“Waduh Man…Gue tiba-tiba baru inget kalau ntar nganterin adik gue les” Jawab Anastya.

“Emang adikmu ndak bisa berangkat sendiri ya? Udah gede gitu” Tanya Arman curiga

“Iyasih, tapi adik gue mintanya dianter, takutnya ntar dia malah kelayapan ndak jelas” Jawab Anastya

Arman hanya tersenyum kecut mendengar alasan Anastya yang menurutnya tak masuk akal.

“Jangan bilang lo nganter adikmu juga, atau nganter siapa lah” Ujar Arman pada Ardi.

“Gue dateng kok Man” Jawab Ardi dengan nyengir. Dia tahu kalau Arman lagi bête gara-gara alasan Anastya barusan.

***

“Dia kira gue anak kecil apa, bisa dibohongin dengan alasan kayak gitu” Gerutu Arman saat berada di dalam mobil.

“Sebenarnya gue ngerasa aneh juga denger alasannya Anastya tadi” Jawab Ardi.

“Gue tahu banget kalau Anastya itu paling males kalau deket-deket sama adiknya. Lah ini dia malah mau nganterin adiknya les, habis kesambet setan dari mana dia?” Ujar Arman agak kesal.

“Mungkin dia ada urusan yang lebih penting” Sahut Shinta yang sedari tadi diam di samping Arman.

“Urusan? Iya urusan cowok pasti. Lo ndak tahu dia sih Shin. Lo pikir Cuma kami berdua yang omongannya seputar cewek? Si Anastya pun juga gitu, jelalatan banget sama cowok” Balas Arman.

“Kamu cemburu ya Man?” Tanya Robin yang sedang nyetir. Rupanya sedari tadi dia mendengarkan pembicaraan mereka.

“Enak aja, ya ndak lah Kak. Lebih baik Kak Robin fokus nyetir aja, jangan nguping melulu, mentang-mentang dari BIN” Ujar Arman masih agak kesal.

***

Hari ini adalah hari ulang tahun Arman. Tapi Arman tak mau dirayakan secara besar-besaran seperti anak-anak menteri ayahnya, dia hanya ingin merayakan bersama teman-temannya dan keluarganya saja. Tapi seperti biasa Ayah Arman tak bisa hadir karena ada kunjungan kenegaraan, padahal Arman selalu menantikan kedatangannya.

“Tuh anak beneran ndak dateng?” Tanya Ardi yang baru datang dan menghampiri Arman yang tengah duduk berduaan dengan Shinta.

“Entahlah, gue Cuma nungguin lo kok, yaudah yuk masuk” Ajak Arman.

Pesta berjalan dengan meriah meskipun hanya beberapa keluarga dekat yang diundang. Bagi Arman ini semua sudah cukup, apalagi kalau ayahnya mau datang saat ini, mungkin itu akan menjadi pesta ulang tahun paling sempurna sepanjang hidupnya.

“Shin, lo ndak makan?” Tanya Arman sambil mengambil nasi dan beberapa lauk.

Shinta hanya menggeleng sambil tersenyum, sedari tadi dia selalu di belakang Arman tapi hanya mengawasi, begitu pula para anggota Paspampres lainnya yang menjaga acara ini.

“Nih, ambil” Ujar Arman seraya menyodorkan makanan yang baru dia ambil. Shinta hanya tertegun tak mengerti.

“Ini buat lo, ndak enak aja lihatnya, masa gue dan Ardi makan tapi lo ndak makan. Padahal lo selalu kumpul dengan kita-kita” Paksa Arman.

“Terima Kasih” Jawab Shinta menerimanya.

Arman lalu berjalan menaiki panggung dan menyambar sebuah mic.

“Untuk kakak-kakak Paspampres, saya himbau untuk ikut makan bersama dengan kami. Kalau ketahuan satu orang saja yang tak ikut makan, akan saya suruh pulang” Ujar Arman. Shinta agak tersenyum geli mendengar pengumuman Arman barusan.

“Dia emang kayak gitu, aneh dan penuh kejutan. Orang yang baru kenal bakalan heran melihat tingkahnya” Ujar Ardi yang berdiri di samping Shinta. Rupanya dia menyadari arti senyuman Shinta barusan.

Di akhir acara ulang tahunnya, Arman mendapatkan kado yang tak pernah dia duga, yaitu kedatangan Tiara, Kakak Arman yang sedang kuliah di Australia.

“Kak Tiara?” Tanya Arman kaget.

“Kenapa kaget? Tambah cantik ya?’ Balas Tiara sombong.

“Yaelah, percuma cantik tapi ndak laku-laku” Sindir Arman.

“Hussss, bawa-bawa status lagi. Kadonya ndak jadi kukasih nih” Ancam Tiara.

“Ampun kak ampun, hehhee.” Sambil seraya merebut kadonya.

