Sosok

"Ammmmdan...," suara panggilan yang terdengar berat dan serak seolah terdengar begitu jelas ditelinga pria tersebut.

Seketika bulu kuduknya meremang saat merasakan ada sekelebatan bayangan yang melintas dibelakangnya.

Amdan dengan cepat menoleh ke arah tersebut, namun tak sesiapapun disana, ia merasa sangat yakin jika melihatnya.

"Bang, bang Amdan," panggil Wardah dengan nada cemas dari arah dapur.

Suara panggilan sang istri terdengar hingga ke bagian belakang. Ia mengerutkan keningnya. "Dik, kamu dimana?" tanyanya dengan rasa penasaran.

"Aku didapur, abang dimana?" sahutnya.

Seketika Amdan berlari dari tempat tersebut dan menuju ke depan. Nafasnya tersengal karena bobot tubuhnya yang sedikit gempal membuatnya sangat lelah saat berlarian barusan.

"Eh, bang Amdan? Ngapain lari-lari dari arah belakang?" tanya Doni penasaran.

"Huh..huh..huh...," terdengar Amdan mencoba mengatur nafasnya yang tersengal. Ia mencoba mengontrol degub jantungnya yang tidak terkontrol.

Setelah dapat menenangkan dirinya, ia mencoba menyahuti pertanyaan dari Doni si pemuda bertubuh cungkring yang sering mangkal diwarungnya.

"Tadi abang liat kakakmu ke arah belakang, jadi coba abang kejar, ternyata tidak ada," ia mengurut dadanya yang terasa masih sangat begitu berat.

"Kak Wardah baru saja nyariin abang, ah mengigau saja abang ini. Mana mie kami, Bang? Dah lapar ini," omel Si Joni.

Amdan melongo. Jika istrinya masih didalam rumah, lalu siapa yang baru saja dilihatnya? Ah, entahlah, itu semua membuatnya sangat pusing.

Pria itu kembali ke warung dan memasak mie instan seperti pesanan ke dua remaja itu. Tak berselang lama, para remaja lainnya datang untuk nongkrong, dan warung dipenuhi oleh para pelanggan setianya yang selalu memberikan pundi-pundi uangnya.

*****

"Munah....," suara panggilan itu kembali terdengar. Mata wanita paruh baya yang tadinya sudah terpejam, kini harus kembali terbuka.

"Aaaaaaaa....," teriak Munah ditengah malam buta. Amdan yang baru saja akan menutup warungnya tersentak kaget.

Sesaat Doni menghentikan permainan gitarnya. "Mak Cik kenapa, Bang? Tanya Joni kepo.

"Gak tau, Jon. Tiba-tiba stroke, jatuh dikamar mandi. Dan beberapa malam sering berteriak ketakutan," sahut Amdan, lalu bergegas meninggalkan warung.

Sementara itu, Doni dan yang lainnya memutuskan untuk pulang, sebab tak ingin membuat bising, karena ada yang sedang sakit.

Wardah yang sedari tadi sangat sulit memejamkan matanya, dan disaat akan terlelap, justru teriakan ibu mertuanya membuatnya kembali terjaga.

Seketika ia menarik nafasnya dengan berat. Lalu mengacak rambutnya dengan kasar.

Ia beranjak dari ranjangnya dan keluar dari kamar untuk meninjau kamar sang mertuanya. Ia melihat jika sang suami sudah berada disana dan sedang menghadapi ibundanya.

"Ada apa lagi, sih, Bu? Tau gak ini malam? Aku capek, mau istirahat!" omel Wardah dengan kesal.

Akhir-akhir ini ia merasa jika dirinya sangat mudah marah dan juga tersinggung.

"Eeeh, eeeh, eeeh...," hanya itu yang dapat keluar dari mulut Munah, sebab ia mengalami stroke dan tidak dapat berbicara.

Sesungguhnya ia ingin mengatakan jika perutnya tiba-tiba merasa sangat sakit dan seolah sedang ditusuk ribuan jarum, itu sangat menyiksanya.

"Apanya yang sakit, Bu?" tanya Amdan berusaha tidak terpancing emosi oleh ucapan istrinya.

"Eh," Muna mengangkat tangan kananya, sebab tangan kirinya tidak dapat digerakkan.

Ia meletakkan tangan kanannya diatas perut dan air matanya meluncur dari sudut matanya, seolah ingin memberitahu jika itu sangat sakit sekali.

Amdan memegang perut itu, lalu meraih sebotol minyak angin dan membalurkannya disana sembari membacakan doa untuk kesembuhan sang ibu.

Sesaat Munah berteriak kencang, sebab rasa sakit tersebut semakin kuat. "Aaaaaarrggh," teriaknya, sembari menghentak-hentakkan kaki kanannya.

