"Maksud Aki apa? Anakku terkena guna-guna?" tanyanya dengan nada yang penuh rasa penasaran.
"Ya, anakmu terkena guna-guna akan iri dengki seseorang." pria itu memercikkan air yang tadinya baru saja ia mantrai kepada bocah yang sudah sangat lemah itu. "Orang tersebut memiliki dendam padamu," pria itu semakin memperkuat keyakinannya.
"Siapa yang Aki Pahing maksudkan?" tanya Fahri dengan tak sabar.
"Yang saat ini ada dihatimu," ucapnya.
"Bang Amdan?"
"Ya, siapa.lagi jika bukan dia!" ucap pria itu dengan nada meyakinkan.
"Mengapa ia berbuat seperti itu?"
"Karena dia tidak menyukai kamu mengambil alih pekerjaan sebagai mandor diperkebunan milik Haji Somad." sang pria yang masih berusia 40 tahun dsn dipanggil Ki Pahing itu menyunggingkan senyum misterius.
"Brengsek! Dan aku melihat jika kematian Arin juga ada kejanggalan, apakah itu ada hubungannya dengan bang Amdan?" Fahri semakin pensaran.
"Tentu saja, karena ia ingin membalas semua rasa kesalnya padamu, maka ia mencelakai keluargamu," sahut Ki Pahing dengan nada penuh penekanan.
"Biadab! Kembalikan semua sihir itu padanya, Ki!" titah Fahri dengan sangat kesal.
Pria itu menyunggingkan senyum puas. "Baiklah, kamu tenang saja. Akan ku buat ia menderita," pria itu menatap dengan tajam. "Pulanglah, bawa air ini, dan jika anakmu tidak sembuh juga, itu artinya sihir yang dilancarkan oleh Amdan sangat kuat, maka ambil tanah kuburan, dan nanti akan saya buat ramuan untuk membuat keluarganya sakit parah," sahut pria itu.
"Baik, Ki. Terimakasih atas bantuannya," ucap Fahri dengan nada yang penuh amarah dan dendam.
Lalu ia berpamitan pulang dan membawa puteranya yang semakin lemah.
Saat berada didalam mobil. Shinta terlihat berfikir. "Bang, jangan terlalu percaya kata dukun, karena itu semua tipu muslihat. Ku lihat bang Amdan tidak pernah macam-macam, jadi tidak mungkin ia mencelakai kita," Shinta berasumsi.
Fahri menatapnya. "Sudahlah, kamu jangan ikut campur, ini urusanku," sahutnya, lalu menyetir mobil dengan nada amarah.
Setelah mereka meninggalkan tempat tersebut, seseorang menyelinap keluar dari dalam rumah sang dukun, lalu berlari menuju tempat yang mana ia tadi sedang memarkirkan motornya.
*****
Pagi ini suasana sangat begitu hening, hingga saatnya semua menjadi gaduh saat Rizky kembali memuntahkan darah bergumpal laksana hati sapi yang membuat Shinta berteriak histeris.
"Bang, bang Fahri, lihat anak kita, Bang," panggilnya pada sang suami yang saat ini sedang mengawasi para pekerja kebun karet yang sedang menderes getah dan tak jauh dari tempat tinggal mereka.
"Ada apa?" sahutnya cepat dan berlari pulang, sebab kebun itu tepat dibelakang rumahnya yang merupakan milik perorangan seluas 10 hektar.
"Rizky muntah lagi. Itu tandanya obat Ki Pahing tidak manjur, dua berdusta," ucap Shinta sembari mendekap puteranya.
Pria itu menggeram. "Ini bukan karena mantranya yang tidak ampuh, tetapi jin kiriman bang Amdan yang lebih kuat!" ucapnya dengan geram.
Shinta memandang dengan kesal. "Jangan menuduh seseorang yang belum tentu kebenarannya, dan itu dapat menjadi fitnah!" ucap Shinta, lalu ia menggendong puteranya menggunakan kain jarik dan meraih kunci motor.
Fahri tercengang. "Mau kemana, Kamu?!" tanyanya dengan nada tinggi.
"Bawa Rizky berobat!" jawabnya dengan kesal dan mengendarai motornya menuju tempat yang ia percaya dapat menyembuhkan puteranya.
****
Amdan menyapu halaman rumahnya. Ia baru saja memandikan ibunya, sedangkan Dewi kakanya sudah kembali pulang, sebab anaknya merengek dan suaminya bekerja, maka tidak ada yang menjaganya.
Sementara itu,.Wardah saat ini tidak mau mengurus sang ibu mertuanya yang saat ini sedang sakit parah. Entah mengapa ia merasakan kebencian yang mendalam pada ibu mertuanya tanpa sebab.
