Bab 11

“*Mulai minggu depan Presiden Winarno mulai memberlakukan surat keputusan presiden mengenai penumpasan aksi terorisme yang marak terjadi akhir-akhir ini. TNI dan Polri telah mensiagakan personil  gabungan di setiap pelabuhan, bandara dan segala akses masuk dari luar negeri ke dalam negeri. Upaya pencarian juga terus dilakukan untuk melumpuhkan pergerakan para *** di masyarakat…*”

Tiba-tiba Arman mematikan TV nya, sudah beberapa kali dia mengganti channelnya tetapi berita yang dibahas tetap sama saja, yaitu aksi terorisme yang tengah mengancam negeri ini.

“Kok dimatiin Man? Kamu ndak suka beritanya?” Tanya seorang wanita berumur yang berdiri di belakang Arman. Nampaknya sudah sedari tadi dia berdiri di sana tetapi Arman baru menyadarinya.

“Eh Mama, bikin kaget aja. Ndak gitu sih Ma, Cuma bosen aja dengerin berita itu-itu melulu” Jawab Arman seraya menggeser duduknya, seolah mengerti kalau mamanya akan duduk di sampingnya.

“Kayaknya Ayah bakalan sibuk ya…”

“Iya sibuk banget, sampai-sampai ndak datang di ulang tahunku kemarin” Jawab Arman cepat dengan muka agak sebal.

Mamanya hanya tersenyum melihat tingkah anak laki-laki satu-satunya itu. Dia tahu betul kalau Arman tak benar-benar membenci Ayahnya, Arman hanya merindukannya.

Kalau masalah rindu dengan Ayahnya, Arman sudah terbiasa seperti itu. Tapi kali ini dia seperti tengah mengkhawatirkan sesuatu yang lain. Sesekali pandangannya melongok ke luar rumah, seperti tengah menunggu sesuatu.

“Ngomong-ngomong Shinta kemana? Kok dari tadi pagi mama belum lihat dia?”

“Katanya sih dia mau ke suatu tempat gitu, kebetulan Arman juga ndak berencana kemana-mana. Itung-itung Arman kasi libur buat dia lah Ma, dan aku bisa terbebas dari dia sehari aja” Jawab Arman tersenyum licik.

Mamanya sedikit tak percaya dengan alasan Arman, meskipun dia bilang seperti itu tetapi masih Nampak sedikit kegelisahan di tingkah laku Arman. Sang Mama ternyata sudah hafal gelagat putranya itu.

“Kamu mengkhawatirkan Shinta kan? Hayo ngakuuu…” Bisik sang Mama dengan mata menyelidik.

Seketika muka Arman memerah dan berubah menjadi salah tingkah.

“Apaan sih Ma, ya ndak laaahhh…ngapain juga aku khawatir sama dia?” Jawab Arman sambil memalingkan wajahnya, dia seperti tak ingin memandang lawan bicaranya.

Mamanya terus memandanginya dengan senyum yang mengintimidasi, membuat Arman semakin salah tingkah dan kelihatan sekali kalau sedang berbohong.

“Beneran?Yakiinnnn?” Tambah mamanya dengan pertanyaan yang semakin memojokkannya.

Mamanya memang sangat lihai dalam membongkar kebohongannya, dari dulu Arman memang tak pernah bisa menutupi rahasianya dari mamanya, semuanya pasti terungkap dengan cepat.

“Sedikit sih Ma” Ujar Arman mulai mengaku.

“Hahahha…kamu mirip seperti ayahmu kalau sedang berbohong atau menutupi sesuatu. Lalu kenapa kamu ndak menemaninya tadi?”

Arman hanya diam mendengar pertanyaan itu.

“Gengsi ya?” Tanya mamanya lagi.

Arman tetap diam sambil memandang mamanya, dia agak enggan menjawabnya, tetapi mamanya sudah bisa tahu jawabannya melalui tatapan mata Arman.

“Gengsi hanya akan menjauhkanmu darinya Man, cobalah untuk sedikit perhatian” Ujar mamanya menasehati.

Arman terdiam sejenak, mencerna kata-kata mamanya itu.

“Apa ayah dulu juga seperti itu Ma?” Tanya Arman menyelidik.

Sang mama pun hanya tertawa terbahak-bahak.

***

Hari ini Shinta memang sengaja mengambil cuti sehari, dan kebetulan juga Arman tak sedang keluar rumah, jadi dia bisa dengan tenang meninggalkan Arman sejenak. Pagi-pagi sekali dia sudah berada di sebuah komplek pemakaman yang tak jauh dari rumah Arman. Sudah hampir setengah jam dia berdiri di hadapan sebuah batu nisan yang tak lain adalah makam ayahnya.

“Ayah, maafkan Shinta baru bisa mengunjungi Ayah sekarang” Ucap Shinta lirih.

Kata-katanya tersendat oleh perasaan sedih yang tiba-tiba memenuhi hatinya. Dia tak kuasa menahan genangan air yang tertahan di sudut matanya. Memorinya kembali memutar ingatannya sepuluh tahun yang lalu.

“Shinta kan perempuan Yah, kenapa Shinta harus berlatih sekeras ini? Paling-paling nanti di ketentaraan Shinta Cuma bekerja di kantornya” Tanya Shinta saat berlatih fisik bersama ayahnya.

“Shinta dengerin Ayah, Ayah ndak mau Shinta Cuma jadi tentara kantoran. Ayah mau kamu jadi petugas lapangan, Ayah ingin kamu jadi prajurit terbaik dan kalau bisa menjadi pasukan khusus” Jawab ayahnya.

“Apa Shinta bisa Yah? Shinta kan Perempuan” Ujar Shinta ragu.

Ayahnya tersenyum mendengar kekhawatiran putri kesayangannya itu, memang selama ini sangat jarang ada wanita yang menjadi pasukan khusus TNI.

“Makanya kamu harus melatih fisik dan otakmu, karena kedua hal itulah yang menjadi kekuatan pasukan khusus TNI. Tak ada yang tak mungkin Shin” Ujar Ayahnya menasehati.

Tiba-tiba lamunannnya buyar setelah telinganya mendengar sebuah langkah berhenti tepat beberapa meter di belakangnya.

“Sangat jarang melihatmu memisahkan diri dari Arman” Ujar sebuah suara yang nampaknya tak asing bagi Shinta. Dia pun membalikkan badannya, Shinta agak kaget melihat sesosok yang berdiri di sana.

“Arinda?”

Arinda tengah berdiri tak jauh dari Shinta, dia mengenakan pakaian layaknya remaja seumurannya.

“Kau sengaja mengikutiku?” Tanya Shinta menyelidik.

Arinda pun hanya tersenyum kecil

“Aku bisa melihat kalian kapanpun aku mau, aku bisa memantau jaringan kalian dengan jelas. Ngomong-ngomong aku Cuma ingin memberitahumu kalau di kampus kita ada penyusup”

Shinta tak kalah terkejut mendengar ucapan Arinda itu.

“Penyusup? Siapa dan apa tujuannya?” Tanya Shinta.

“Kami belum tahu pasti, sebaiknya kalian tingkatkan penjagaan Arman. Dugaan sementara sepertinya ada hubungannya dengan Arman.”

Shinta mencoba mengingat-ingat seluruh profil murid, staf dan dosen baru di Institut Teknologi Kertajaya, dia pernah beberapa kali memeriksa data-data mereka tetapi tetap saja tak ada yang mencurigakan. Kalaupun ada murid, staf atau dosen yang baru masuk pastinya BIN akan memberi tahu Paspampres yang bertugas di lapangan.

“Baiklah, aku Cuma memberi tahu itu saja, sampai jumpa” Ujar Arinda seraya berbalik meninggalkan Shinta.

“Tunggu….kenapa kamu memberi tahu hal ini ke aku? Kenapa tidak kamu beri tahu Paspampres atau bahkan BIN?”

Pertanyaan Shinta itu menghentikan langkahnya.

“Yang pertama kami tak percaya dengan Paspampres dan BIN, mereka belum sepenuhnya bersih. Yang kedua aku cuma percaya denganmu, karena kamulah yang dipilih langsung oleh presiden untuk menjaga Arman, kamu pasti tak akan mengecewakan beliau” Jawab Arinda.

Shinta kembali terdiam

“Apa ada hubungannya dengan Zafran dan Regu elang?” Tanya Shinta lagi

“Aku kira tak perlu kujelaskan lagi, kamu sudah menganalisanya dengan tepat” Jawab Arinda melanjutkan langkahnya meninggalkan tempat itu.

Terpopuler

Comments

LEVIATHAN♛

LEVIATHAN♛

heee... menarik 🤔

2019-12-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!