"Bang, tolong, Ya. Besok tolong telfon kakakmu, dan antarkan Ibu kerumahnya, aku tidak sanggup merawatnya," ucap Wardah kesal. Ia merasakan dunianya sangat kacau, lalu kemabli ke kamarnya dang menghempas pintu dengan kuat.

Amdan yang sudah sangat lelah tak dapat mengatakan apapun, dan semakin lama ia juga merasa tak sanggup jika seperti ini.

Akhirnya ia tertidur dilantai karena tak sanggup menahan kantuknya. Sedangkan Muna masih terus berjaga dan berteriak kembali saat ia melihat sosok tubuh yang besar dan tinggi dengan wajah menyeramkan dan berkulit hijau.

Terlihat sosok itu semakin mendekatinya dan tersenyum seringai.

"Munaaaah...., ikutlah denganku," panggilnya dengan suara sangat berat.

Wanita paruh baya itu tersentak kaget. Ia sangat ketakutan dan wajahnya memucat melihat sosok yang sangat menakutkan itu. Ia mencoba membangunkan puteranya, namun stroke yang tiba-tiba dialaminya itu memaksanya untuk tidak dapat bersuara, bahkan berteriak saja saat ini ia tak mampu.

Sesaat perutnya kembali terasa sangat sakit, dan ini membuatnya sangat tersiksa, keringat membanjiri tubuhnya karena mencoba menahannya seorang diri.

Adzan subuh berkumandang, sosok tinggi besar dengan kulit berwarna hijau itu tiba-tiba menghilang. Ia merasa sangat panas saat mendengar seruan tersebut, dan Munah kembali tenang, namun sakit diperutnya masih terasa sangat menyiksa, ia tidak tahu siapa makhluk mengerikan itu, dan apa tujuannya.

******

Amdan terbangun dari tidurnya. Hari sudah sangat siang, ia ketiduran, sebab sangat lelah berjaga untuk sang ibu dan juga mengurus warungnya.

Ia bergegas turun dari ranjang, lalu membuka warung. Sesaat ia berhenti sejenak. Dari dalam warung, ia melihat seorang pria yang merupakan tetangganya sedang duduk diatas motor dan pandangannya tertuju pada warungnya, ia seolah seperti sedang mengawasi sesuatu, entah apa dan sejak kapan ia ada disana.

Amdan merasakan sesuatu yang tidak nyaman, entah mengapa perasaan itu tiba-tiba hadir begitu saja.

Bahkan ia terlihat berkomat-kamit membaca sesuatu yang tak jelas, dan masih terus duduk diatas jok motornya.

"Apa yang sedang dilakukan oleh kang Danang disana?" gumanya dengan penuh penasaran.

Saat bersamaan, pak Udin datang membeli rokok. "Am, rokok surya, satu bungkus," ucapnya dengan lantang.

Ia bergegas mengambilnya, dan pria paruh baya itu membayar dengan cepat. Ia ingin berbalik arah, namun perlahan membatalkan niatnya, lalu kembali berbalik menatapku.

"Sore nanti, kamu taburi garam kasar sekitar warung hingga keliling rumah, jangan sampai terputus, dan abaikan siapa saja yang menyapamu, sembari membaca doa ruqyah," ucapnya dengan sangat serius.

"Memangnya ada apa, Pak?" tanya pria itu penasaran.

"Bapak merasakan ada hawa negatif disekitar rumah dan warungmu," lalu ia beranjak pergi tanpa menunggu pertanyaan dariku. Ku lihat ia melirik kang Jono yang sedari tadi mengawasi warungku dengan gerak-gerik yang mencurigakan.

"Apa maksudnya? Mengapa pak Udin mengatakan hal tersebut?" gumamku dengan lirih.

Setelah hampir satu jam lamanya. Ia melihat kang Danang menghampiri warung miliknya, lalu ia merogoh saku celananya, dan mengeluarkan uang sebanyak tiga lembar dalam hitungan pas untuk membeli rokok yang bukan biasanya.

"Rokok itu, Am, tunjuknya pada sebungus rokok mahal, dan ia membayarnya lalu bergegas pergi tanpa basa-basi.

Amdan mengambil uang tersebut, dan tiba-tiba uang tersebut terasa membakar telapak tangannya, hingga terlepas dari genggamannya.

Terpopuler

Comments

✪⃟𝔄ʀ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ☕☕☕

✪⃟𝔄ʀ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ☕☕☕

nyimak aja dlu yah kk

2024-07-07

0

ᴊʀ ⍣⃝☠️​

ᴊʀ ⍣⃝☠️​

apa danang ini pernh sakit hati sm mak munah?
atau danang itu iri sama penghasilan warung?

2024-07-01

0

ᴊʀ ⍣⃝☠️​

ᴊʀ ⍣⃝☠️​

yg ada km yg diantar kerumah prtumu

2024-07-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!