Bab.16

Tinggal di lingkungan pesantren sangat menyenangkan. Orang-orang yang sering mencebir anak santri dengan alasan mereka terlalu naif ternyata dugaan itu salah. Seperti yang dirasakan seorang perempuan yang kini memiliki seorang putra yang lucu. Setiap hari dia belajar ilmu agama bersama anak santri lainnya. "Pelan-pelan saja, Nak. Sedikit demi sedikit kamu akan mencapainya." kata umi Aidah.

Aisyah dengan wajah sumringan menyambutnya dengan hangat, ilmu yang didapatkan di pesantren tidak ditemukan di sekolahnya maupun di tempat lain. Jika dulu hatinya dipenuhi luka namun berbeda dengan sekarang, ia sudah bisa menerima takdir atas dirinya. Putranya lahir tanpa di dampingi seorang ayah, hal itu membuatnya semakin tegar dan menjadi wanita tangguh tanpa adanya ayah dari putranya. Kehidupan di lingkungan pesantren mengajarkan banyak hal padanya. Berharap putranya akan tumbuh dan besar di lingkungan ini.

" Ada apa, Cayang ? Mami ada di cini. " ucap Aisyah ketika melihat putranya menangis.

Ya, putra Aisyah lahir dua tahun yang lalu, hal itu disambut hangat oleh kiyai Dahlan dan umi Aidah. Awalnya Kiyai Dahlan heran dan banyak bertanya-tanya tentang Aisyah, tapi setelah istrinya menjelaskan kondisi dan alasan Aisyah pergi dari rumah, Kiyai mengangguk-angguk dan memahaminya.

" Putra mama lapar, yah. " Aisyah masih setia menggoda putranya yang terlihat meminta susu.

" Jangan menggoda terus Zidan, Nak!" Nanti dia makin rewel lho." ucap umi Aisda masuk di kamar Aisyah.

Aisyah terkekeh geli dan langsung mengambil bocah mungilnya.

" Hati-hati, Zidan." teriak umi Aidah tak kalah kagetnya.

Zidan sangat lincah berlari sehingga ke-dua pengasuhnya kewalahan. Siapa lagi kalau bukan Aisyah dan umi Aidah yang setia merawatnya hingga kini.

" Mami buatin cucu, yah!" ucapnya kemudian bergegas beranjak.

Zidan masih senang berlari-larian di ruangan itu membuat umi Aidah khawatir. Kaki mungil itu tidak pernah tenang dan selalu ingin mencoba sesuatu hal yang baru.

Tidak berselang lama Aisyah datang membawa susu botol sedangkan Zidan yang melihat itu terlihat lompat kegirangan.

" Asiiik...mami bawah cucu," teriak Zidan disertai tepuk tangan.

Aisyah dan umi Aidah saling melirik kemudian melempar senyum hangat pada bocah kecil itu.

" Zidan bobo dulu, yah!" titah Aisyah lembut.

Zidak yang seolah mengerti kondisi sang mama dan dia langsung menurut. 

Beberapa menit kemudian terdengar dengkuran halus dari Zidan pertanda ia tertidur dengan pulas.

" Aisyah," suara teduh ummi Aidah membuat perhatian wanita tangguh itu mengalihkan perhatiannya.

Ummi Aidah menampakkan senyum lembutnya pada Aisyah. Ada hal yang dikatakan meski terlihat ragu.

" Ada apa, Ummi ?

" Kamu tidak akan marah kan jika ummi menyangka sesuatu padamu?

Aisyah mengulas senyum di bibir tipisnya lalu mengangguk.

" Kamu tidak ingin pulang menjenguk ibumu atau Nenek di kampung?" tanyanya dengan hati-hati.

Aisyah terdiam sesaat memandang wajah wanita yang setia menemaninya dua tahun belakangan ini.

" Kapan-kapan Aisyah pulang ke kampung, Ummi. Aisyah akan berterus terang pada ibu dan nenek soal Zidan. 

" Jika mereka menanyakan Ayah Zidan, bagaimana? 

Aisyah terdiam lagi mendengar ucapan demi ucapan Ummi. Benar yang dikatakan wanita paruh ini, tapi harus kah dia berterus terang siapa ayah Zidan sebenarnya. 

Ummi Aidah saja tidak mengenal siapa, Aryan. Hanya kenal nama saja dari cerita Aisyah. Bagaimana ia memberitahukan pada ibu dan nenek? Akan kupikirkan lagi, Ummi. " ucapnya tertunduk.

***

Berbeda dengan di tempat lain seorang pria yang berhati galau. Zahra tidak pernah mengangkat teleponnya selama dua hari membuatnya uring-uringan. Sedangkan studinya tinggal beberapa bulan lagi akan usai. Dengan terpaksa pria itu harus terbang ke Indonesia demi kekasihnya Zahra.

" Kenapa kamu tidak ingin bersabar, Zahra? Kita hanya menunggu waktu saja sampai orang tuaku merestui hubungan kita. Tapi jika seperti ini sikapmu, bagaimana kita bertahan?" ucapnya dalam kesendirian.

Pria itu menengadah menengadah menatap langit senja. Berjauhan dengan orang tua membuatnya rindu berat. Bagaimana keadaan sekarang di rumah? " pikirnya.

Wajah setiap orang-orang yang tinggal di rumah bak istana kembali di benaknya.

Wajah Aisyah kembali menari-nari dan seketika ia menarik nafas dalam-dalam.

" Bagaimana Aisyah sekarang? Aku sudah lama tidak mendengar kabarnya maupun bibi Marni.

Pertanyaan demi pertanyaan muncul di benaknya, namun siapa yang akan mampu menjawabnya. Hanya hembusan angin yang menemani saat itu. Angin bersemilir dengan kencangnya membuat belahan rambut yang tersisir rapi kembali nampak berantakan.

"Seperti apa wajahnya sekarang ?"

Aryan menggeleng kepala kala ingatan itu terus membayanginya.

" Kenapa aku malah memikirkannya? Aneh." batinnya.

"Besok aku akan terbang ke Indonesia, pasti Ayah dan mama senang melihatku. Aryan sangat merindukan kalian.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!