"Aku sayang kamu, Nay."
Samar-samar kudengar suara Wira dekat sekali di telingaku.
Kubuka mataku perlahan.
Dimana ini? Ini bukan rumah Zaki yang kemarin. Aku ingat betul. Sepertinya aku tahu, ini kamar Wira. Apakah tadi aku bermimpi?
Ceklek...
Pintu kamar dibuka, masuklah Wira dengan membawa nampan berisi makanan, yang sepertinya untukku.
"Kamu udah bangun, Nay?" Tanyanya sambil terus tersenyum.
"Kok aku di sini?" Tanyaku heran tak merespon ucapannya tadi.
"Zaki mana?" Tiba-tiba aku teringat Zaky. Karena aku yakin, apa yang aku alami itu nyata.
"Dia udah nggak akan bisa menyakiti kamu lagi, Nay. Kamu jangan khawatir," kata nya dengan raut wajah yang entah bagaimana kudeskripsikan.
"Jadi benar? Kamu sama seperti Zaki?" Tanyaku tiba-tiba.
Aku benar-benar muak, menjadi orang bodoh yang tidak tau apa-apa tentang pria yang kucintai selama ini. Aku lelah dibohongi terus-menerus.
"Enggak! Aku nggak sama seperti Zaki," katanya lantang membela diri tanpa ragu-ragu sedikit pun.
"Lalu? Apa maksudnya tadi? Kamu nggak bisa mati? Tadi kamu tertusuk pedang! Aku bahkan lihat tubuhmu terluka. Itu apa namanya?" Desakku dengan pertanyaan yang mengintimidasi.
Sejenak dia diam, sambil menatapku terus. Ada raut wajah penyesalan dan ketakutan yang kutangkap.
"Oke Nay, aku akan cerita semua sama kamu.
Aku memang mempelajari suatu ilmu. Tapi itu tidak sama dengan Zaki. Ah bukan tidak sama. Sama, hanya saja berbeda. Aku memiliki ilmu pancasona."
"Pancasona? Serius? "Tanyaku seolah tidak percaya.
Wira mengangguk pelan.
"Memang masih ada, ya, ilmu seperti gitu? Bukannya itu hanya ada di jaman dulu? Jaman penjajahan?" Tanyaku penasaran.
Aku mendengar dan mengetahui ilmu pancasona itu saat aku kecil, itupun karena sering menonton film kolosal disalah satu stasiun tv.
"Ilmu itu masih ada, Nay, memang nggak banyak orang yang punya ilmu itu sekarang.
Tapi aku sama Zaki itu berbeda! Zaki memang butuh tumbal untuk kekuatannya, tapi aku nggak butuh itu semua. Aku mempelajari ilmu ini, dengan melakukan tirakat puasa yang tidak sebentar. Butuh waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Dan aku tidak pernah memberikan tumbal apapun," jelas Wira.
"Baik. Kamu harus jujur mulai dari sekarang," pintaku.
"Iya, aku akan jujur. Tentang apa pun itu."
"Kapan kamu dilahirkan?" Tanyaku serius.
Aku menanyakan ini karena ingat penuturan Zaki kemarin. Seperti nya Zaki tahu banyak tentang Wira.
Lagi-lagi wira terdiam sejenak. Seakan akan jawaban yang akan dia lontarkan nanti itu adalah hal yang sangat berat.
"Aku lahir sebelum kamu ada. Tepatnya di tahun 1870," jawabnya pelan.
"Hah? 1870? Serius?" Mataku membulat. Bahkan urat di leherku semua menyembul di bawah kulitku.
"Dulu aku adalah senopati di sebuah kerajaan di pulau jawa.
Ajian ilmu kebal Pancasona merupakan salah satu ilmu ghaib yang tergolong dalam ilmu hitam yang banyak dimiliki oleh jawara-jawara di tanah Jawa pada masa silam. Ajian ini mereka gunakan untuk membuat diri mereka kekal sampai di hari kiamat. Hal ini mereka lakukan karena pada masa silam, di mana masa penjajahan dan jaman kerajaan merupakan masa-masa perang. Dalam peperangan orang-orang jaman dahulu tentunya tidak ingin mati begitu saja di tangan musuh, sehingga terciptalah jurus Rawa Rontek atau ajian pancasona ini, agar mereka dapat bertahan hidup. Tubuh yang terluka dapat kembali pulih hanya dengan ajian ini, bahkan tubuh yang terputus sekalipun dapat tersambung lagi," terang wira dengan penuh kesabaran.
"Terus kamu nggak bakal bisa mati?"
