Amdan mencoba menghubungi bibinya untuk menanyakan apakah kabar Arin sepupunya itu benar atau hanya kabar burung saja.
Rasanya tak percaya ia mendengar kabar tersebut, sebab dua minggu yang lalu baru saja gadis itu singgah ke rumahnya sebelum berangkat ke kota untuk kembali bekerja setelah libur beberapa hari.
Ia menekan tombol hijau saat melihat satu nama yang menjadi tujuannya.
Panggilan tersebut aktif, tetapi berulang kali tidak dijawab. "Apa yang sebenarnya terjadi?" Gumam Amdan dengan lirih.
"Bang, kamu sudah nelpon kakakmu apa belum!" tiba-tiba Wardah menyela dari arah kamar. Aku meliriknya sejenak.
"Sabarlah, Dik. Ini ada kabar duka, Arin sepupuku meninggal dunia!" ucapnya dengan setenang mungkin.
Seketika Wardah mengerutkan keningnya. "Arin, meninggal? Kok bisa?" tanyanya dengan memperlihatkan wajah kaget dan penasaran.
"Ya mana abang tau, ini juga baru dapat kabar," sahutnya sembari menekan tombol hijau atas nama bibinya, namun tak juga diangkat dan sedang sibuk.
Lalu ia mencari satu nama yang ia ingat untuk dihubungi, yaitu Fahri sepupunya yang merupakan adik dari Arin. Tetapi pria itu juga tak mengangkat panggilan teleponnya.
Lalu ia bergegas menutup layar ponselnya karena merasa penasaran dengan apa yang terjadi pada bibinya. "Dik, titip ibu bentar, ya," ucapnya, lalu pergi mengendarai motornya tanpa menunggu persetujuan dari Wardah.
Pria itu bahkan tak perduli dengan omelan sang istri, lalu memilih untuk menemui sang bibi yang berada sekitar 2 km dari rumahnya.
Ia melajukan motornya menuju rumah bibinya.
Wuuuuuussshh....
Desiran angin berhawa panas menerpa kulit wajahnya ditengah suhu udara malam yang dingin.
Seeeerrr....
Ia mersakan bulu kuduknya meremang dan berusaha tak menghiraukan apa yang sedang ia rasakan saat ini.
Tak beberapa lama, ia tiba dirumah bibi Ira yang merupakan adik bungsu dari ibunya dan benar saja, dirumah itu ia mendengar suara tangisan dari bibinya yang terdengar pilu, bahkan Pak Sabar yang merupakan suaminya berusaha mendekapnya untuk menenangkannya.
"Dik, sabarlah, polisi sedang menguji forensik jasad Arin," ucap pa Sabar dengan wajahnya terlihat sedih.
"Tidak, aku tidak terima dengan semua ini, Aaariiin, jangan tinggalin ibu, Nak," teriaknya dengan pilu.
Aku diam terpaku, ternyata benar apa yang dikabarkan oleh Pak Cikku, jika Arin meninggal dunia, tetapi mengapa mereka tidak mengabariku? Bukankah aku disini yang paling dekat dengan mereka? Sedangkan pak Cik yang berada jauh diluar propinsi sudah dikabari.
Amdan melihat Fahri dengan wajah gelisah dan ia terlihat gugup. "Fahri, Arin meninggal kenapa?" tanya pria itu pada adik sepupunya.
Ia melirikku dengan tatapan malas. "Gak tau," jawabnya ketus, seolah ia tidak suka dengan kehadiran kakak sepupunya.
Seketika Amdan merasakan hatinya begitu sakit terbawa perasaan karena seolah tak dibutuhkan. Mendapati kondisinya yang diabaikan, ia memilih untuk pulang, dan hari semakin beranjak malam. Ia kembali mengendarai motornya dan bergegas pulang.
Setibanya dirumah, ia melihat warungnya masih terbuka. Tetapi Wardah tidak menjaganya, mungkin istrinya itu ketiduran saat meninabobokkan puteri mereka.
"Ya ampun, Wardah, warung bukannya ditutup malah ditinggal tidur," gumamnya dengan lirih. Lalu ia memarkirkan motornya didepan teras rumahnya.
Ia melihat warungnya akhir-akhir ini sangat sepi bak kuburan, padahal biasanya sangat ramai hingga ke subuh, tetapi sekarang baru jam 9 malam saja sudah sepi tanpa ada lagi anak-anak remaja yang nongkrong bermain gitar sembari memesan mie instan, kopi ataupun minuman lainnya.
Amdan berusaha membukanya hingga satu jam lagi, sebab ia merasakan keuangannya sudah tidak baik-baik saja beberapa hari ini, berharap jika ada pembeli yang datang dan membeli dagangannya agar ia dapat membeli obat untuk ibunya.
