Karena permintaan Wira, akhirnya aku menginap di rumahnya yang besar itu. Sebenarnya, aku juga senang sih bisa ada sedekat ini dengannya. Satu atap bersamanya.
"Aku bobok di mana?" tanyaku yang berdiri di samping Wira yang sedang mengetik di laptopnya.
Dia menoleh ke arahku dan menaikan sudut bibirnya.
"Terserah kamu." Perkataannya membuat aku bingung.
"Kok terserah aku?"
"Ya kalau kamu mau tidur di kamarku juga boleh. Ranjangku cukup kok buat kita berdua," katanya becanda.
"Ngaco!" Lalu, aku pergi meninggalkannya menuju kamar tamu yang ada di sebelah kamar Wira.
Setelah kututup pintu, kemudian aku naik ke ranjang. Kemudian berdoa sebelum tidur, aku mencoba memejamkan mataku.
Tik tok tik tok …
Bunyi jam dinding di kamar ini malah membuatku tidak bisa tidur. Rumah ini terlalu sunyi, benar-benar menyeramkan. Bisa-bisanya Wira tinggal di sini seorang diri. Dia memang aneh.
Wush ….
Terasa ada angin yg menerpa wajahku. Kubuka lagi mataku yang tadi kupaksakan terpejam. Kok ada angin? Apa jendela kamar ini belum ditutup, ya?
Saat kutengok ke jendela, aku malah kaget. Di sini, ada sosok wanita berpakaian putih yang sudah lusuh. Dia diam mematung, menatapku.
"Aah!" teriakku histeris.
Kututup wajahku dengan selimut. Aku bersembunyi di dalam selimut sambil menangis ketakutan. Aku ini memang penakut.
Lalu, selimut terbuka.
"Jangan! Pergi kamu!" teriakku masih sambil menutup mata.
"Nay … Nayla. Kenapa? Hei ... ini aku, Wira," katanya.
Saat kubuka mata, memang benar Wira ada di sana. Segera aku memeluknya karena takut.
"Itu, Kak. Disana ... aku takut. Aku nggak mau tidur di sini," rengekku.
Wira memelukku erat sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. Lalu, dia berhenti menatap ke sudut di mana ada sosok wanita itu. Kudengar dia membacakan doa yang tidak kupahami karena terdengar begitu lirih.
"Udah, Nay. Udah nggak apa-apa," kata Wira sambil membelai kepalaku.
"Enggak mau pokoknya. Aku nggak mau di sini. Aku takut nanti dia muncul lagi," kataku masih terisak dan tidak mau melepaskan pelukan darinya.
"Ya udah …"
Lalu, Wira membopongku keluar dari kamar ini dan masuk ke kamarnya. Dia meletakkan aku di ranjangnya, lalu menyelimutiku. "Malam ini bobok di sini aja ya. Kamu nggak usah takut, ada aku di sini," kata Wira lembut.
Aku hanya mengangguk pelan. Wira lalu beranjak ke jendela kamarnya untuk menutup dan menguncinya.
Lalu, pintu kamarnya juga.
Duh, kok dikunci?
"Kamu tidur, Nay. Besok kan ada kuliah pagi? Nanti kesiangan loh," katanya sambil naik ke ranjang dan duduk di sampingku.
Aku menutup seluruh tubuhku hanya menyisakan kepalaku saja, dan mencoba memejamkan mata. Wira membelai kepalaku lembut. Lama kelamaan aku menjadi nyaman dan rasa kantuk itu datang juga, membuat aku tertidur.
Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah jendela membuatku memaksakan diri untuk membuka mata. Kurasakan tanganku berada di atas tubuh seseorang. Kubuka mataku perlahan.
Astaga, itu Wira.
Dia tidak memakai baju, dan aku memeluknya kini.
Segera kulepaskan tanganku darinya, lalu duduk dan mengecek tubuhku sendiri.
Ah, masih utuh bajuku.
Dan Wira masih memakai celana panjang. Namun, kenapa dia bertelanjang dada?
Apa nggak dingin, sih?
Dia sangat manis jika dalam keadaan seperti ini, bahkan perutnya yang datar dan berbentuk menambah kesan sexy. Dia pasti rajin fitnes.
Saat aku masih asyik menatap Wira yg terlelap …
"Aku ganteng ya?" tanyanya tiba-tiba dengan mata yang masih menutup.
Aku gelagapan ditanya begitu.
"Kamu kok tidur nggak pakai baju sih?" gerutuku.
"Kenapa? Aku udah biasa gini kok," katanya, sembari bermalas-malasan di atas ranjang.
Aku mendengus kesal.
"Bangun kak! Ntar kita telat," kataku mencoba mengalihkan pembicaraan.
Lalu aku beranjak, namun Wira berhasil menahan tanganku dan membuatku duduk kembali.
"Jawab dulu dong ... aku ganteng ya? Sampai-sampai kamu nggak bosan lihatin aku?" godanya.
"Apa sih kamu, Kak!" Kali ini aku berusaha melepaskan tangannya, lalu masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar.
Aku melepas pakaian yang kupakai semalam. Memang, aku mengenakan kemeja panjang Wira dan celana boxer pendeknya, karena aku tidak membawa baju ganti.
Setelah mandi, aku lalu memakai kembali bajuku yang kemarin.