Pandangan Tiara lalu terarah pada Shinta yang berdiri di samping Arman.

“Jadi, ini agen khusus yang dimaksud ayah?” Tanya Tiara

“Yo.iii” Jawab Arman

“Cantik juga, Iya kan Man?” Ujar Tiara sambil melirik Arman.

Arman tak menjawab, dia ingin mengiyakan tapi gengsinya terlalu tinggi. Shinta agak tertunduk menahan malu dengan pujian Tiara.

“Ngomong-ngomong Agenmu mana Kak?” Tanya Arman mengalihkan pembicaraan.

“Ada kok, dia selalu di deket gue” Jawab Tiara.

Pandangan Arman memperhatikan sekeliling, tapi sepertinya dia tak menemukan seorang agen pun di dekat Tiara.

“10 meter didepanmu, pakai dress warna ungu” Bisik Shinta.

Arman menemukannya, dia tak terlihat seperti agen. Dia lebih mirip seperti tante-tante glamour yang suka menghambur-hamburkan uang. Meskipun begitu sekali-kali matanya melirik Tiara dan mengawasi sekitar.

“Dia? Ndak mirip agen sama sekali” Komentar Arman.

“Namanya Lilian, dia paling berpengalaman di kesatuan Paspampres. Sebelumnya dia pernah menjadi pasukan Kopassus juga dan menjadi pelatihku disana.” Ujar Shinta.

“Tapi lo ndak kalah hebat deh kayaknya” Puji Arman.

Muka Shinta kembali memerah, kali ini ganti Arman yang memujinya, ini lebih membuatnya menjadi salah tingkah.

***

Malam pun mulai merayapi langit Kota, semua sudah tertidur termasuk Arman, dia sangat lelah setelah pesta tadi.

Tapi di dalam kamarnya, Shinta masih terjaga. Kamarnya yang terletak tepat di samping Kamar Arman membuatnya lebih mudah untuk menjalankan tugasnya. Meskipun dia seorang gadis tapi biasanya dia baru bisa tidur kalau lewat dini hari.

Saat hendak ke dapur untuk mengambil minum, Shinta mendapati Tiara sedang duduk di meja dapur. Dia sedang duduk sambil memandangi pemandangan luar rumah melalui jendela dapur.

Tiara rupanya menyadari kehadiran Shinta dan dia menoleh.

“Kamu memang selalu berjaga sampai larut begini?” Tanya Tiara

“Ndak sih Kak, Cuma susah tidur aja” Jawab Shinta sambil mengambil segelas air minum.

Pandangan Tiara kembali ke luar jendela, Nampak dari raut wajahnya menunjukkan sebuah kecemasan. Shinta sebenarnya mengetahui hal itu, tapi dia agak ragu untuk menanyakannya.

“Kak Tiara kenapa?” Tanya Shinta agak takut-takut. Tiara masih lama terdiam tak menjawab, tapi Shinta mengerti untuk tak melanjutkan pembicaraan ini, dia pun melangkah meninggalkan Tiara.

“Apakah Arman baik-baik saja?” Tanya Tiara tiba-tiba, Shinta pun menghentikan langkahnya. Dia tak mengerti apa maksud Tiara bertanya seperti itu.

Tiara pun berdiri dan melangkah mendekati Shinta.

“Aku sangat mencemaskan keselamatannya, peristiwa penculikan Arman setahun yang lalu membuatku sangat syok dan selalu khawatir dengannya. Kau tahu sendiri kan mereka bisa menembus penjagaan Paspampres saat itu, aku takut itu terulang kembali.” Ujar Tiara

“Tak akan kubiarkan itu terjadi Kak” Jawab Shinta.

“Yah aku tahu, aku sudah mendengar keahlianmu dari Lilian. Katanya kamu adalah muridnya yang paling berbakat, itu membuatku merasa lega. Tapi mungkin kau tahu sendiri sifat Arman yang mungkin agak acuh dan sok tegar, tapi sebenarnya dia sangat peduli dengan orang-orang di dekatnya, termasuk kamu. Dan terlebih lagi dia sebenarnya masih trauma dengan peristiwa penculikannya itu.”

Dalam hati Shinta membenarkan apa yang dikatakan oleh Tiara, Arman baginya memang terlihat seperti acuh dan sok tegar. Tapi secara perlahan Arman mulai menunjukkan kepeduliannya juga.

“Tolong jaga Arman ya” Pinta Tiara seraya pergi meninggalkan Shinta.

“Pasti Kak” Jawab Shinta lirih.

Dia pun beranjak naik menuju kamarnya, sejenak dia memandangi pintu kamar Arman. Dia ingin sekali masuk dan melihat keadaan Arman secara diam-diam, tapi tidaklah sopan memasuki kamar orang lain tanpa seizin pemiliknya. Shinta pun memilih untuk masuk ke kamarnya sendiri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!