Sudah lebih dari satu jam lamanya ia menunggu, tetapi tak juga ada yang datang membeli, dan ia memutuskan untuk menutup warungnya.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, ponselnya berdering, dan panggilan dari kakaknya yang saat ini berada jauh diperantauan.
"Hallo, Assalammualaikum," sapa Amdan dengan lirih.
"Waalaikum salam, Am, apa benar Arin meninggal?" tanya sang kakak dari seberang telepon.
"Ya," jawabnya lemah.
"Koq bisa?"
"Tidak tahu," lalu ia menghela nafasnya dengan berat.
"Kow bisa gak tau? Kau datangi-lah coba kau datangi dulu mereka , " saran dari mbak Dewi.
"Mbak pulang, gak?" tanyanya mengalihkan pembicaraan mereka.
"Insya Allah kakak pulang besok," jawab Dewi.
"Oh, Ya sudah, aku tunggu," jawabnya dengan nada malas, lalu memutuskan panggilan sepihak. Ia berjalan masuk menuju rumah.
Wuuuuuusssh....
Ia melihat sekelebatan bayangan yang melintas dengan cepat itu mengagetkannya. Lalu ia mencoba mengejarnya karena bayangan itu menuju arah belakang.
Taaaaang...
Suara benda terjatuh diatas atap rumah yang terbuat dari seng dan menimbulkan dentingan yang cukup keras.
Seketika Amdan kehilangan jejak sosok yang menghilang tersebut.
"Eeemmmmm.... Emmmmm,"
Terdengar suara Munah sang ibu kembali merintih kesakitan. Kali ini jantungnya yang terasa sangat sakit bagaikan ditusuk sebuah paku besar.
"Ibu," gumam Amdan, lalu ia membatalkan niatnya untuk mengejar sosok tersebut dan memasuki rumah untuk melihat ibunya yang mengerang kesakitan sembari memegangi dada kirinya menggunakan tangan kanannya, sebab tubuh bagian kirinya sudah lumpuh.
"Bu, kenapa?" ucapnya dengan nada khawatir.
"Emmm.. Emmmm," rintihnya dengan bibir yang miring ke kiri.
Amdan menghampiri ibunya, lalu mencari minyak gosok dan membalurkannya ke dada sang ibu untuk mengurangi rasa sakitnya. "Mungkin ibu masuk angin," ucapnya dengan lembut.
Setelah selesai, ia beranjak bangkit ingin mengambilkan air hangat untuk ibunya dan menuju ke dapur.
Sepeninggalan Amdan ke dapur, tiba-tiba seekor ular berwarna hitam pekat tiba-tiba memasuki kamar yang entah darimana datangnya.
Sssssshhhhsss....
Suara desisannya terdengar sangat mengerikan dan ia merayap dengan kepala yang tegak dan mulut terbuka lebar berniat hendak mematuk kaki Munah yang saat ini tersentak kaget dengan kehadiran binatang berbisa tersebut.
"Emmm....," rintihnya lagi.
Amdan yang tiba didepan pintu tercengang melihat sosok hewan berbahaya tersebut dan tiba-tiba menjatuhkan gelas berisi air hangat yang sedang dipegangnya.
Seketika hewan itu memutar arah padannya dan mendesis tak suka. Pria itu berjalan mundur dan berniat meraih batang penyapu yang akan ia gunakan untuk melenyapkan ular tersebut.
Baru saja ia dapat meraih penyapu ditangannya, tiba-tiba ular itu menghilang dalam sekelip pandangan saja.
"Hah!" Amdan tersentak kaget dan mengedarkan pandangannya mencari sosok hewan melata tersebut yang ia takutkan menyelinap dibagian kasur sang ibu.
"Bu, kemana ularnya pergi?" tanya Amdan dengan debaran hati terdengar sangat bergemuruh.
"Emmmm...," Munah menggelengkan kepalanya, sebab ia tidak melihat kemana arah ular hitam itu pergi.
Kreeeek...
Terdengar suara pintu kamar terbuka, dan tampak Wardah keluar dari kamar dan berkacak pinggang dengan rambut acak-acakkan.
"Lama-lama aku stres tinggal dirumah ini..! Ini sudah malam, mengapa kalian juga masih bising!" hardiknya dengan nada lantang.
Seketika Amdan tersentak mendengar omelan sang istri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
✪⃟𝔄ʀ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ☕☕☕
kira2 ini siapa pelakunya Hyo masih ikut nyimak ini misteri ny blm terkuak kira2 KK thor nya mau buat gmn yah
2024-07-07
0
☠ kiky ᶜᵒᵒᵏᶦᵉ
jadi curigaa sama fahri, jangan" dia lagi yg melakukan itu
2024-06-03
0
ren rene
sepertinya santet dr bibi nya
2024-05-27
0