Kurasakan sebuah tangan kokoh melingkar di perutku dengan nafas yang berat, khas juga hangat melewati telingaku.
Aku menoleh untuk memastikan bahwa Wira yang ada dibelakangku.
"Pagi..." Ucapnya setelah matanya terbuka.
"Hmm... Pagi," jawabku sungkan.
Kulepaskan tangan Wira yg masih memelukku.
Aku segera masuk kamar mandi, cuci muka dan sikat gigi.
Setelah itu, kubuatkan secangkir kopi untuk Wira.
Ia masuk kamar mandi. Tak lama keluar dengan rambut basah.
Hbs mandi kali ya.
Ia sangat... Seksi?
"Baju kamu gimana?" Tanyaku mengalihkan pandangan.
"Nanti Arya antar baju baru ke sini," jawabnya lalu duduk di balkon kamar.
Dia diam sambil melihat ke jalanan yang masih lenggang.
"Kopinya," kataku menawarinya yang kutaruh diatas meja.
"Thanks," katanya lalu menyecap sedikit kopi itu.
Aku ikut duduk didepannya.
"Hmm... Makasih, ya kak,'' ujarku sungkan.
"Untuk?"
"Semalam,"
Dia tersenyum.
"No problem, Nay," katanya santai.
Aku meminum susu hangat ditanganku.
"Nanti bareng aja ke kampus, ya?" Tawarnya.
"Hmm... Nggak usah, kak... Rani mau jemput," kataku.
Wira hanya menaikkan sudut bibirnya lalu kembali meminum kopi buatanku.
Tak lama motor Arya ada di halaman kos ku.
Wira lalu turun untuk menemuinya. Kulihat dari atas sini, mereka terlibat perbincangan sebentar.
Lalu Arya pergi setelah sebelumnya mengangguk kepadaku. Wira kembali ke atas dengan kantung plastik ditangannya.
Kembali kami duduk berdua di balkon, namun kali ini Wira sudah memakai pakaian lengkap.
"Arya itu ....sama kaya kamu?"tanyaku penasaran.
"Iya... Dia prajuritku dulu. Hanya tinggal kami yang tersisa," jawabnya pelan.
Jari telunjuknya bermain di atas bibir cangkir kopinya. Seperti sedang memikirkan sesuatu.
Kriiinggg!
Ada panggilan masuk dari ponsel Wira.
Dia berdiri agak menjauh.
"Ya, Fin?"
"..."
"Nanti aja, kita ketemu di kampus."
Lalu telepon diakhiri.
Fin?
Siapa, ya?
"Kamu yakin nggak mau bareng?" Tanyanya sekali lagi.
"Iya."
"Ya udah, aku berangkat dulu, ya," ujarnya pamit.
Aku hanya mengangguk dan melihatnya pergi keluar dari kos ku.
Aku segera mandi karena Rani akan menjemputku tak lama lagi.
***
"Lama bener, sih bu..." Gerutu Rani saat aku sudah masuk kedalam mobilnya.
"Biasa lah... Luluran bentar," jawabku ngasal dan dia hanya mendengus kesal.
Kami lalu berangkat ke kampus.
Sampai di kampus, aku dengar jadwal mata kuliahku dimundurkan dua jam.
Huft... Tahu gini tadi masih santai saja di kos..
Aku memutuskan ke kantin karena Rani sudah masuk ke kelasnya, alhasil aku seorang diri.
"Nay!!!" Reva memanggilku melambaikan tangannya. Memberi isyarat untuk segera bergambung bersama.
Dia sedang di kantin juga rupanya.
Akhirnya aku berjalan kearahnya sambil menunjukan senyum pepsodentku.
"Diundur ya, Va??" Tanyaku sambil menarik kursi di hadapannya.
"Iya Nay, sarapan dulu deh, sambil nunggu," kata Reva.
Jadilah aku ikut saran Reva.
Kupesan sepiring nasi goreng seafood dan jeruk hangat.
Kami terlibat dalam pembicaraan yang santai seperti di pantai
"Eh Nay, liat tuh," kata Reva berbisik sambil melihat kesamping kami.
Aku lihat Wira sedang menarik kursi untuk seorang wanita, bukan Jen!
Jangan-jangan ini yg tadi namanya Fin Fin itu.
Sarapan yang tadinya enak membuatku enggan untuk menyantap, seperti mual rasanya. Hatiku terasa terbakar. Aku mencoba untuk tegar.
Beberapa kali Wira melirik ke arahku dan Reva. Aku makan dengan cepat mau tak mau. Mubazir rasanya jika tak dimakan.
