Sesuatu yang salah

"Hah! Mengapa ia menuduhmu menjadi dalang penangkapan dirinya saat kepergok menjual pupuk milikku?" ucap Toni dengan rasa tak percaya.

"Abang lihat sendirikan jika aku dianggap sebagai biang keroknya dan ingin merebut pekerjaannya," ucap Amdan dengan lirih.

Toni mengacak rambutnya dengan kasar. "Dasar si Danang tidak tahu malu. Ia yang jelas berbuat tetapi justru menyalahkan orang lain," ucap Toni dengan kesal. "Aku sudah curiga sejak lama padanya, karena stok pupuk dengan penjualan sangat berbeda," ucapnya dengan kesal.

"Aku tidak ingin terlibat, Bang. Esok aku usahakan untuk mencari pengganti sebagai mandor digudang abang,"

Toni mendenguskan nafasnya dengan berat. "Ya sudah, abang tidak dapat memaksa," sahutnya datar, lalu berpamitan untuk pergi.

Sesaat Amdan memasuki warungnya. Sangat sepi, seperti tak terlihat ada pembeli yang akan singgah.

Adzan berkumandang. Tiba-tiba seseorang singgah untuk membeli sesuatu diwarungnya, seorang wanita menggunakan hijab berwarna biru tua.

"Am, beli mie instan dua bungkus," ucapnya cepat.

"Iya Buk Dhe, apalagi." lalu ia mengambil kantong kresek dan memasukkan mie instan dengan merk tertentu kedalam kantong.

"Kopi cappucino dua bungkus," jawabnya lagi. "Kamu kenapa sering tutup sih? Kan Buk Dhe jadi jauh buat belanja yang ringan-ringan," ucapnya dengan sedikit kesal. Sebab jika Amdan tutup warung, ia harus berjalan sedikit jauh ke warung satunya.

"Hah, masa sih, Buk Dhe. Aku setiap hari buka, Koq. sahut pria itu dengan perasaan bingung. Sebab ia merasa selalu buka sejak pagi hingga Maghrib, dan buka setelah selesai Maghrib hingga pukul 12 malam.

"Ah, ngarang kamu. Buk Dhe sering kemari dan warung kamu itu terus tutup, dan gak mungkin mata Buk Dhe rabun. Itu kamu warung diberi lampu yang lebih terang, sebab kadang gelap dan lampu tidak kamu hidupkan," ucapnya lagi.

Amdan semakin merasa jika sesuatu yang tidak beres terjadi pada warungnya. Wanita itu menyudahi belanjanya dan membayarnya, lalu pergi.

"Perasaan aku buka warung tiap hari. Kenapa mereka mengatakan aku tutup?" gumamnya dengan rasa penasaran yang cukup tinggi.

Bahkan ia memasang lampu dua buah lampu bohlam 40 watt dibagian dalam warung dan juga dijoglo tempat para remaja berkumpul untuk bergitar atau bermain ponsel sembari memesan kopi Aceh dan juga mie untuk camilan mereka. Tetapi mengapa mereka mengatakan warungnya gelap?

Amdan merasakan ini benar-benar sangat tidak logis dan ia harus meruqiyah warungnya.

Ia mengambil sebungkus garam kasar, berjalan berkeliling sembari membaca surah Al Fatiha, Ayat Qursi, surah Al ikhlas, Al Falaq dan An Nas sebanyak 7 putaran dan ia tutup dengan shalawat nabi.

Jreeeeeng....

Terdengar suara gitar dimainkan. Terlihat dikejauhan Toni dan juga Doni berjalan beriringan menuju warungnya. Lalu menuju joglo dan duduk disana.

"Bang Am, kopi dua, mie goreng dua," teriak Toni, lalu memulai bermain gitar.

"Ya,"sahut Amdan dengan penuh semangat, lalu membuat kopi pesanan keduanya.

"Nih." Amdan meletakkan dua gelas kopi diatas lantai joglo yang terbuat dari papan kayu.

"kemana saja, sih, Bang, tutup terus," omel Toni, lalu menyeruput kopinya.

"Gak kemana-mana," sahutnya, lalu pergi ke dapur dan memasak mie goreng pesanan kedua remaja itu.

*****

Fahri terlihat gelisah saat menunggu didepan ruang pemeriksaan untuk melihat hasil rontgent sang putera.

Pintu dibuka. "Maaf, Pak. Dari hasil pemeriksaan, anak bapak baik saja-saja. Tidak ada penyakit yang mengkhawatirkan, dan kami juga tidak mengerti apa yang menyebabkan pendarahan begitu hebat." Dokter itu memijat keningnya, seolah ada beban berat yang ia pikul saat ini.

