Para pelayat berbubaran dan pulang satu persatu. Tetapi bi Ira tampak tak ada bersimpati untuk datang, dan Amdan mengabaikannya.
Saat subuh menjelang, listrik dirumah pria yang sedang berduka itu tak juga hidup.
Tampak lampu sorot dari dua buah mobil datang memasuki halaman rumah, dan ia memastikan jika itu pasti rombongan Kak Dewi, Kak Kanaya, dan Kak Risti beserta keluarga kecil mereka.
Dewi tampak terburu-buru turun dari mobil. Matanya terlihat bengkak dan pastinya ia menangis sepanjang jalan menuju kemari karena tidak dapat bertemu dengan jasad ibunya.
Ia memeluk adik lelakinya saat pria itu berdiri diambang pintu menyambutnya. Tak ada sepatah katapun, hanya isakannya yang terdengar pilu dan pundaknya berguncang.
Kedua kakaknya yang lain tampak berjalan menuju pintu masuk bersama dengan.para anak mereka.
"Huuuuuuaaaaa.... Huaaaaaa....," teriak anak kak Kanaya yang berusia 1 tahun dengan kencang dan matanya melihat ke arah samping rumah sisi kiri. Bayi mungil itu sepertinya melihat sesuatu yang sangat mengerikan disana. Satu sosok tinggi besar berwarna hijau sedang menatapnya tak suka.
Sontak tangisannya mengejutkan kami dan buru-buru membawanya masuk ke rumah meskipun suasana sangat remang-remang karena aku hanya menggunakan dua buah lampu senter otomatis, sedangkan lampu bohlam LED ku juga iku mati.
"Kenapa lampu mati semua, sedangkan dirumah tetangga hidup?" tanya Kanaya dengan rasa penasaran.
Amdan menggedikkan kedua pundaknya dan mengisyaratkan jika ia juga tidak tahu apa penyebabnya.
"Malam tadi tiba-tiba meledak meterannya, dan amu juga bingung mengapa lampu LED yang biasanya otomatis tiba-tiba iku padam juga." Amdan beranjak dari tempatnya dan memasuki ruang tamu yang menyatu dengan ruang keluarga.
Hari semakin memasuki waktu subuh, sedangkan bayi kak Kanaya masih terus menangis dan ia tampak begitu ketakutan.
"Cup...cup.. Cup... Sayang. Jangan menangis ya, Sayang," ujar sang ibu mencoba menenangkan sang bayi. Berbagai cara dilakukannnya, dengan menyusui, tetapi bayi itu terus menolak dan tangisannya semakin menjadi.
Dewi merasakan sesuatu yang tidak beres dan tentunya berhawa negatif sedang berada disekitar rumah milik Amdan-adiknya.
"Coba ambil buku yasin," titahnya pada sang adik.
Amdan menuju lemari televisi dan membuka sebuah keranjang kecil.yang merupakan keranjang berbahan plastik yang berfungsi untuk menyimpan semua buku kecil.agar tidak berserakan.
Ia meraih buku kecil yang dipinta oleh sang kakak, lalu memberikannya. Wanita itu meraihnya dan membuka lembarannya, lalu mulai mengalunkan tiap baris kata demi kata dengan penuh penjiwaan, serta pengkhayatan. Semetara itu, jasad
Tak berselang lama, adzan berkumandang, dan tiba-tiba saja bayi itu terdiam dari tangisnya. Semua mengucap syukur yang tiada henti.
*****
Amdan pergi bersama Dewi untuk berbelanja karena malam ini mereka akan mengadakan acara sedekah malam ketiga dan juga malam ke tujuh nantinya untuk mengirimkan doa pada ibu mereka.
Dewi sibuk memilih bumbu, sedangkan Amdan ke tempat pedagang ayam boiler dan memesan 20kg ayam.
Dewi masih memilih cabai, hingga sesaat ia mendengar sebuah percakapan yang sangat menyakitkan hatinya.
"Eh, Ira. Kamu gak kerumah kakakmu? Bukannya kakakmu sudah meninggal?" ucap seorang lelaki yang saat ini menggunakan blankon bercorak batik berwarna coklat.
Seketika Dewi melirik ke sumber suara, dan ternyata dipedangan bumbu yang berjarak sekitar 2 meter darinya berdiri sang bibi bersama pria yang tidak begitu dikenal oleh Dewi. Maklum saja, Dewi kelamaan merantau sejak ia masih SLTP sudah bersekolah dikota, sehingga tidak begitu mengenali orang-orang yang baru.
Ia memalingkan wajahnya, mencoba menguping pembicaraan mereka.
"Ah, ngapain datang coba, kan bagus jika Kak Munah sudah meninggal, maka dendamku terbalaskan," ucapnya sedikit berbisik.
