pancasona
Namaku Nayla Syarifa Nur Fadhilah. Saat ini aku kuliah di sebuah universitas negeri di kota sebelah, jauh dari keluarga, teman dekat dan orang tua. Di kotaku tidak ada universitas seperti di kota-kota lain, karena kotaku termasuk kota terpencil. Hanya ada Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan ada beberapa pondok pesantren juga.
Setelah menjalani ospek selama seminggu yang cukup menguras tenaga, waktu, dan dompet, akhirnya aku sudah resmi menjadi mahasiswi di kampus ini. Bayangkan saja, ospek kemarin harus membawa ***** bengek barang yang aneh dan dalam jumlah cukup banyak. Kadang menurutku, tidak begitu berguna. Ujung-ujungnya dibuang.
Mubazir.
Pagi ini, aku ada kuliah pagi. Kulihat dari kejauhan ada Rani, sahabatku, yang sudah datang. Ia sedang duduk di kantin sendirian, sambil senyum senyum menatap ponsel pintarnya yang mahal itu.
Aku sedikit berlari ke arahnya. Sejak ospek kemarin kami jarang bertemu, sibuk dengan urusan masing-masing. Sudah jarang pergi bersama, tidak seperti saat SMU dulu.
"Rani!" teriakku.
"Hai, Nay ... sini!" Senyum sumringah terukir di wajahnya.
BRUGH!
Suara dentuman cukup terdengar, walau samar, namun mampu membuat beberapa orang terdekat menoleh.
"Auw ...,"erangku kesakitan.
Aku menabrak seseorang karena tidak memperhatikan jalan. Bahkan, tanganku juga lecet.
"Makanya, hati-hati," kata seseorang sambil mengulurkan tangannya padaku.
Kuraih tangannya dan mencoba berdiri. "Duh, sakit!" kataku bicara sendiri. Kuperhatikan tanganku yang lecet.
"Sini, aku balut dulu, biar nggak kotor. Nanti infeksi." Dia mengambil sapu tangan yang ada di kantungnya lalu membalut tanganku, dan mengikatnya tak terlalu kencang.
Kuamati lekat-lekat wajahnya. Tampan ... Siapa ya, dia?
Seperti ada getaran-getaran aneh saat dia menyentuhku.
"Nanti selesai kuliah, mendingan langsung diobatin," sarannya sambil menunjuk luka ini.
"Iya, makasih," kataku masih terkesima menatapnya tanpa berkedip.
"Kalau kamu sering nggak fokus gini, aku yakin kalau kita bakal sering ketemu dengan cara ini," katanya sambil menatapku dalam.
Jantungku berdetak lebih kencang. Alhasil, aku yang sedari tadi menatapnya tanpa berkedip, kini tersipu malu. Kualihkan pandanganku ke arah lain.
"Maaf ... oh ya, sapu tangan kamu besok aku kembaliin," kataku mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Nggak perlu. Buat kamu aja," katanya lalu pergi meninggalkanku begitu saja.
Entah kenapa hatiku dag dig dug tak karuan. Wajahku bahkan terasa hangat, mungkin merona merah jika dilihat.
"Nay ... bengong aja!" Tanpa kusadari, Rani ternyata sudah ada di sampingku.
"Eh, Ran ... sorry ...." kataku yang tersadar dari lamunan.
"Namanya Wira. Dia asdos di sini," katanya tiba-tiba sambil menatap Wira yang berjalan menjauhi kantin.
"Eh, apaan sih?" kataku malu.
"Alah, aku tahu kok, kamu terkesima sama Wira. Ngaku deh! Hayoo ...," cecarnya.
"Sok tahu!" elakku, lalu berjalan ke meja yang tadi diduduki Rani.
Rani pun mengikutiku. "Tapi, Nay ... mending lupain deh Wira. Nggak usah terlalu berharap lebih," katanya sambil meminum es teh manisnya.
"Kenapa? Dia udah punya pacar?" tanyaku penasaran.
"Bukan! Katanya dia aneh," bisik Rani di telingaku.
"Aneh gimana, sih?"
"Entahlah, gosipnya sih begitu."
"Digosok makin siiip?" gurauku.
"Yee ... kamu nih, dibilangin juga," katanya kesal.
Kami memang sudah bersahabat sejak SMA. Selama kuliah di sini, aku tinggal di kos yang tidak terlalu jauh dari kampus, karena rumahku ada di luar kota. Sedangkan Rani, dia sekarang tinggal bersama Papanya. Karena kedua orang tuanya sudah bercerai.
Saat SMA, dia tinggal bersama Mamanya. Namun sekarang, dia tinggal bersama Papanya karena Papanya adalah salah satu dekan di kampus kami. Jadi, wajar kalau Rani ini tahu segala informasi yang berbau kampus.
Kami masuk ke kelas masing masing. Aku berjalan menuju kelasku dengan langkah yang santai dan bernyanyi-nyanyi kecil.
Sampai di kelas, aku terlambat.
Deggg! Mampus!
Kok Wira ada di sini? Dia asdosku rupanya? Astaga ...
Tok ... tok ... tok ...
"Maaf, saya terlambat," kataku tak enak.
Wira yang sedang menulis di depan, berhenti lalu menatapku datar.
"Baru hari pertama udah telat. Jangan nongkrong di kantin terus makanya," katanya santai, namun tatapan matanya tajam.
"Sarapan, Pak. Bukan nongkrong." Aku mengelak.
"Pak, Pak! Emang saya Bapak kamu?"
"Eh, iya ... Mas, Bang, Aa ... apa dong manggilnya? Hehe."