"Bisa, Nay. aku hanya akan mati apabila jasadku diseberangkan ke sungai atau dengan cara digantung agar tubuhku tidak menyentuh tanah. Apabila tubuhku bersentuhan dengan tanah maka bagian-bagian tubuh itu akan kembali bersatu seperti semula," katanya lagi.
Aku mulai dapat mencerna semua ini. Berarti aku tidak perlu mencemaskan Wira. Aku yakin dia tidak akan menyakitiku.
"Ya udah, sekarang kamu makan dulu, ya," ucap Wira lalu menyendokan nasi dan lauk kemudian menyuapiku hingga makanan itu habis. Aku memang benar-benar lapar dan masakan Wira itu sungguh lezat. Selalu lezat.
"Tapi, Ra... Zaki ke mana?" tanyaku. Wira meletakan piring kosongku di meja nakas sampingku. Dia sepertinya sangat ingin berhati-hati sekali dalam menjawab setiap pertanyaanku.
Banyak sekali pertanyaan yang masih ingin kuketahui jawaban nya.
"Dia udah meninggal," ucapnya.
"Hah? kamu bunuh dia?!"
"Iya. Aku terpaksa. Semua demi kamu. Dia udah beberapa kali mencari tumbal. Sebenernya aku udah tahu lama. Hanya saja aku diam selama ini. Karena dia tahu tentangku,
aku cuma nggak mau orang-orang tahu akan rahasiaku ini.
Dia juga menawariku bergabung dengannya, dia benar-benar terlalu terobsesi untuk menguasai dunia.
Namun kutolak, karena aku tidak tertarik dengan itu semua.
Jadi daripada keberadaannya merugikan banyak orang, kubunuh saja dia, beserta orang tuanya."
"Kamu gila! Kenapa kamu bunuh orang tuanya juga?"
"Nayla! Mereka bukan orang tua Zaki! Hanya jasadnya aja, namun jiwanya adalah iblis! Ruh orang yang meninggal, akan segera kembali ke penciptanya dan yg bersemayam dalam tubuh orang tua Zaki tadi adalah iblis."
"Astaga," aku sampai menutup mulutku, karena terkejut dengan penuturan wira.
"Udah. Jangan terlalu dipikirkan. Aku lega kamu nggak kenapa-kenapa," ucapnya yang tiba tiba memelukku erat.
Kusambut pelukannya.
"Aku juga lega, kamu nggak kenapa napa. Aku takut banget. Makasih ya, kamu selalu ada untukku," tuturku.
"Iya, Nay, aku bakal jagain kamu. Aku janji. Aku nggak akan ulangin lagi kesalahanku dulu," katanya lagi.
"Maksud kamu apa? Kesalahan kamu dulu?" Kulepaskan pelukanku lalu menatap matanya lekat-lekat. Menunggu penjelasaan selanjutnya.
Sementara Wira tidak berani menatapku.
"Ya ampun, aku lupa. Bentar ya, aku ambilin kamu susu hangat. Tadi aku sudah siapin." Dia beranjak lalu keluar kamar. Tak lama kembali lagi dengan segelas susu putih hangat
"Minum dulu. Lalu istirahat, ya."
Aku mengangguk, meneguk susu yang dibuat Wira lalu kembali berbaring. Wira terus menemaniku hingga aku tertidur kembali.
***
Hari ini aku kuliah agak siangan. Karena kondisi tubuhku sudah membaik. Aku berencana akan masuk kuliah nanti. Sejak semalam aku tidur di kamar Wira. Kami tidur bersama tanpa melakukan hal-hal lain. Yah hanya sebatas tidur. Wira memelukku hingga aku terlelap dengan nyenyak.
"Nay, kamu di rumah dulu ya. Aku harus ngajar pagi, nih. Oh ya, kalau ada apa-apa kamu bilang aja sama Arya," kata Wira saat kami sarapan.
"Arya? Siapa?"
"Bentar, ya! Arya!" teriak Wira sambil melihat ke depan rumah.
Lalu muncul lah seorang pria, berwajah datar. Sepertinya umurnya tidak berbeda jauh dariku.
Omong-omong soal umur, Wira udah tua banget, ya. Wah, aku pacaran sama kakek-kakek kalau gitu. Hihihihihi.
"Ini Arya, dia salah satu sahabatku. Kamu baik-baik di rumah. Kalau ada apa-apa kasih tahu Arya," jelas Wira.
Aku hanya tersenyum melihat Arya. Sebagai bentuk sapaan, tapi dia sama sekali tidak membalas senyumanku.
Hmm... Dasar manusia es.