Deeeeeggh...
Seketika jantung Dewi seilah hendak lepas. Ia merasa ini tidak benar. Ia tahu jika bibinya sudah lama membenci ibunya, bahkan ia tidak tahu apa alasan sang bibi membenci ibunya, sehingga mengatakan hal.yang demikian.
"Hehehehehe, berarti kamu harus tepati janjimu padaku," sahut pria itu pada bibinya.
"Aman kalau itu! Tenang sajalah," jawab Bi Ira, lalu pergi dari tempat ia tadi membeli sayuran.
Dewi merasa jika ada sesuatu yang disembunyikan oleh bibi dan juga pria tersebut, tetapi ia tidak dapat menuduh itu apa, sebab tidak memiliki bukti konkrit.
Jantung Dewi seolah terlepas mendengar percakapan tersebut, lalu ia bergegas untuk menyudahi belanjanya dan menghampiri Amdan yang saat ini sedang berbelanja beras dan sebagainya disebuah toko sembako.
"Am, Bi Ira apa emang gak datang semalam?" tanya Dewi dengan berbisik.
Amdan menoleh kearah sang kakak. "Aku melihatnya semalam ada, sebentar saja, sebab aku juga sibuk," jawab Amdan. "Emangnya kenapa, Kak?" tanya Pria itu balik.
Dewi terlihat sedang berfikir. "Tidak apa-apa," jawabnya cepat.
Mereka bergegas mengumpulkan semua barang belanjaan mereka, lalu memasukkannya ke dalam mobil milik Dewi.
Saat mereka akan keluar dari parkiran, Dewi melihat pria yang menggunakan blankon tersebut. "Am, kamu kenal dengan orang itu apa.tidak?" tanya Dewi pada sang adik.
"Yang mana, Kak?"
"Itu, yang diparkiran, pakai blankon motif batik mirip lintah warna coklat," tunjuk Dewi ke arah parkiran.
Amdan mengarahkan pandangannya pada yang ditunjuk oleh sang kakak. "Itu Ki Pahing. Dia dukun hitam sekaligus orang paling licik," jawabnya, "Kenapa kakak bertanya?"
"Tadi kakak gak sengaja dia ngobrol dengan Bi Ira dan menyinggung masalah meninggalnya ibu. Entah kenapa kakak merasa jika kematian ibu ada hubungannya dengan mereka," sahut Dewi dengan perasaan yang begitu curiga.
"Serahkan pada Allah, Kak. Jika ini karena perbuatan mereka, maka segala dosa ibu akan ditransfer kepada mereka, dan pahala mereka akan ditransfer kepada ibu, dan semua sesuatunya ada timbal baliknya," jawab Amdan.
Dewi menarik nafasnya dengan berat. "Entahlah. Perasaan kakak seperti mengatakan ada sesuatu yang tidak enak," Dewi mengungkapkan perasaannya yang terasa janggal.
"Aku juga merasakan hal yang sama, Kak. Asalkan kakak tau, aku mengalami insiden mati lampu saat mengucapkan kalimat."Apakah ada hubungan kematian ibu dengan Bi Ira?" tiba-tiba alat KwH listrik meledak tanpa sebab," jawab Amdan. "Tetapi kakak jangan cerita tentang hal ini pada kak Kanaya dan Kak Risti, cukup kita berdua saja yang tau," pinta Amdan.
Dewi menganggukkan kepalanya,.ia juga tidak ingin.melihat kedua adik perempuannya.ikut mencurigai sang bibi, cukup mereka saja yang tau.
Setibanya dirumah. Para tetangga sudah datang untuk membantu memasak.
"Wardah, ini pampers anak kamu jangan diletakkan dikamar mandi, apalagi ada kotoran pup-nya, kan gak enak dilihat kalau ada yang masuk kamar mandi," Kanaya menegur sang adik ipar yang saat ini sedang duduk bersama dengan anaknya yang baru saja selesai mandi.
"Eh, Kak Kanaya, berisik banget sih, Kamu! Baru saja datang sudah banyak ulah!" sahut Wardah dengan ketus. Seketika Risti, Dewi dan Amdan yang mendengarnya tercengang dengan jawaban Wardah yang diluar dari ekspektasi. Amdan merasa jika akhir-akhir ini istrinya sering marah-marah tidak jelas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Omar Diba Alkatiri
dasar lemot ga ada inisiatif cari tau kek atau gimana gitu
2025-01-29
0
Yulay Yuli
Tahlil thour bukan sedekah. acara org meninggal
2025-04-18
0
✪⃟𝔄ʀ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ☕☕☕
yeeeee SMG aja CPT terungkap
2024-07-08
0