Esok paginya Bagas telah mengatur semua formasi agen unit level 1, sesuai dengan yang diperintahkan kolonel Ivan.
“Mulai pagi ini kita mengikuti formasi yang telah diinstruksikan, dan setiap agen diwajibkan membawa pistol” Ujar Bagas seraya menyodorkan beberapa pistol lengkap dengan magasennya. Semua agen bergegas mengambilnya dan menyimpannya, kecuali satu orang.
“Shin, kamu tidak dengar apa yang saya perintahkan?” Kata Bagas sambil menatap tajam.
“Saya membawa pistol juga?” Tanya Shinta bingung.
“Iya, saya perintahkan apa tadi?” Jawab Bagas ketus.
Sejak awal Shinta memang tak pernah membawa pistol seperti Robin dan agen lainnya. Hal ini menurutnya sangat berbahaya, mengingat dia selalu menemani Arman berada di mall dan lingkungan kampus, sangat tak lazim apabila membawa senjata api.
“Dari awal kan memang saya tak perlu senjata api, presiden juga mengizikannya kok” Shinta menolak.
“Kamu jangan sok hebat, ini masalahnya keadaan sedang tak aman. Dan aku tak mau terjadi kesalahan hanya gara-gara satu agen sok jagoan” Ujar Bagas tak senang.
“Pokoknya saya tetap menolaknya, saya tak mau jadi perhatian publik saat tiba-tiba tanpa sengaja ada yang menemukan benda ini pada saya. Terlebih lagi Arman pasti sangat risih kalau saya kemana-mana membawa benda ini”
Kata-kata Shinta membuat Bagas terdiam
“Maaf, mungkin bisa kita bahas lain kali saja, sepertinya Arman ada kuliah pagi hari ini, kalau kita teruskan takutnya dia akan terlambat” Kata Sandra menengahi.
“Ya sudahlah” Ujar Bagas kesal. Dia meraih pistol beserta magasennya dan memasukkannya ke laci dengan kasar.
“Terima kasih, permisi” Ucap Shinta seraya pergi meninggalkan ruangan, yang diikuti juga dengan agen lainnya yang akan mengawal Arman.
“Terima kasih Kak Sandra” Ujar Shinta pelan.
“Tak perlu berterima kasih, lebih baik kamu pikirkan lagi soal senjata itu. Sekarang musuh kita memiliki persenjataan yang lebih canggih, kau tak bisa selamanya bergantung dengan tangan kirimu” Jawab Sandra.
Shinta hanya terdiam sambil memegangi tangan kirinya.
“Buruan kamu bergegas, aku akan mencoba meminta bantuan pihak polantas untuk membuka jalan agar tak terkena macet” Lanjut Sandra.
Shinta mengangguk dan bergegas berlari masuk ke mobil.
***
Mobil sedan hitam mulucur cukup cepat dari kejauhan menuju rumah yang cukup megah milik orang nomor satu di Indonesia. Tampak di depan rumah Arman sedang mondar-mandir sambil sesekali melirik jamnya, saat itu pula mobil tersebut berhenti di depannya
“Lama banget sih lo” ujar Arman dengan muka masam dan masuk ke mobil
“Maaf Man, tadi rapatnya ada sedikit kendala” jawab Shinta menyesal
Arman tak menjawab lagi dan langsung mambanting pintu mobil keras-keras. Mobil pun meluncur cukup cepat menuju kampus
Keheningan mulai menjalar, Arman masih kesal karena sudah pasti ia akan terlambat beberapa menit. Sifat tepat waktu dari presiden Joyo Winarno tampaknya menurun ke anak-anaknya
“Aku minta maaf banget Man, ini semua salahku” ujar Shinta memecah kesunyian.
Dalam hati Shinta sangat merasa bersalah karena baru kali ini ia melihat Arman sekesal itu. Dari sini ia jadi tahu kalau Arman sama sekali tak suka telat
Arman tetap diam membisu.
“Dia tadi sempat bertengkar dengan Bagas Man, gara-gara dia menolak bawa senjata, makanya telat” ujar Robin tiba-tiba
Shinta tak menanggapi, dia tak yakin alasan itu bisa membuat Arman tak marah lagi.
“Emangnya ada apa Shin? Sampai-sampai disuruh bawa senjata segala” tanya Arman tiba-tiba
Ekspresi Arman mendadak berubah seperti biasa.
“Ndak ada apa-apa kok, nanti aku jelasin. Pokoknya kami akan lakukan yang terbaik” jawab Shinta
“Ooohh, yaudah. Gue percaya kalian” jawab Arman
Kekesalan Arman tampak langsung menguap begitu saja, sungguh pria yang aneh, pikir Shinta
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments