Kebetulan sedang ada pasar malam yang ada tidak jauh dari rumahku. Rasanya sudah lama sekali aku tidak main ke pasar malam sejak berada jauh dari rumah. Aku pun berniat mengajak Mayla, karena kami dulu hobi sekali kelayapan di pasar malam.
"May, ikut gak? Yuk kita ke pasar malam. Aku lama nggak ke pasar malam," ajakku ke Mayla yang sedang tiduran sambil memakai earphone.
"Males ah, kayak anak kecil aja nontonin kaya gituan." Reaksinya sungguh di luar dugaan. Ku pikir dia akan langsung menyetujuinya, tapi nyatanya tidak.
Dasar ini anak. Padahal dulu dia sangat antusias kalau diajak ke pasar malam.
"Ya udah deh. Biar aku ajak Wira aja. Sekalian jalan jalan berduaan. Mau nitip sesuatu nggak?" tanyaku lagi, sambil berlagak meledeknya akan rencana kencan ku dengan Wira.
"Hwu! Rambut nenek ya! Tapi yang gede," ujarnya.
"Oke deh." Aku lalu kembali keluar menemui Wira yang sudah duduk manis di ruang tamu dengan papa dan mama.
Tawa terus terukir dari wajah mereka. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Yang jelas saat aku muncul mereka langsung diam. Padahal sebelumnya, tawa mereka terdengar sampai ruang tengah.
"Ngomongin aku ya," tuduhku sambil duduk memeluk mama, yang duduk di sofa sendirian. Sementara Wira dan Papa di sofa depan kami.
"Ge-er kamu," ujar mama sambil memencet hidungku.
"Pulangnya jangan terlalu malam, ya," kata papa.
"Oke bos!" sahutku lalu beranjak dan menarik tangan Wira keluar. Wira hanya bisa pamit tanpa sempat mengucapkan salam karena aku sudah lebih dulu menariknya keluar rumah.
Kami berdua memutuskan berjalan kaki menuju tempat diadakan nya pasar malam itu. suasana nya ramai, bahkan di jalanan pun banyak sekali motor yang terus berlalu lalang ke sana ke mari.
Sampai di sana, kesan pasar malam yg selalu identik dengan becek terasa sudah.
Untung aku dan Wira memakai sepatu, karena sudah hafal dengan medan yang akan kami lalui ini.
Wira terus menggandeng tanganku sambil menikmati pemandangan di sekeliling kami.
Kebanyakan pengunjung adalah anak anak dan para orang tua mereka.
Aku terpaku pada permainan di depanku. 'Lempar gelang'
"Aku mau coba," kataku lalu berjalan ke permainan itu, Wira hanya mengikuti saja saat kutarik begitu.
Setelah membayar untuk gelang yang akan aku pakai, aku mulai melempar gelang itu ke botol botol di depan. Namun selalu meleset.
Hingga sisa 1 gelang lagi. Wira mengambilnya dan dia melemparnya ke botol di depan kami.
Dan ....
Berhasil! Aku bersorak tepuk tangan dengan gembira. Wira hanya tersenyum saat melihatku seperti itu.
Sebagai hadiah, kami mendapat sebuah boneka beruang yang lucu.
Wira memberikan nya padaku, dan aku langsung memeluknya.
Setelah itu kami mencoba masuk ke rumah hantu, naik kereta api mini, melihat wahana tong setan.
Tong setan adalah permainan di mana kamu bisa melihat aksi atraksi para pengendara yang mengendarai sepeda motor trail, lalu berputar-putar di dalam tong besar ini. Kelihaian para pengendara tersebut pasti bisa membuatmu geleng-geleng, karena motor tersebut bisa berputar 360 derajat tapi tidak jatuh. Rahasianya adalah gaya gravitasi.
Setelah itu, kami naik komedi putar. Aku duduk di kursi yg berbentuk angsa, sedangkan Wira di sampingku, duduk di kursi yg berbentuk kuda.
Kami ketawa ketiwi terus sepanjang wahana ini dimulai.
Karena hampir 99% yg naik anak anak, jadi cuma aku dan Wira saja orang dewasanya, Wira menekuk wajahnya terus menerus.
Terakhir kami naik biang lala.
Kebetulan wahana ini agak sepi pengunjung.
Dari atas sini, kami bisa melihat pemandangan sekitar kami yg cukup indah. Putaran biang lala yang pelan membuatku dan Wira bisa menikmati momen malam ini dengan tenang. Aku mengabadikan momen ini di ponselku.