"Pelan kali, Nay," kata Reva. Dia melihatku tak sabar.
"Aku lupa, mau ke perpustakaan," tukasku bohong.
"Temenin ya," kata Reva.
"Nggak usah. Tuh Boy nyariin kamu," kataku sambil menunjuk Boy yg baru saja masuk ke kantin dan menghampiri kami.
"Ya udah, Va, aku pergi dulu, ya. Boy, duluan, ya," pamitku.
Aku berjalan dengan berusaha setegar mungkin melewati Wira.
Wira melirikku sekilas walau wanita di depannya terus mengoceh kemana-mana.
Aku berjalan menuju perpustakaan.
Lebih baik aku di sini saja.
Kuambil buku dari Dewa dan kubaca lagi.
'Wirasena Ganendra Gardapti!!'
Mataku berbinar menemukan nama Wira.
Disebutkan dalam buku itu, dia termasuk senopati yang cukup diandalkan.
Eksistensinya dalam melawan musuh patut diberikan ibu jari.
Kekasihnya namanya Sekar Arumningrum yg merupakan seorang wanita yang anggun, santun, berbudi pekerti luhur dan berwawasan luas.
Sekar ini seorang yang kalem, irit bicara, santun layaknya wanita Jawa jaman dulu yang selalu taat dengann adat istiadat.
Beda sekali dengan aku, ya.
Dia tewas tertusuk pedang saat kerajaan mereka diserang. Dia berusaha menolong keluarganya namun tidak berhasil, dan Wira melihat dengan mata kepala sendiri saat Sekar tewas.
Kasihan sekali.
Apakah aku terlalu egois? Dengan memutuskan hubunganku padanya hanya karena Wira bilang masih mencintai Sekar?
Yah, aku memang egois!
Dasar bodoh! Rutukku dalam hati.
Mungkin aku harus meminta maaf padanya atas sifatku yang ke kanak kanakan.
Kulangkahkan kakiku keluar perpustakaan. Saat berjalan ke ruang asisten dosen, aku menghentikan langkahku.
Kulihat Wira sedang berpelukan dengan wanita itu.
Aku cemburu! Sangat cemburu!
Namun apa hakku? Aku sudah memutuskan hubunganku dengannya kemarin.
Jadi itu haknya jika ia berpelukan dengan wanita lain, bukan?
Aku hendak berjalan pergi namun Wira memanggilku.
"Nayla!!!" Teriaknya.
Aku hanya melirik sekilas lalu berjalan menjauh.
Wanita itu menghalangi Wira mengejarku. Itu menambah rasa sakit dihatiku.
Aku berjalan sambil menangis.
Aku mengutuk diriku sendiri karena menjadi wanita yang munafik.
Kini aku benar-benar kehilangan dirinya.
Aku masuk ke toilet sebelum kembali ke kelas. Kubasuh wajahku berkali-kali.
Saat berjalan keluar, aku terpeleset jatuh karena lantai kamar mandi yang licin.
Dan sepertinya kaki ku terkilir.
"Lho, Nay?" Reva melihatku duduk di lantai dan membantuku berdiri.
"Keseleo kayaknya, Va! Aku nggak bisa jalan, susah," rengekku.
"Hmm.. Aku panggil Boy dulu, ya. Biar dia bantu kamu." Reva lalu berlari keluar dan kembali dengan Boy.
"Aduh, kok bisa gini, Nay?" Tanya Boy lalu membopongku keluar.
"Boy, sorry, ya Ngerepotin," kataku.
"Santai kali. Nggak apa."
Kami lalu masuk kelas karena sepuluh menit lagi kuliah akan dimulai.
Boy mendudukanku di kursi. Reva kini duduk di sampingku untuk menemaniku.
"Nay, kamu sama kak Wira kenapa? Putus?" Tanyanya.
"Ya kurang lebih begitu," jawabku lemas.
"Kenapa? Kak Wira kayaknya sayang banget sama kamu deh, Nay."
Ya bukan cuma Reva saja yg mengatakan itu, namun Rani juga. Tidak, aku rasa semua orang tahu bahwa Wira sangat menyayangiku. Akunya saja yang bodoh.
Lalu laki-laki yang kami bicarakan pun masuk kelas dan langsung menatapku tajam.
Selama di dalam kelas, kami seperti tidak saling mengenal. Entah kenapa Wira berubah. Apakah karena wanita itu?
Ya sudahlah, aku toh m tau diri ini, kok. Ini salahku.
