malam

"Dik, kamu tidak boleh begitu dengan kak Kanaya. Ini malam berkabung ibu, mengapa harus ribut, sih?" Amdan tampak sedikit kesal pada istrinya yang setiap hari tampak sangat ketus, bahkan saat ia harus kehilangan ibunya, Wardah masih bersikap seperti itu.

Dewi mencengkram.pergelangan tangan Amdan. Ia mencoba menenagkan hati adiknya yang saat ini terlihat kesal.

"Tahan hatimu, jangan terpancing emosi," Dewi mencoba menenangkan hati sang adik lelakinya.

Pria itu menghela nafasnya dengan berat. Hampir saja ia ingin bertindak kasar jika Dewi tak mencegahnya.

"Panggil petugas PLN, suruh perbaiki segera, sebab kita membutuhkan listrik untuk memasak dan menghauskan bumbu," titah Dewi pada sang adik, dan ia berniat untuk mengalihkan pertengkaran tersebut.

Kanaya bergegas pergi. Sebenarnya hatinya saat ini sangat jengkel atas sikap adik ipar perempuannya itu yang ia anggap sangat menyebalkan.

Tetapi mengingat jika dirumah saat ini banyak tetangga yang membantu untuk memasak, maka ia berusaha untuk menahan hatinya dan memilih bergabung kedapur, sebab anaknya sudah tidur didalam buaian.

Amdan menghubungi petugas PLN, sedangkan Dewi memasuki gudang untuk mengeluarkan segala peralatan memasak termasuk belanga besar dan dandang yang akan mereka pakai saat ini.

Ia melihat belanga itu berada disudut ruangan gudang dan terhalan oeh barang-barang lainnya. Ia berusaha berjalan dengan hati-hati untuk mencapai sudut gudang.

Wuuuuuusssh....

Hawa panas menerpa wajahnya. Ia merasakan kehadiran sesosok makhluk berhawa negatif yang sangat kuat dan ini begitu nyata.

Seeeeerrrr...

Sesaat desiran darah dijantungnya terasa begitu deras dan cepat, bahkan ia merasakan jika bulu kuduknya meremang.

"Apa yang terjadi? Mengapa perasaanku tidak enak?" Dewi merasa ia sangat tidak nyaman dan bergegas mengambil belanga besi denhan ukuran jumbo dan mengangkatnya.

Saat ia berbalik, ia merasakan jika punggungnya terasa menebal, dan ini sangat mengganggunya.

Ia terus berjalan keluar, pencahayaan yang remang-remang karena bohlam yang mati dan pencahayaan dari ventilasi udara yang tidak memadai, sehingga membuat cahaya dari luar tidak dapat begitu masuk untuk menerangi. Hal itu semakin membuat Dewi merasa jika ini sangat semakin membuat bulu kuduknya meremang.

Akan tetapi, ia yakin jika manusia lebih mulia daripada makhluk berhawa negatif tersebut.

Ia berhasil mengeluarkan belanga itu didepan pintu, lalu berniat mengambil dandang berukuran besar untuk menanak nasi. Saat ia akan berbalik, tiba-tiba saja...,

Traaaang....

Sebuah benda berbahan kaleng terjatuh dilantai, dan ia tidak tahu apa penyebabnya, sebab suasana yang tidak dapat begitu terlihat. Ia menganggap jika itu adalah salah satu kegabutan dari tikus yang mungkin ingin mencari sensasi.

Dewi mengambil dandang ukuran besar yang menjadi tujuannya. Ia membawanya keluar, dan debgan bersusah payah, akhirnya dapat ia kerjakan dengan sempurna.

Saat tiba didepan pintu gudang, ia mendengar suara gaduh dari dalam dandang yang tertutup rapat.

Rasa penasaran membuatnya ingin membuka penutupnya. Dan...,

Taaaaaak...

"Astagfirullah halladzhim...!" teriak Dewi sembari beristighfar saat melihat isi yang ada didaalam dandang tersebut.

Karena saking kagetnya, ia sampai terlempar mundur kebelakang.

Risti yang mengetahui hal tersebut menghampiri sang kakak. "Ada apa, Kak?" tanya wanita dengan rasa penasaran.

"J-jangan mendekat, didalamnya ada ular berwarna hitam!" cegah Dewi dengan nafas tersengal dan wajah ketakutan.

Risti mengerutkan keningnya. Ia merasa jika kakaknya itu kelelahan karena perjalanan jauh yang mereka tempuh.

"Masa, sih?" tanya wanita itu dengan rasa penasaran yang kuat.

"Jangan, menjauhlah," pinta Dewi dengan berusaha bergerak dari posisinya untuk menghalangi langkah sang adik.

"Jangan," cegahnya dengan cepat.