Kami berfoto dengan background langit yang penuh bintang bintang.
"Nay," panggil Wira.
"Ya?" sahutku sambil melihat hasil jepretanku tadi.
"Kamu mau nikah sama aku?" tanya Wira.
Aku kaget dia bertanya seperti itu. Aku menoleh ke arahnya yang sedari tadi ternyata terus menatapku.
Kuperhatikan dengan seksama, dia ini serius atau hanya sekedar basa basi saja.
Namun aku melihat nya serius sekali. Aku tidak menyangka dia akan mengatakan hal itu secepat ini, dan pertanyaan inilah yang selalu kutunggu.
Aku menatap mata nya dalam,
"Iya, aku mau," kataku sambil senyum.
Dia lalu mengeluarkan sebuah kotak cincin dari sakunya.
Waw, benarkah dia sedang melamarku?
Lalu disematkan nya dijari manisku. Kupandangi cincin nya sambil senyum senyum. Cincin nya bagus dan indah. Aku suka bentuknya, simple dan elegan. Walau cara dia menyampaikan lamaran ini sangat klasik, layaknya acara di tv, tapi aku tetap menyukainya. Bukan bagaimana cara dia melakukan nya tapi niatnya untuk berkomitmen bersama.
"Aku udah izin orang tua kamu, dan mereka setuju dengan hubungan kita," ujar nya.
Aku tersenyum haru mendengar kata kata Wira.
Namun, ada rasa aneh yang kini kurasakan. Tapi aku belum tau apa itu.
Disentuhnya wajahku, lalu wira mendekat dan mengecup bibirku lembut.
"I love you, so much," ucapnya.
"I love you too Wira." Aku peluk dia erat.
Kami memandangi langit yg cukup cerah malam ini. Hanya ada bintang dan bulan di sana. Tidak ada awan hitam pertanda akan turunnya hujan. Baguslah, setidaknya kamu bisa menghabiskan malam ini lebih lama.
Waktu menunjukan pukul 21.00
Tak terasa sudah agak malam juga. Wira lalu mengajakku pulang. Karena tadi kami berjanji pada papa untuk tidak pulang terlalu larut.
Saat kami akan berjalan menuju pintu keluar, aku melihat sebuah tenda peramal.
Entah kenapa aku iseng ingin ke sana.
"Ke sana yuk," ajakku.
"Enggak ah," sahut Wira malas malasan.
"Bentar aja."
Akhirnya Wira pasrah dan mengikutiku masuk ke tenda itu.
Saat masuk ada seorang wanita yg berpenampilan gipsi. Dia tersenyum manis padaku, namun saat dia melihat Wira, dia memasang wajah serius.
Aku lalu meminta nya meramalku.
Dikocoknya kartu tarot miliknya dan aku mengambil beberapa sesuai petunjuknya.
Dibukanya satu kartu, kulihat wajahnya menampilkan kecemasan.
Dia menarik nafas nya dalam dalam.
"Perpisahan," kata wanita itu sambil melihat kami berdua bergantian.
"Terima kasih," kata wira lalu mengeluarkan dua lembar uang 50 ribuan dan menarikku keluar dari sana sebelum kartu yg lain dibacakan oleh nya.
"Ra, kok balik? Kan dia belum selesai?" tanyaku protes.
"Nggak penting, Nay. Aku gak mau kamu terpaku sama ramalan. Itu nggak baik, dosa!" ucapnya datar.
Aku terdiam, 'perpisahan?'
Maksudnya, untuk aku dan Wira?
"Tuh kan, baru 1 kata yg terucap dari mulut wanita itu, kamu langsung kepikiran!"
Aku terus diam. Benar juga kata Wira, dan kini aku terganggu dengan ramalan wanita itu. Sepanjang perjalanan kami tidak terlibat obrolan lagi.
Namun kulihat wira sesekali seperti sedang memperhatikan ke sekitar kami.
Wira menghentikan langkah nya, lalu menoleh ke arah kiri nya.
"Kenapa?" tanyaku bisik bisik.
"Keluar kamu!" bentak Wira dengan melirik ke samping.
Aku mendekat ke wira.
Ada apa ya? Siapa yg dia maksud. Karena aku yakin kalimat tadi bukan ditunjukkan untukku.
Tak lama keluarlah seorang pria dari balik semak semak.
Dia berjalan ke arah kami dengan menyeringai. Wira menarikku agar bersembunyi di belakang tubuhnya.
"Wira... wira ... Nggak nyangka bakal ketemu di sini. Lama kita gak ketemu."