"Kak Wira!"
"Oke, Kak Wira. Aku udah boleh masuk?" tanyaku sambil tersenyum ke arahnya.
Dia diam sebentar lalu mengangguk.
"Ya udah, sana. Lain kali kamu saya hukum kalau telat lagi!" tegasnya.
"Oke, Kak," jawabku sambil melenggang masuk lalu duduk.
Aku memilih duduk di deretan paling depan. Semua orang menatapku heran, termasuk Wira.
Aku tahu bangku depan adalah bangku keramat.
"Kenapa?" tanyaku sambil memandang semua teman-temanku di kelas.
"Kamu yakin mau duduk di situ?" tanya Wira.
"Yakin. Emang kenapa? Salah ya? Apa ada setannya ya? Jadi harus dikosongin?" tanyaku dengan ekspresi ngeri.
"Bukan begitu, teman-teman kamu nggak ada yang mau duduk di deretan depan loh," kata Wira lagi.
"Ya biar aja, Kak. Aku maunya di depan," jawabku santai.
"Kenapa?"
"Harus pake alasan?" Aku mengangkat sebelah alisku.
"Ya, kalau kamu nggak keberatan jawab. Siapa tahu, yang lain bisa termotivasi duduk di depan juga, biar nggak umpel-umpelan kaya itu tuh!" tunjuk Wira ke deretan belakang yang penuh sesak.
"Simple. Biar jelas aja ngelihat Kak Wira ..."
'Ups ... Salah ngomong ... Mampus!'
"Apa?" Wira kaget hingga matanya membulat.
"Wuuu!" sorak sorai teman-temanku membuat kelas kami menjadi bising.
"Eh ... maksudnya, biar jelas aja ngelihat penjelasan Kak Wira. Soalnya aku nggak bawa kacamata. Mataku minus." ucapku bohong.
Sebenernya, alasan pertama juga benar sih. Hihihihi
"Oh gitu. Ya udah. Kita mulai lagi ya. Oh iya, nama kamu siapa? Saya belum tahu." tanya Wira sambil menunjukku.
"Saya? Nayla," kataku.
"Oke!" Lalu, Wira melanjutkan mengajar.
Sepanjang pelajarannya, aku menatapnya terus. Fokusku terbagi, antara mata kuliah dan pengajarnya. Sepertinya, dia menyadarinya. Tapi, tidak berkomentar apapun.
"Kita lanjutkan besok. Jangan lupa tugasnya dikerjakan!" kata Wira mengakhiri sesi mengajar hari ini.
"Hah? Udah? Cepat banget?" kataku spontan. Tidak terima jika mata kuliah ini selesai.
"Kamu belum ngerti sama penjelasan saya tadi?" tanya Wira heran.
"Iya, Kak. Aku ... masih ada yang nggak ngerti. Tapi besok aja kali ya lanjutin lagi. Hehe," kataku lalu membereskan mejaku dan memasukan bukuku ke dalam tas.
"Kalau kamu mau kita bisa bimbingan di luar!"
Gleekk.
Aku menelan ludah, tidak menyangka Wira akan mengatakan itu.
Yakin nih? Bimbingan di luar yang otomatis aku bakal berduaan sama dia. hehehehe
"Oh gitu? Boleh deh. Kalo Kak Wira nggak keberatan."
Satu persatu teman-teman sekelasku keluar. Aku masih tidak percaya Wira akan memberikan bimbingan di luar jam kuliah. Bahkan aku membereskan buku-bukuku dengan pelan.
Ini nyata atau halusinasi? Kupikir dia orangnya dingin dan jutek, ternyata aku salah.
"Kamu nggak mau keluar? Berani di kelas sendirian?" tanya Wira yang entah sejak kapan berdiri di hadapanku, hanya dengan jarak setengah meter.
"Eh, iya. Bentar. Tungguin ... jangan ditinggalin," rengekku manja.
"Ya udah, buruan," katanya sambil menyilangkan tangan di depan dan terus memperhatikanku.
"Kak, ngeliatinnya segitu amat. Nanti naksir loh!" ledekku bermaksud agar dia senyum.
"Aku atau kamu yang naksir?" tanyanya telak.
"Hehe … bisa aja, Kak Wira." Aku beranjak dari tempatku duduk. Namun, kakiku tersandung meja.
Brugh!!!
Wira menangkapku dan aku jatuh ke pelukannya.
"Udah dibilang. Fokus!" katanya datar.
"Maaf ...." Kulepaskan pelukannya.
Lalu, berjalan keluar kelas dengan menunduk malu, "aku duluan ya, Kak!"
Aku benar-benar salah tingkah.
'Aaah!' teriakku frustasi dalam hati.
Dia hanya mengangguk, namun tetap menatapku dalam. Bahkan saat aku sudah yakin jauh darinya, kucoba untuk menoleh dan dia masih berdiri dengan posisi yang sama. Menatapku seperti tadi.
Bener juga kata Rani, dia aneh. Tapi, aku suka. Ya ampun.
Kamu udah gila, Nay ... Sumpah ... gila! Gila karena Wira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 323 Episodes
Comments
Cahaya
yuhuuuu saya kembali😍
2024-06-28
0
Indah Pratiwi
kangen Wira sm Nayla, cuuss kita baca ulang... akutuh fans berat Wirasena pokoknya 😁
2024-02-13
0
ailebytser
2017/2018 pas masi SMP udah tamatin novel ini di apk sebelah, tb2 keinget ceritanya yg tak terlupakan, jd pen baca lgii, ampe rela dl apk ini dulu hehehe
2024-01-05
0