"Hah, tidak mungkin! Dokter lihat sendiri bukan jika anak saya baru saja memuntahkan darah yang cukup banyak, dan ini." Fahri meraih ujung kemejanya yang basah terkena cairan kental berwarna merah tersebut. "Ini buktinya, apa dokter tidak melihatnya?!" ucap Fahri dengan kesal.

"Tetapi bapak bisa lihat sendiri, jika hasil disini memperlihatkan sesuatu yang cukup bersih." dokter itu mengangkat copy an hasil pemeriksaan tersebut.

"Hah!" sanggah Fahri, lalu meninggalkan sang dokter dan membawa paksa anaknya kembali pulang.

Pria itu tampak sangat marah ketika menerima kenyataan jika dokter dianggapnya tidak becus dalam memeriksa anaknya.

"Bang, apa kita sebaiknya bertahan dulu disini, agar Rizky selesai diinfus dulu," Santi mencoba membujuk.

"Tidak, kita pulang! Jika hanya diinfus saja, lebih baik kita pulang!" ia mencabut jarum infus dengan cepat tanpa menunggu pihak medis dan membawa puteranya begitu saja saat melihat penjagaan lengah.

Setelah berhasil kuar dari rumah sakit. Keduanya menuju pulang, terlihat Rizky sangat lemah dan ia tampak tertidur dengan nafas yang tersengal.

Keduanya sudah berada dipertengahan jalan. Tiba-tiba bocah itu kembali memuntahkan darahnya dengan mata yang terpejam.

"Rizky," teriak Santi sembari memeluk sang bocah dengan rasa khawatir yang menggunung. Ia merasakan bayang-bayang kepergian anaknya begitu dekat, ia sangat takut akan hal itu.

"Bagaimana ini, Bang...," Santi sangat panik.

"Ya gimana lagi, abang juga pusing!" ucapnya dengan bingung sembari menyetir mobil.

"Apa salah puteraku harus mengalami nasib buruk seperti ini," ucapnya dengan sangat nelangsa.

Fahri menambah laju kendaraannya. Ia ingin cepat tiba dirumah, sebab apa yang dilakukan mereka ke runah sakit hanya sebuah kesia-siaan belaka.

*****

"Kita mau kemana, Bang?" tanya Santi saat melihat sang suami berbelok arah dari tujuan ke rumah.

"Diam sajalah!" omelnya.

Lalu mereka berhenti disebuah rumah yang terbuat dari beton, tetapi sangat terpencil.

Pria itu turun dengan sangat tergesa-gesa dan membuka pintu mobil, lalu menggendong puteranya yang mana pakaiannya telah basah oleh muntahan darah tersebut.

"Rumah siapa ini, Bang?" tanya Santi penasaran.

Fahri tak menjawab. Ia berjalan dengan tergesa-,gesa menuju rumah tersebut dan mengetuknya.

"Ki, Ki, " teriaknya memanggil nama sang pemilik rumah.

"Ya," sahut suara seorang lelaki dengan nada serak.

Kreeeeek...

Pintu dibuka, tampak berdiri seorang pria berusia 40 tahun bertubuh tinggi dan gempal sedang menatap mereka dengan tatapan penuh makna.

"Ki, tolong lihat anak saya," pinta Fahri dengan memohon.

"Bawa masuk!" jawabnya, lalu memutar tubuh untuk masuk kedalam rumah dan diikuti oleh Fahri dan Santi.

"Baringkan ia ditikar itu," titah sang pria tersebut pada Fahri dengan tangannya menunjuk tikar berbahan anyaman pandan.

Fahri membaringkan tubuh Rizky yang sudah tampak lemah dan Santi masih bingung dengan apa yang dilakukan oleh suaminya dan ia tidak mengenal siapa pria asing tersebut.

Tak berselang lama, ia membakar sebuah anglo dengan arang dan mengubanya menjadi bara api.

Lalu pria itu membakar taburan kemenyan dan juga air minyak duyung yang beraroma sangat kuat dan biasa dipergunakan dalam ritual perdukunan.

Sesaat mulutnya komat kamit baca mantra dengan mata terpejam dan sesaat ia membuka matanya, lalu menatap Rizky yang masih memejamkan matanya.

"Anakmu menjadi korban dari dendam iri dengki seseorang," ucap pria itu sembari menatap Fahri dengan tatapan tajam.

Terpopuler

Comments

✪⃟𝔄ʀ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ☕☕☕

✪⃟𝔄ʀ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ☕☕☕

lha ini gmn a masih blm tau arah nya apa a yg galfok yahhhh/Chuckle//Chuckle//Chuckle//Chuckle/

2024-07-08

0

ᴊʀ ⍣⃝☠️​

ᴊʀ ⍣⃝☠️​

ooooohhh maling ternyt si fahri

2024-07-01

0

V3

V3

td kn sdh di bilangin suruh ke Kiai knp jd nya ke Dukun ,, bodoh nya 🤦

2024-05-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!