"Arya. Jagain Nayla selama aku nggak di rumah," ucap Wira serius.
Arya hanya mengangguk lalu kembali ke depan.
Wira beranjak dan mengecup keningku sebelum pergi.
Mungkin aku memang harus bisa menerima wira. Semua tentang dia.
Arya berjaga di depan. Apakah ini tidak berlebihan? Bukannya Zaki sudah mati? Lalu apalagi yang dicemaskan Wira?
Ah, sudahlah.
Aku kembali ke kamar Wira. Rasanya berada di kamarnya adalah hal ternyaman jika Wira tidak ada di sisiku.
Aku duduk di meja belajarnya. Sepertinya dia suka sekali membaca, karena banyak sekali buku buku di kamarnya. Bahkan ada satu rak penuh. Aku mulai melihat dan penasaran buku buku seperti apa yang Wira miliki. Ternyata banyak sekali jenisnya. Bahkan ada sebuah buku yang sepertinya sudah lama sekali. Terlihat dari sampulnya yang sudah kusam.
Pancasona? Judul yang tersematkan di samping cover membuatku penasaran. Kuambil buku itu yang letaknya ada di rak paling atas. Saat aku mengambilnya, ada sebuah lembar kertas yang terjatuh. Sepertinya memang ada didalam buku ini. Secarik kertas berwarna kecoklatan dan agak tebal. Kertasnya terlihat sangat usang. Mungkin umurnya sama seperti buku ini. Atau sama seperti umur Wira barangkali.
Aku membalik kertas ini dan seketika mataku membulat sempurna. Ada sebuah sketsa wajah yang sangat mirip denganku.
"Ini aku? Tapi..."
Wanita di sketsa ini memang berwajah sama sepertiku. Namun penampilannya berbeda. Riasannya terlihat elegan dan rambutnya disanggul. Yang jelas ini bukan aku. Lalu siapa?
Nanti saja, aku tanyakan ke Wira.
Sambil menunggu Wira pulang dari kampus, aku membaca buku berjudul pancasona itu. Aku masih penasaran dengan hal ini. Dibuku itu dijelaskan tentang segala hal yg berhubungan dengan pancasona.
Aku sedikit ngeri melihat salah satu penjelasan dalam buku itu.
Pancasona memiliki efek yang cukup mengerikan karena pemilik ajian ini tidak akan bisa mati, jasadnya juga tak bisa diterima bumi. Orang-orang dengan ajian pancasona akan berubah menjadi jenglot. Tubuhnya mengecil, mengecil, dan terus mengecil, sedang rambut, gigi, dan kukunya terus tumbuh.
Benarkah?
Ceklek...
Pintu dibuka, pria pemilik buku ini pun lalu masuk. Aku spontan menutup buku itu dan melempar segaris senyum di bibir menyambut kepulangannya.
"Kamu jadi kuliah siang ini?" Tanyanya yang segera mengecup keningku sekilas. Aku hanya mengangguk sambil terus menatapnya yang segera berjalan ke lemari bajunya.
Dia berbalik dan menatapku heran.
"Kenapa, Nay?" tanya Wira yang sepertinya tau perubahan ekspresiku yang tidak seperti biasanya. Dia berjalan mendekatiku. Sementara sketsa itu yang sudah kugenggam sejak tadi segera kuperlihatkan padanya.
"Siapa dia? Kenapa mirip sekali denganku? Tapi aku yakin ini bukan aku, kan?!" Ku tunjukan sketsa tadi dengan menahan emosi. Entah apa yang merasukiku dan entah kenapa aku semarah ini.
Dia menatapnya dalam.
Ada rasa kesedihan yang mendalam melihat sketsa itu.
Aku masih diam, menunggu Wira siap untuk menjelaskan siapa wanita itu.
"Kalau kamu belum siap untuk cerita, nggak apa-apa kok. Aku..."
"Aku akan cerita, Nay." Dia memotong kalimatku yg belum selesai kuucapkan tadi.
"Yakin? Kamu mau cerita?" Tanyaku.
Dia mengangguk pelan.
"Wanita itu adalah..."
To be continue...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 323 Episodes
Comments
Hasnah Siti
apa?????siapa dia....aaahhh frustasi banget...nih line fonsel ku kacau lagi..🔥🔥🔥
2022-06-03
1
Endanks
masih nyimak teruuuuuuuus semangat author lanjutkan makasih banyak ya 🙏
2021-12-15
1
Eroksasik Syivashakti
hmmmm....jenglot make ilmu batara karang, rawa rontek hidup di air, pancasona tanah
harus riset lagi nih
2020-09-05
7