Aneh

Seseorang berjalan ditengah kegelapan malam. Ia menyelinap ke sebuah rumah yang dianggap sebagai tempat seseorang yang dapat diandalkan.

"Danang," ucap seseorang yang menggunakan blangkon dikepalanya.

"Ya," jawabnya dengan cepat.

"Masuklah,"

Sosok pria bernama Danang itu memasuki rumah melalui pintu belakang. Lalu tampak pria yang mengenakan blangkon itu duduk membelakanginya.

"Ki,"

"Ya,"

"Bagaimana selanjutnya?" tanya pria yang tak lain adalah Danang.

"Biarkan semua uang santunan dari Arin keluar semua, baru kita mulai rencana selanjutnya," ucapnya sembari meng-hisap rokoknya.

"Lalu bagaimana dengan Amdan? Dia sangat sulit dikenakan," ucapnya seolah putus asa.

"Aku akan terus mengirimkan teror padanya, serang warungnya agar ia tumbang dan merasakan bagaimana rasanya hancur!" jawab pria itu dengan nada penuh amarah dan dendam.

"Baiklah, aku akan berusaha untuk membuat uang itu segera cair. Mungkin tiga hari juga cair," Danang menjelaskan.

"Aku serahkan urusan itu padamu, dan sisanya aku yang urus," Ki Pahing terlihat sangat serius.

Danang menganggukkan kepalanya, lalu berpamitan pergi.

*****

Danang bersama Ira berboncengan menuju kantor BPJS ketenagakerjaan untuk mencairkan dana kurang lebih 100 juta santunan kematian dari Arin dan juga suaminya.

Raut wajah yang beberapa hari yang lalu tampak bersedih, kini tampak ceria saat dalam hitungan menit mendapat transfer dari badan pengelola keuangan bagi para tenaga kerja Indonesia tersebut.

Danang melirik Ira yang saat ini sedang membaca notif dari Badan Keuangan tersebut, jika uang santunan telah diterima.

"Em, Mbak Ira, sepertinya saya lagi butuh uang tambahan untuk membeli ramuan agar mempercepat untuk membuat meninggalnya Kak Munah," ucap Danang dengan senyum licik.

Seketika Ira tersenyum sumringah. "Berapa uang untuk membeli ramuannya?" tanya wanita yang telah berbalut kebencian itu dengan tak sabar.

"Kurang lebih 5 juta. Kalau mau jelasnya malam nanti kita ke rumah Ki Pahing," ucap pria yang tertaut usia 5 tahun lebih muda dari Ira.

"Oh, baiklah, nanti kita ambil uangnya dari rekening," sahut sang wanita tanpa rasa beban, bahkan ia baru saja kehilangan dua anggota keluarganya, tetapi kebencian begitu membuncah dihatinya.

Keduanya meninggalkan kantor dan mengambil uang sebanyak 5 juta, karena limitnya hanya dapat sebesar itu saja per hari bagi penarikan via ATM.

Setelah mendapatkan uang tersebut, Danang bersorak riang dengan mendapatkan uang yang dengan begitu mudahnya, tidak penting apakah itu uang yang berasal dari kematian anak dan suami Ira.

Keduanya menuju pulang. Pandangan orang dikampung sangat risih saat melihat wanita yang naru saja menjanda itu sudah berboncengan mesra dengan pria lain. Tetapi Ira tidak perduli dengan apa yang ditudingkan orang-orang padanya.

Setibanya dirumah. Danang nyelonong masuk ke rumah Ira. Ia berpura-pura untuk meminta minum, dan wanita itu membiarkannya masuk. Para tetangga sudah sangat risih dengan keduanya, tetapi masih menahan diri, karena ini belum genap 7 hari kematian suami Ira.

Sesaat wanita itu disergap oleh Danang dari arah belakang, dan hal itu membuat sang wanita terkejut. "Jangan berteriak. Aku hanya ingin memberikan kehangatan padamu, sudah lama aku ingin menunggu kesempatan ini," bisik Danang dengan nada penuh gelora.

Ira yang sebenarnya sudah lama menaruh rasa dengan pria itu, dengan cepat memberikan respon yang baik, maka akhirnya kedua orang yang sama gatal tersebut melakukan anu-anuan disiang bolong.

*****

Waktu memperlihatkan pukul 18.20 Wib. Adzan Maghrib berkumandang, dan saat bersamaan, Ura keluar dari rumah dengan pakaian yang super ketat. Ia menghidupkan mesin motornya dan ingin pergi kesuatu tempat dimana ia berjanji dengan Danang untuk bertemu.

Saat ia melintasi jalanan, ia bertemu dengan Wara yang akan pergi ke mesjid. Wanita itu menyapa Ira dengan teriakan menghentikan.

"Ira, tunggu!" ucap sang wanita bermukena.

Ira menghentikan motornya. "Ada apa?" tanyanya dengan tak sabar, sebab ia harus segera tiba dirumah Ki Kliwon.

