Chapter 7

POV Reza.

Di suatu hari yang gelap, aku berjalan pulang sendirian. Saat itu, aku baru saja bersenang-senang dengan teman-temanku di sebuah cafe baru.

Sengaja tidak membawa kendaraan karena ingin menikmati pemandangan malam. Saking asyiknya, aku sampai menyasar. Aku tiba-tiba tersasar ke suatu tempat yang sepi..

Disitu ada banyak rumah petakan berjejer yang berdempetan. Aku yang lahir dari keluarga kaya, tidak terbiasa dengan pemandangan itu.

Mataku menelisik segala arah, mencari seseorang untuk bertanya.

Whoosh!

Angin malam berhembus kencang di situ. Suasana sangat sunyi. Aku pun mengeluarkan HP untuk melihat jam. Ternyata sudah jam 22:00. Ya ampun! Pantas saja sepi begini.

Aaah kakiku pegal berjalan entah berapa lama. Aku pun duduk di atas batu besar dekat dengan rumah warga.

“Anda siapa?” Tanya seseorang. Dari suaranya, ia seorang perempuan.

Klik!

Uuh! Silau sekali. Perempuan itu menyalakan senternya kemudian mengarahkannya padaku.

“Anda bukan warga sini, kan?” Tanyanya lagi.

Aku pun berdiri kemudian berjalan menghampirinya.

“Permisi mba. Maaf, ini dimana ya?” Tanyaku.

“Ini Kampung Asri. Anda berasal dari kota, ya?”

Seram! Itulah satu kata untuknya. Wajahnya tidak berekspresi, matanya terlihat lesu dan sedikit bengkak. Pakaiannya lecek dan kotor.

“Mba baik-baik saja?” Tanyaku khawatir melihat keadaannya. Perempuan itu tidak menjawab, ia malah membalikkan badannya kemudian berkata “Mari saya antar anda keluar. Anda pasti tersesat.”

Rasanya ragu untuk mengikutinya tapi.. mau minta tolong pada siapa lagi? “Ah dia terlihat lemah. Tidak mungkin macam-macam. Toh badannya juga pendek.” Batinku sambil menatap punggung tegapnya.

“Lain kali, hati-hati ya. Kalau begitu, saya permisi.” Ucapnya. Aku celingak-celinguk melihat sekeliling.

Brak!

Ceklek!

Aku terkejut dengan suara keras didalam kesunyian. Tenyata perempuan itu sedang menutup gerbang tinggi Kampung itu kemudian menguncinya.

Benar-benar perempuan yang misterius. Aku sampai tidak ingat untuk berterimakasih padanya.

Dua hari kemudian….

Aku duduk di cafe milik temanku, menunggu pesanan. Saat itu, aku sedang sibuk mengetik naskah.

“Pesanannya,Tuan.” Kata pelayan yang mengantar pesanan ku. Aku hanya mengangguk pelan dengan mata yang masih tertuju pada layar laptop.

“Ini bonus untuk anda. Selamat menikmati.”

Seketika aku menoleh lalu melihat pelayan perempuan itu, yang sedang meletakkan sebuah cookies choco chips di samping secangkir kopi pesananku.

Mendengar suaranya sekali lagi, aku teringat dengan seorang perempuan yang menolong ku waktu itu.

“Eemmmm.. apakah kita pernah bertemu sebelumnya? Maaf, aku hanya ingat suaramu mirip seseorang.”

“Belum pernah, Tuan. Kalau begitu, selamat menikmati yaaa.” katanya sambil menundukkan kepalanya, setelah itu ia pergi. Aku menatap punggungnya yang tegap itu. Entah kenapa, pikiranku teringat lagi dengan perempuan tanpa ekspresi itu.

“Ah sudahlah.” Batinku. Aku pun mematikan laptop kemudian menyenderkan punggung sambil menikmati secangkir kopi.

“Bosan…” ucap ku bergumam. Ya, saat itu aku merasa sangat bosan dengan kehidupan yang seperti ini.. tanpa warna. Meskipun hidupku terbilang sangat bahagia namun, ada rasa bosannya juga.

Akhirnya aku melamun…. Sepanjang lamunanku, pelayan yang tadi mengantar pesananku sibuk bolak-balik sendirian mengantar pesanan orang-orang.

Ku perhatikan wajahnya saat ia tersenyum dengan para pelanggan.Kaku! Ya, senyumannya sangat kaku.

Memangnya, dia tidak tau cara tersenyum? Atau memang tidak bisa? Aku tersenyum tipis.

“Menarik.” Batinku dengan mata yang tidak lepas dari perempuan itu.

“Permisi, aku ingin memesan lagi.” Kataku pada pelayan itu. Dengan cepat, ia menghampiri mejaku kemudian bertanya apa yang ingin ku pesan. Sesekali ia mengernyit heran karena melihat secangkir kopi dan dessert yang ku pesan tadi belum habis.

“Aku ingin coklat hangat dan tuna sandwich.”

Ia mengangguk pelan sambil menuliskan pesananku. Ku tatap sejenak wajahnya.

“Cantik.” Gumam ku dalam hati. Ya, dia cantik tapi sayang sekali tidak bisa tersenyum(?)

Tak lama, pesanan ku yang kedua telah datang. Kakinya melangkah lebar jadinya ia cepat sampai ke meja.

“Silahkan dinikmati.”

Uh! Senyumannya itu menutupi kecantikannya. Lebih baik tidak usah tersenyum daripada tersenyum kaku begitu. Ah, bisa saja tuntutan pekerjaan..