Risti mengehentikan langkahnya, lalu menatap sang kakak yang terlihat begitu serius.

Setelah berhasil mencegah Risti, ia melongokkan kepalanya kedalam dandang, dan ternyata sesuatu masih berada disana. Seekor ular berwarna hitam sedang melingkar didalamnya.

Wanita itu bingung bagaimana mungkin tersebut dapat masuk kedalamnya, sedangkan penutup dandang itu sangat rapat.

"Pergilah, jangan ganggu keluargaku, karena aku tidak mengganggumu dan juga keluargamu," ucap Dewi dengan berusaha setenang mungkin.

Ia mengingat jika Rasulullah pernah bersabda untuk memberi peringatan untuk pergi kepada ular yang memasuki rumah sebanyak tiga kali, jika ular itu masih tetap berada disana, maka wajib untuk dibu--nuh.

Ular itu mendesis, suaranya terdengar sangat mengerikan, tatapannya seolah penuh dendam dan amarah.

"Pergilah," Dewi kembali berucap, dan ular masih diam tak bergeming.

"Ku ingatkan sekali lagi, jika kau tak pergi, maka jangan salahkan aku," Dewi mulai mengamcam, tetapi ular itu justru semakin mendesis dan menjulurkan tubuhnya. Dengan cepat wanita itu menutup dandang dan merapatkannya, lalu membawanya ke dapur, ia menghidupkan kompor lalu meletakkan dandang diatasnya.

Seketika suara gemerisik berdentangan didalam benda penanak nasi tersebut, lalu perlahan melemah dan akhirnya hewan berbisa itu tak bergerak lagi.

Dewi menghela nafasnya dengan berat. Risti yang sedari tadi mengekorinya menatap bingung. "Mbak, kamu kenapa ngajak ular ngomong coba? Kan tinggal dimatiin saja?" ucap sang adik penasaran.

"Jika ada ular masuk kerumah, maka perintahkan pergi sebanyak tiga kali, sebab bisa jadi itu jelmaan jin muslim, tetapi jika ia tidak pergi, maka itu adalah setan," jawab Dewi mencoba menjelaskan pada sang adik.

Tetapi kenapa harus dipanggang? Mana itu untuk masak lagi," protes Risti.

Kalau dipukul yang ada dandangnya jebol-tau," sahut Dewi kesal atas segala pertanyaan sang adim. "Lagi.pula setan itu asalnya dari api, maka ia harus dikembalikan ke asalnya yaitu api, sama halnya dengan manusia berasal dari tanah, kembali ke tanah," Dewi mencoba menjelaskannya lagi.

Risti hanya manggut-manggut. "Oh, begitu. Aku mau pinjam dandang tetangga saja, sepertinya Pak Udin punya, karena aku bisa gak selera makan karena penanaknya sudah menjadi pemanggang ular jelmaan," sahut Risti dengan mencebikkan bibirnya.

Dewi tak ingin berdebat. Ia hanya masih terfikirkan mengapa ular itu ada didalam dandang dirumahnya. Ia takut ada hal buruk menimpa anggota keluarganya.

Dewi memadamkan api kompornya, lalu membiarkan tutupnya tetap rapat dan memastikan ular tersebut sudah benar-benar mati.

Saat bersamaan, ditempat lain, tampak seorang pria yang menggunakan blankon dikepalanya terpental kelantai dengan luka dalam. Hal tersebut terlihat dari darah yang mengucur disudut bibirnya.

"Sial, siapa orang itu! Berani-beraninya menghalangi langkahku! Awas saja dia kalau berani menantangku!" gumam pria yang tak lain adalah Ki Pahing yang saat ini sedang menjalankan misi untuk menghabisi keluarga Munah satu persatu.

Satu sosok bertubuh tinggi besar dengan kulitnya yang berwarna hijau tampak menggeliatkan tubuhnya. Ia sangat marah karena merasa tersiksa sebab usahanya gagal karena ulah Dewi yang memergokinya saat akan melancarkan aksinya.

Saat ini Ki Pahing menargetkan Wardah sebagai tumbal berikutnya untuk membuat kekayaannya bertambah dan salah satu aksi balas dendamnya karena sesuatu hal.

Terpopuler

Comments

Yulay Yuli

Yulay Yuli

ilmu ini thour

2025-04-18

0

✪⃟𝔄ʀ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ☕☕☕

✪⃟𝔄ʀ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ☕☕☕

wadahhhhhhh JD kyk gini yah kasihan yg g tau apa2 JD tumbal keserakahan hadehhhh mau kaya secara instan nieh

2024-07-08

0

V3

V3

jadi nya ular panggang tuch , bukan ular bakar 🤣🤣

2024-06-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!