Wara menghampirinya dengan mempercepat langkahnya. "Kamu mau kemana?" tanyanya dengan sangat penasaran.

"Emangnya kenapa?" jawab Ira tak senang.

"Kamu sudah dengar kabar kakakmu-Munah sakit lumpuh?" tanya wanita itu.

"Sudah, emangnya kenapa?"

"Cobalah jenguk, masa kamu sebagai adiknya yang dekat dengan rumahnya tidak menjenguk, apa kata orang-orang?" Wara mencoba menasehati.

Seketika wajah Ira menjadi bengis. "Kenapa sih, orang-orang dikampung pada ngatur saya? Mau saya jenguk atau tidakkan urusan saya. Urus saja urusan hidup kalian masing-masing!" ucap Ira dengan sengit. Lalu ia menghidupkan mesin motornya dan melaju kencang meninggalkan Wara yang masih terdiam termangu menatapnya.

Wara menatapnya dengan perasaan yang sedih, ia hanya berniat untuk menyatukan kedua kakak adik yang sudah lama tidak berdamai itu, apalagi usia mereka sudah mendekati tua, dimana Munah sudah berusia 60 tahun, dan Ira 56 tahun, maka sudah sepantasnya saling memaafkan dan tidak adalagi saling membenci.

Ira semakin kesal dengan warga kampung yang selalu saja menyoroti pergerakannya, termasuk cara berpakaiannya.

Wanita itu melaju menuju rumah Ki Pahing. Mereka bertemu saat hari mulai gelap. Disana tampak Danang sudah tiba terlebih dahulu.

Melihat Ira datang, keduanya sangat bahagia. Wanita itu disambut dengan senyum penuh sumringah.

"Wah, akhirnya mbak Ira datang juga," sahut pria yang bergelar 'Ki' tersebut.

"Iya, Ki. Saya sudah tidak sabar lagi melihat hasilnya. Jika bisa secepatnya kakak saya itu mati, saya sudah muak melihat ia disayang oleh anak-anaknya apalagi Amdan yang memperlakukan ibunya seperti ratu, aku semakin sangat panas dan sakit hati. Mengapa nasib kakakku itu selalu saja beruntung. Dari kecil terlalu disayang oleh ayahku, hingga sampao jadi janda juga dibiayai hidupnya!" ucap Ira dengan sangat kesal. Raut wajahnya menyimpan dendam yang begitu sangat kuat.

Ia menarik nafasnya yang tersengal. Ia sangat geram saat mengingat masa lalunya, dimana saat ia ketahuan hamil diluar nikah hingga 4 kalinya dan semuanya adalah suami orang, sehingga membuat kemarahan bagi sang Almarhum ayahnya. Ia bahkan dicaci maki dan disempat tidak dianggap sebagai anak dan diusir dari rumah, sehingga kebenciannya semakin membuncah.

"Mbak Ira. Ini ramuannya. Tetapi kalau bisa sebaiknya mbak Ira masuk ke rumah itu. Karena ramuan ini harus dicampur ke makanan dan juga letakkan didalam rumah dimana saja, asal tidak terlihat, dan selanjutnya jin itu yang akan bekerja," pria itu menjelaskan.

Ira tersentak kaget. "Apa tidak ada cara lain untuk membuat ramuan ini lebih ampuh selain masuk kedalam rumah itu?" Ira menolak rencana tersebut. Ia tidak mau bertemu dengan sang kakak, apalagi masuk kerumah tersebut.

"Ini cara yang ampuh, Mbak. Dan saya sudah membuat perjanjian dengan Iblis jika sampai Mbak Munah meninggal, maka kekayaan Mbah Ira akan bertambah," lanjut Ki Pahing.

"Maksudnya?" tanya Ira penasaran.

Mbak Ira telah saya ikatkan perjanjian dengan Buto Ijo peliharaan saya untuk menjadi kaya raya dengan menumbalkan Mbak Munah. Bukankah iru sangat menguntungkan? Musuh Mbak Ira mati, mbak Iranya dapat kekayaan," Ki Pahing menjelaskan.

"Hah, masa bisa seperti itu?" tanya Ira dengan penasaran.

"Bisa dong, Mbak. Tetapi ada syaratnya," ucap pria itu.

Terpopuler

Comments

✪⃟𝔄ʀ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ☕☕☕

✪⃟𝔄ʀ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ☕☕☕

wahhhh ternyata sudah buta dgn harta pantas saja semua Ampe siang bolong juga di embat nya

2024-07-08

0

ᴊʀ ⍣⃝☠️​

ᴊʀ ⍣⃝☠️​

kyknya ira akan jd istri bu to ijo.
terus sebutannya berubah jadi bu ira ijo🤣

2024-07-01

0

ᴊʀ ⍣⃝☠️​

ᴊʀ ⍣⃝☠️​

astoge,
doyan bener sama suami orang, sampai 4x🤣🤣🤣

2024-07-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!