Ia merasa jengkel emosi seriap kali melihat Amdan memandikan ibunya dan itu terlihat sangat menyebalkan.
Sreeeeek...
Sesaat sapu lidi yang berasal dari tulang daun kelapa sawit itu sedang menyentuh sesuatu yang sangat mencurigakan.
Rada penasaran yang tinggi membuatnya untuk melihat apa gerangan yang saat ini berada tepat didepan rumahnya.
"Apa ini?" gumamnya lirih dan ia berjongkok untuk melihat apa yang membuatnya begitu sangat penasaran.
Ia meraih sebuah ranting kecil kering yang tergeletak disisi kirinya.
Perlahan ia mulai menggalinya, dan terlihat sebuah kantong plastik transparan yang terikat karet.
Amdan semakin penasaran dan akhirnya ia menarik kantong plastik tersebut, lalu ia dikejutkan dengan sebuah isian yang sangat janggal.
Tampak dikantong itu berisi paku berkarat dan jarum jahit yang juga berkarat, serta ijuk pohon enau bersama dengan telur ayam yang baru saja busuk karena eraman yang tidak berkembang dan tampak pecah membasahi semua benda tersebut.
"Astaghfirullah... Apa ini?" gumamnya dengan tangan gemetar dan membuatnya sangat takut.
Dengan cepat ia pergi ke pembuangan sampah dan membakar benda tersebut. "Jin asalnya dari api, maka kembali ke api," ucapnya, lalu membaca segala doa yang menghancurkan para jin dan iblis.
Duuuuaaaar.....
Sebuah ledakan dahsyat terdengar jauh. Sepertinya dari arah utara bersamaan dengan terbakarnya semua benda tersebut.
"Aaaaarrrrggghh....," teriakan kesakitan yang berasal dari Agung saat sedang menderes getah.
Sesaat pria memegangi dadanya yang terasa sangat sakit dan ia ambruk ditengah kebun dengan mata terbeliak ke atas.
"Mandor Fahri, ayah anda ambruk!" ucap salah seorang pekerja yang datang menghampirinya dengan terengah-engah.
"Hah, dimana?" tanya pria itu panik.
"Disana," tunjuk pria itu. Lalu Fahri berlari menuju arah yang ditunjuk oleh pekerjanya.
"Ayah...,ayah bangun," teriak Fahri sembari mengguncang tu uh ayahnya.
Tetapi pria itu tak merespon, hanya suara ngorok-kannya yang terdengar sangat memilukan.
"Panggil ambulance!," tItah Fahri, lalu yang lainnya berusaha untuk menghubungi dengan segera.
Fahri semakin panik saat melihat sang ayah tak lagi mengorok dan diam tak bergeming.
"Ayah... Ayah... Ayah!" panggil Fahri rasa tak percaya. "Baru dua kepergian Arin, yah. Jangan lagi!" ucapnya penuh dengan rasa takut yang sangat mengerikan.
Tak berselang lama, mobil ambulance datang meraung-raung dan Fahri beserta warga lainnya membawa jasad ayahnya untuk dinaikkan ke mobil ambulance.
Fahri merasakan tubuhnya sangat lemah. Ia menatap jasad sang ayah berada didalam mobil bersama dirinya ia baru saja kehilangan sang adik, kini ayahnya juga menyusul
"Aaaaa!" teriaknya, dan hal itu didengar oleh para karyawan yang sedang menderes.
Mobil ambulance meraung untuk meninggalkan lokasi dan Amdan ikut bersama. Ia tidak dapat mengatakan apapun lagi. Ia bingung untuk menjelaskan semuanya dan ia akan mengatakan apa pada ibunya melihat hal tersebut.
Mobil ambulance tiba dirumah dan ia sangat gemetar. Terlihat sang ibu yang memakai pakaian daster motfif kembang untuk menyambut sang suami yang saat ini sudah tak dapat menemani perjalanan hidupnya meski belum usai.
Sesaat
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Omar Diba Alkatiri
baru kali ini aku baca novel tapi bingung sendiri semua alurnya serba tiba tiba tanpa ada penjelasan di awal sebab akibat nya
2025-01-29
0
Omar Diba Alkatiri
bapaknya Fahri bukannya pak Sabar namanya? baca deh bab pas lagi nunggu jenazah Airin disana ditulis pak sabar nama suami Bu ira
2025-01-29
0
Krisna Adhi
ini jadinya kalau ke orang bodoh ,tambah pulak bodohnya ,,,/Skull/
2024-09-23
0