Sampai kelas berakhir,
"Nay, yuk aku bantu lagi," kata Boy menawari
"Eh, nggak usah, Boy, aku udah bisa jalan sendiri kok," balasku tak enak.
Wira yang masih di kelas memperhatikan kami juga.
Aku lalu berdiri untuk segera dapat pergi dari kelas ini.
"Nay, nggak apa biar dibopong boy aja, kita antar sampai kos kamu, deh," kata Reva khawatir.
"Tenang aja. Kakiku udah nggak apa, kok," kataku.
Aku terus memaksa berdiri, dipijakan pertama aku masih bertahan, namun dilangkah selanjutnya, aku terjatuh. Untung Boy sigap menangkapku.
"Udah deh, Nay... Biar aku bopong lagi aja," ujar Boy merasa iba melihatku.
Tapi sebelum aku menolak Boy, tiba-tiba Wira sudah membopongku.
"Kamu tuh, ngeyel kalau di kasih tau!" Gerutunya.
Reva dan Boy saling lempar pandang melihat kami.
"Biar saya yang antar Nayla," ujarnya datar.
"Iya kak," jawab boy.
Wira membopongku menuju parkiran. Lalu meletakanku di jok belakang motornya.
Ia naik lalu melesat pergi dari kampus.
Kami pulang ke kosku.
Saat sampai pun, Wira masih membopongku naik menuju kamarku.
Ia meletakanku di sofa ruang tengah, lalu berjongkok sambil mengamati luka di kakiku.
Ia mengambil balsam lalu memijitnya dengan lembut.
Aku hanya menatapnya terus.
Ia selalu memperlakukanku seperti ini.
Tak terasa bulir bening jatuh mengenai kaki ku yang sakit. Aku merindukan hal seperti ini ketika masih bersamanya.
Wira yang menyadarinya lalu mendongak.
"Kenapa? Sakit?" Tanyanya.
Aku mengangguk.
"Iya, aku sakit! Kenapa kamu selalu seperti ini? Kamu selalu perhatian sama aku! Kamu selalu ada buat aku! Tapi aku selalu nyakitin kamu.
Dan sekarang kita impas, rasanya bagai hatiku dirajam oleh puluhan batu saat lihat kamu dengan wanita itu," kataku akhirnya melontarkan rasa kesalku.
Wira diam lalu menatap mataku yang terus tergenang air mata.
Tangan kirinya diletakan di wajahku. Ia mensejajariku lalu melumat bibirku lembut.
Rasa rindu yang selama ini amat sangat kurasa kini seperti luruh begitu saja.
Aku pun menyambut ciuman dari dirinya sambil meletakan tanganku di tengkuk nya, membuat ciuman kami semakin dalam.
"Aku sayang kamu, Nay. Aku pernah bilang, kan cuma kamu nggak ada yang lain. Aku sayang kamu karena kamu adalah Nayla, bukan kareba kamu serupa dengan Sekar. Kamu dan Sekar berbeda. Aku mencintai kecerewetan kamu, kecerobohan kamu, manjamu, keegoisanmu, dan semua yang ada padamu. Aku sangat mencintaimu," jelasnya.
Aku langsung berhambur memeluknya sambil terisak.
"Terus wanita tadi siapa?" Tanyaku.
Dia tertawa tertahan.
"Dia adik Jen. Dia sengaja pengen bikin kamu cemburu. Ternyata berhasil juga!" Katanya saat kulepaskan pelukanku.
Kupukul dadanya sambil merengek kesal.
Wira menarikku lagi ke dalam pelukannya.
"Kita balikan?" Tanyanya.
Aku mengangguk setuju.
"Engkaulah getar pertama yang meruntuhkan gerbang tak berujungku mengenal hidup.
Engkaulah tetes embun pertama yang menyesatkan dahagaku dalam cinta yang tak bermuara.
Engkaulah matahari firdausku yang menyinari kata pertama di cakrawala aksara.
Yang hadir dengan ketiadaanmu.
Yang bermakna dalam ketidakmengertianku.
Gerakmu tiada pasti.
Namun aku disini, masih mencintaimu, entah kenapa, dan entah sampai kapan.
Sebab cinta tak perlu alasan untuk dimengerti."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 323 Episodes
Comments
Yuli Eka Puji R
nayla kok murahan ya, mau tidur bareng walau ga ngapa"in ttp aja ga baik
2023-07-24
0
Hasnah Siti
❤🔥🔥🔥🥰
2022-06-03
1
Endanks
jooooossssss thor'warbiasa thor'lanjutin 😜
2021-12-15
1