Chapter 17

“Laper banget.” Keluh Reza dengan mata yang terfokus pada layar laptop. Yoga melirik kearah jam estetik yang ada di ruangan itu.

“Baru jam 11.” Gumamnya.

“Kenapa? Ada yang salah? Emangnya laper ada jadwalnya? Lagi pula, ini kan udah jam makan siang.” Sahut Reza yang mendengar gumaman nya.

“Heh! Lu kan barusan nyemil roti.”

“Cuma satu.”

“Cuma satu lu bilang?! Dua! Dah gitu, rotinya gede-gede!” Sahut Yoga kesal.

Ia heran dengan sahabatnya yang mudah lapar. Memang dari dulu, Reza kalau pergi kemana-mana selalu membawa makanan yang banyak dari rumah karena dirinya mudah lapar. Meskipun begitu, badannya tetap bagus karena ia juga suka berolahraga.

“Emang lu gak bawa bekal dari rumah?”

“Gua kira–”

Ceklek!

Pintu ruangannya tiba-tiba terbuka. Masuklah seorang pria paruh baya dengan tubuh tegapnya. Pria itu tersenyum melihat sang anak yang berwajah masam.

“Sepertinya ada hal yang tidak baik yang membuatmu cemberut.”

“Aku hanya lapar, pah.” Sahut Reza lesu.

“Laper mulu dia, Pak.” Celetuk Yoga sambil menuangkan kopi ke cangkir pria paruh baya itu. Ayah dari Reza terkekeh, sudah hal yang biasa baginya mendengar keluhan sang anak mengenai dirinya yang cepat lapar.

“Kau bawa bekal?” Reza menggeleng pelan.

“Suruh Neng geulis nya kesini.” Celetuk Yoga. Reza pun langsung menatapnya tajam.

“Gimana istrimu, Za?” tanya ayah Reza.

Reza berhenti sebentar lalu menatap ayahnya.

“Riri baik-baik saja. Tidak perlu menanyakannya.” Kata Reza sambil berjalan menghampiri sang ayah.

Kini ayah dan anak duduk berhadapan. Reza menatap ayahnya tidak suka, saat ditanyai tentang istrinya. Ia tau bahwa keluarganya tidak ada yang suka dengan istrinya yang berasal dari keluarga pas-pasan.

“Reza, tidak baik berprasangka buruk pada orang lain. Terutama orang tuamu.” Tegur sang ayah.

“Ayah kan sudah merestui hubungan kalian. Ayah tidak pernah mengolok-olok istrimu. Kapan ayah mempermasalahkan status sosialnya? Saat itu, ayah hanya ingin tau kehidupannya seperti apa.” Jelasnya namun, Reza tetap tidak merubah ekspresinya. Ia malah curiga, sang ayah sedang merencanakan sesuatu.

🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀

“Hiks hiks! Kenapa hidupku tidak berubah?! KAPAN AKU BISA HIDUP TENANG?! APA SALAHKU?! AKU SUDAH BERUSAHA UNTUK MENJADI LEBIH BAIK. HIKS!”

Entah sudah berapa lama ia menangis di dapur. Penampilannya kini sudah sangat kacau. Air matanya terus mengalir, matanya membengkak karena terlalu lama menangis dan kepalanya sakit.

Tiba-tiba, tangisan itu berubah menjadi rintihan. Riska merasa perutnya sangat sakit.

“Aduh, sakit! Kok tiba-tiba? Aku kan gak kelaparan. Apa aku salah makan?” Riska bertanya-tanya pada dirinya. Ia berusaha mengingat-ingat apa yang telah ia makan.

“Dari kemarin, aku makan yang sehat-sehat. Makan sayur rajin, buah juga. Ngemil udah aku kurangin.” Ucapnya lagi sambil bangkit dari dapur. Ia ingin ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

“Ah, sebentar lagi juga hilang sakitnya. Mungkin aku hanya stres. Ya, itu!”

Namun, sayang sekali. Kram perut yang ia alami malah makin menjadi. Wanita itu mandi sambil menahan sakit kram. Perutnya terasa diremas kuat dari dalam. Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya.

Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi ke puskesmas setelah merapikan barang-barang belanjaannya yang masih tergeletak. Dengan cekatan, ia merapikan ruangan tersebut sambil menahan kram.

Setelah siap pergi, ia pun segera keluar rumah lalu mengunci pintu. Dengan langkah yang tergesa-gesa, ia berjalan menuju puskesmas. Setelah sampai, Riska duduk di ruang tunggu sambil memegang perutnya.

Bruk!

Baru duduk sebentar, Riska jatuh pingsan. Orang-orang terkejut melihat wanita yang baru datang, tiba-tiba pingsan.

🤎🤎🤎🤎

“Za, lu gak boleh gitu sama bapak lu. Ntar nyesel ke gua, bapak gua dah meninggal dan gua belum minta maaf.” kata Yoga beberapa saat setelah ayah Reza keluar dari ruangan kerjanya.

“Yoga, lu gak ngerti masalah gua.” sahut Reza sambil memijat pelipisnya. Yoga diam, ia tidak mau ikut campur urusan keluarga sahabatnya. Hanya saja, ia tidak ingin Reza mengalami hal yang sama seperti dirinya.

Keheningan terjadi namun, tidak berjalan lama. Karena handphone Reza berdering. Ternyata itu panggilan dari nomor yang tidak dikenal. Dengan ragu, Reza mengangkat.

“Dengan Bapak Reza?” Kata orang yang menelpon itu.

Reza sedikit kaget. “Ya, saya sendiri.”

“Begini, Pak. Istri anda, Bu Riska sekarang sedang dirawat di puskesmas ‘Bisa Sehat’. Kata orang-orang yang menolongnya, Bu Riska tiba-tiba pingsan saat baru duduk di ruang tunggu.”

“Saya kesana sekarang. Terimakasih atas informasinya.”

Dengan panik, Reza merapikan mejanya kemudian berlari keluar dari ruang kerjanya tanpa mengatakan apapun pada Yoga.

Di mobil, Reza melampiaskan rasa kesalnya. Tangannya meremas kuat setir mobilnya. Ia merasa gagal menjaga sang istri. Ia juga marah karena kebiasaan buruk istrinya yang sulit dihilangkan. Bungkam.

“Kamu kenapa sih?! Kenapa gak mau bilang apa-apa sama aku? Kalo sakit, bilang dong! Kenapa harus diam?! Kamu takut aku marah? Gak akan! Aku akan ngurus kamu, sayang! Aku marah kalo kamu gak mau cerita!”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!