"Dan siapa wanita ini?" tanyanya sambil mencoba melihat wajahku yg sengaja kusembunyikan di punggung Wira.
"Bukan urusan mu! Sedang apa kamu di sini?!!" tanya Wira lantang.
"Seperti biasa. Siapa wanita itu? Baru kali ini aku melihatmu bersama seorang wanita, selain Jen. " katanya sambil mondar mandir di depan Wira.
"Bukan urusan mu! Urus saja urusan mu sendiri," kata Wira lalu menarikku berjalan lagi.
"Waw... sekar? Benarkah dia Sekar? Ah, tidak mungkin. Dia sudah lama mati kan? Siapa dia. Pantas aku jarang melihatmu lagi. Rupanya kau sibuk dengan wanita barumu ini," ucapnya, namun wira tidak menghiraukannya, atau mungkin lebih tepatnya tidak mau menghiraukan nya dan terus menarikku menjauh.
Siapa sebenarnya dia? Dia sepertinya tau banyak tentang Wira. Namun,
Kenapa Wira seperti membencinya?
Aku lebih baik tutup mulut, dan mengurungkan niatku untuk bertanya lebih jauh.
"Hei wira! Ingat! Urusan kita belum selesai. Suatu hari nanti aku pasti akan menuntaskan hal yg dulu kita tunda. Bersenang senanglah sebelum saat itu datang," ucapnya.
Wira tidak menjawabnya, dia terus menarikku pergi. Hingga kami sampai di rumah. Papa sedang duduk di teras sambil membaca buku.
"Papa, kok di luar? Kan udah malam?" tanyaku basa basi.
"Iya, nyari angin. Kalian sudah pulang? Gimana? Ramai tadi?"
"Lumayan, Pa. Ya udah, Nayla masuk dulu ya. Ngantuk. Papa jangan malem malem lho. Dingin di luar. Aku masuk duluan ya, Ra," pamitku pada Wira juga.
Dan di balas dengan anggukan disertai senyum tipis dari bibirnya.
Sebelum masuk kamar, aku ke kamar Mayla dulu untuk memberikan pesanan nya tadi.
Setelah itu aku segera masuk kamarku dan merebahkan diriku di ranjang.
Kuambil ponsel, dan aku melihat lihat lagi foto foto kami barusan.
Namun, aku juga teringat perkataan peramal tadi.
Ada sedikit kecemasan yg kurasakan. Apakah aku akan berpisah dengan wira suatu hari nanti?
Mungkin benar kata Wira, seharusnya aku tidak datang ke peramal itu.
Ceklek
Wira muncul dari balik pintu dengan membawa segelas susu hangat.
Aku lalu duduk dan memeluk boneka yg tadi kami dapatkan.
"Minum dulu, biar kamu bisa tidur nyenyak," ucapnya.
Kali ini dia lebih hangat, tidak sedingin tadi.
Kuminum susu hangat yg di buat wira sampai habis. Kebiasaanku memang selalu meminum susu sebelum tidur. Karena pasti tidurku akan lebih nyenyak.
Wira membelai kepalaku.
"Maaf, Nay,"ucapnya.
"Kamu gak salah kok," kataku.
"Jangan kamu fikirin kata kata peramal tadi ya."
Aku mengangguk, "eh, Cowok tadi siapa?kok kamu kaya gak suka gitu?" tanyaku penasaran.
"Dia ... Sena. Musuh bebuyutan ku," ucapnya datar.
"Dia dari jaman dulu juga? Kok dia tau soal Sekar?"
Dia terdiam beberapa saat. "iya, dia salah satu sahabatku dulu. Tapi dia berkhianat. Dia juga yg menyerang kami saat itu, dan dia juga yang telah membunuh Sekar."
Hah? Astaga!
Kugenggam tangan Wira erat.
"Maaf,"ucapku.
Aku selalu merasa bersalah jika selalu mengingatkan Wira soal Sekar. Karena rasanya, dia selalu merasa terpukul jika nama itu disebut.
Dia tersenyum. Lalu mengecup keningku. " ya udah kamu istirahat. Besok kita pulang kan?" tanyanya.
Ah,iya. Besok aku harus kembali kuliah.wm waktu liburku sudah habis.
Aku mengangguk, Wira lalu keluar dari kamarku sekaligus menutup pintu.
Lebih baik aku tidur sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 323 Episodes
Comments
Endanks
nyimak teruuuuuuuus ja okeh Thor 😁
2021-12-16
1