Lalu, aku segera keluar kamar mandi. Lagi-lagi, aku dikejutkan oleh Wira yang sudah ada di depan pintu kamar mandi.
"Ya ampun, kebiasaan deh suka ngagetin," kataku lalu berusaha menghindarinya.
Namun, dia menghalangi jalanku terus. "Kak," kataku pelan.
"Kenapa?" tanyanya sambil menyeringai.
"Aku lagi males bercanda nih. Baru bangun, nyawaku belum kumpul," kataku asal.
"Emang nyawa kamu berapa?" tanyanya.
"Satu. Minggir, deh," kataku mencoba mengelak.
Namun, dia tetap menghalangi jalanku.
"Ya ampun, Kak. Itu!" pekikku sambil menunjuk ke arah belakangnya dengan menunjukan ekspresi ngeri. Dia segera menoleh, lalu aku berlari keluar kamarnya.
"We, ketipu …," kataku lalu menutup pintu kamarnya, dan segera turun ke bawah.
Laper.
Aku harus membuat sarapan. Kalau tidak, bakal pingsan nih sampai kampus.
Kubuka kulkas Wira, komplit juga isinya. Aku membuat nasi goreng dengan omelet juga. Kubuatkan juga coklat hangat untuknya. Aku tahu diri juga, masa udah tidur di rumahnya aku nggak ada timbal baliknya.
Tak lama, Wira turun dengan memakai kemeja abu-abu dan celana panjang coklat. Ia tersenyum melihatku dibawah. "Pagi, Nay," sapanya.
"Hai, udah mandi?" tanyaku sambil menyiapkan piring untuknya.
"Udah dong. Udah wangi, gak percaya? Nih, cium," katanya sambil menyodorkan badannya mendekatiku.
Kugetok kepalanya menggunakan sendok yang ada di tanganku.
"Sakit, Nay! Kamu nih, main getok aja!" gerutunya.
"Masa gitu doang sakit. Kemarin ketabrak mobil aja gak apa-apa," gumamku. Entah dari mana, aku mendapat keberanian mengatakan hal itu.
Wira diam lalu memandangku. Tiba-tiba, dia menggengam tanganku dengan tangan kirinya lalu menyentuh pipiku dan langsung melumat bibirku lembut.
Aku yang kaget tidak merespon apa-apa.
"I love you," katanya setelah bibirnya lepas dari bibirku.
"I know," jawabku pelan.
"Cuma itu?" tanyanya sambil mengerutkan dahi tanpa melepaskan tangannya di wajahku.
Aku diam beberapa saat.
"I love you too, Wira," kataku berbisik pelan.
"Apa? Aku nggak dengar?" godanya sambil mendekatkan telinganya padaku.
Kucubit perutnya sekuat tenaga.
"Nay, kamu nih kebiasaan deh. Awas ya kalau aku bales nanti, jangan harap ada ampun," ancamnya.
"Hehe. Habis, kamu ledekin aku mulu," kataku manja.
"Iya, maaf." Dia membelai wajahku dan terus menatapku tanpa kedip.
"Kamu serius sama kata-katamu barusan?" tanyaku ragu.
"Serius. Kenapa? Kamu nggak percaya kalau aku sayang sama kamu?" tanya Wira.
"Hm, percaya ..."
"Kok pakai 'Hm …' berarti nggak yakin dong?"
"Ya bukan gitu, cuma ... kok kayaknya cepat banget sih kak?" kataku pelan.
"Cepat banget apanya?"
"Ya, kita kan baru akrab kemaren tapi kamu udah nembak aja."
"Kamu salah. Aku udah kenal kamu lama. Aku udah jatuh cinta sama kamu sejak lama," katanya membuatku kaget.
"Kapan?"
"Kasih tahu nggak ya?" guraunya.
"Mau aku cubit lagi?" ancamku.
"Kalau kamu cubit, aku cium lagi," ancamnya balik.
Dan akhirnya, wajahku merona kembali. Aku berlalu dari hadapannya dan segera duduk untuk menyantap sarapanku. Dia ikut duduk dan makan sambil terus memandangiku.
"Bisa berhenti lihatin aku kayak gitu?" pintaku
"Kenapa?" tanyanya.
Pake ditanya kenapa? Ya malu, lah. Dasar bego!
Dia tertawa.
"Oke … aku nggak nanya. Aku juga nggak bego-bego amat, kok," katanya seperti tahu apa yang kupikirkan.
"Kamu .... bisa baca pikiranku?" tanyaku.
"Kurang lebihnya gitu. Jadi, kamu nggak bisa bohong sama aku walau seujung kuku sekalipun," katanya.
"Curang! Ajarin dong kalau gitu," pintaku.
"Nggak usah, lagian buat apa. Belajarnya susah, ratusan tahun," katanya asal.
"Bisa aja ngelesnya," gerutuku.
Kami segera menyelesaikan sarapan, lalu berangkat ke kampus bersama-sama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 323 Episodes
Comments
netizen maha benar
wira ini kek nya punya ajian pancasona,,,jd dia gk bs mati...awet muda,,,bs jd umurnya udah ratusan thn
2022-10-22
0
lubil_24
hmmm...kaya si Edward aja nih si wiraa
2022-06-02
1
Ryskha Priska
wira vampir thor?
2022-01-03
1