Sejak saat itu, aku makin penasaran dengannya. Belum pernah aku merasa penasaran dengan seorang perempuan. Baru kali ini menemukan seorang perempuan yang menarik perhatianku dan membuat ku sangat penasaran.

Sampai-sampai aku ikuti dia sampai rumahnya. Tuh kan benar! Dia adalah perempuan yang menolong ku. Ia tinggal di kampung itu. Ku lihat rumahnya sangat tua. Pintu kayunya berbunyi saat di buka tutup. Menandakan betapa lamanya rumah itu.

Kata para tetangga, dia namanya Riska. Dia anak kedua dari empat bersaudara. Ibunya yang merupakan penjual kue basah di pasar, sering memarahinya entah apa alasannya.

Setelah mendapatkan beberapa informasi mengenai perempuan yang bernama Riska, aku malah ingin berteman dengannya. Meskipun dia berasal dari kampung tapi, aku tidak mempermasalahkannya. Aku juga punya beberapa teman yang dari kampung dan aku tidak ada masalah dengan itu.

Melihat orang bukan dari hartanya melainkan perilakunya.

“Bisakah anda berhenti mengikuti saya?” Tanya Riska datar. Saat itu, aku yang sedang menikmati makan siang di cafe tempatnya bekerja, terkejut dengan pertanyaannya yang tiba-tiba.

Ku lihat sekeliling, sepi. Sepertinya karyawan lain sedang keluar mencapai jajanan.

“Eh, tadi apa ya?” Kataku sambil gugup.

“Tolong berhenti mengikuti saya.” Kata perempuan yang bernama Riska itu.

“Sudah lama saya sadar kalau ada orang yang mengikuti saya sampai depan rumah kemudian, menanyakan hal yang tidak perlu diketahuinya mengenai Saya. Sebenarnya, apa yang anda inginkan, Tuan Bagaskara?”

Glek!

Tatapannya kosong tapi menunjukkan adanya kemarahan disitu. Wajahnya yang datar membuatku sedikit merinding. Dia bukan perempuan pada umumnya. Unik!

Setelah beberapa detik bertatap muka dalam diam, akhirnya aku mengatakan yang sebenarnya.

“Maaf sudah membuatmu merasa terganggu. Aku hanya… penasaran denganmu. Kau sungguh berbeda dari perempuan pada umumnya jadi…”

“Saya tau kalau Saya Aneh. Maka itu, lebih baik anda bersenang-senang saja dengan teman-teman anda daripada membuang waktu mencari informasi mengenai perempuan aneh seperti saya.”

“Sadar tidak? Anda hanya akan menambah penyiksaan hidup saya. Lebih baik, kita tidak perlu bertemu lagi. Beberapa orang menggosipkan saya dan membuat rumor bahwa saya yang menggoda anda. Kita berada di dunia yang berbeda jadi… saya harap anda paham perkataan saya.”

Mendengar penjelasannya yang tidak singkat, Aku terdiam seribu bahasa. Perkataannya benar-benar menusuk apalagi, tatapannya yang lurus menusukku. Kepalaku tertunduk, aku menyesal telah membuatnya marah.

Haaaah! Rencana ku untuk berteman dengannya gagal total!

Karena melamun, aku sampai tidak sadar kalau adikku sudah duduk di hadapanku.

“Abang kenapa? Kok melamun? Mau sampai kapan disini terus?”

Aku gelagapan. Mataku menelisik keberadaan perempuan itu. Tidak ada, entah kemana ia pergi.

Hatiku tiba-tiba menjadi sedih, kesal dan merasa sangat bersalah. Aku berdiri kemudian berjalan dengan gontai, keluar dari cafe untuk pulang.

🍂🍂🍂🍂🍂

“Neng Riska? Ooh udah pergi dari kemarin-kemarin. Gak tau kemana. Sekitar kemarin lusa, ada suara teriak-teriak gitu di rumahnya. Kayak orang berantem gitu. Terus pas malamnya, Riska keluar dari rumah bawa tas gede banget.” Kata ibu penjaga warung dikampung itu.

Aku terkejut bukan main dan makin merasa bersalah. Baru saja mau menemuinya untuk terakhir kali karena, besok aku harus pergi ke luar kota.

“Oh, begitu ya. Yasudah, terimakasih atas infonya. Permisi…” kataku dengan nada yang lesu.

Sepanjang perjalanan menuju bandara, aku merasa gelisah karena dihantui rasa bersalah. Selama belum bertemu dan berbicara padanya, ketenangan tidak akan datang. Hidupnya yang sulit, makin sulit gara-gara keegoisan ku. Sampai saat pesawat sudah melayang, aku diam dengan muka yang tidak bersemangat.

“Seharusnya, aku bertanya langsung padanya. Haaah kacau dah!” ucapku bergumam.

“Aaah bosan! Gak ada yang ngajak ngobrol.” Kata sepupuku yang ikut pergi bersama ku.

“Yaudah ngomong aja.” Sahutku lesu. .

“Kok lemes banget? Ditinggal ayang ya?”

“Apaan sih?! Gak ada ayang-ayangan!” sahutku ketus.

Haaah menyebalkan! Lagi kesal begini, bukannya menghibur malah bikin makin sebel.

Aku pun memutuskan untuk tidur.

Terpopuler

Comments

gaby

gaby

Semangat thor, dari segi crita & alur dah bagus utk seorang pemula. Bahkan sjauh aq baca, sm skali ga ada typo. Salut sm othornya

2024-06-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!