Bab. 19

Malam yang sepi merasuki kalbu,

Lukisan bayangan tak ingin pergi,

Rasa tak mampu ditepis,

Menjerat tiap detak nadi,

Memujamu ditarikan helaan nafas,

Meniti jalan rindu kasih.

***

Seorang pria tengah menatap langit-langit kamar dengan perasaan hampah. Entahlah, seperti ada yang kosong. Perasaan hampa kini menyelimuti relung hati. Sesekali tangan kekarnya menyeka air mata yang membasahi wajah.

Suara ketukan dari luar pintu tak dihiraukannya.

Ada perasaan kecewa menyeruak setelah sekian tahun tak bertemu dengannya.

" Buka pintunya, Sayang!" teriak Nandini.

Sebagai seorang ibu, dia sangat khawatir karena sampai saat ini belum ada yang mengisi perut putranya.

" Aryan, nanti kamu sakit lagi." teriaknya.

Nandini mencoba minta bantuan pada suaminya agar membujuk putra mereka agar segera makan. Sebuah nampan yang berisikan nasi dan lauk pauk di tangan sang mama, tangan terasa pegal karena Aryan tidak membuka pintu sejak tadi.

" Mari bibi yang bawain nyonya." ucap Bu Rasti mengambil alih nampan tersebut.

Nandini cemberut dan kembali ke kamarnya. Berharap suaminya akan berhasil membujuknya.

" Aryan kenapa, Bi?" tanya Abraham sedikit penasaran.

" Kurang tahu tuan, tapi den Aryan belum makan hingga sekarang.

Keningnya berkerut keheranan menatap pembantunya," Bukankah tadi Aryan masuk ke ruangan dapur? Kenapa tiba-tiba murung seperti itu?" batinnya berucap.

Sedangkan Aryan kini tertidur dengan pulas

di kasur empuknya.

" Aisyah," teriaknya seketika.

Sontak pria itu terbangun ketika melihat wajah sahabatnya dalam mimpi. " Dia sedang bersama siapa?" tanyanya dalam kesendirian.

Aryan melihat Aisyah seperti menggandeng tangan seorang anak mungil. Dengan cepat menepis pikiran itu. Keringat dingin mulai membasahi kening dengan deru nafas memburu.

" Mana mungkin, tadi itu hanyalah mimpi belaka. " ucapnya lagi sembari menarik selimut menutupi tubuhnya.

Aryan berbalik kiri dan kanan agar tidurnya kembali nyenyak seperti tadi. Namun semuanya sia-sia, matanya saat ini sulit terpejam.

" Astaga, aku belum menghubungi Zahra," ucapnya terlihat panik.

Sebenarnya dia ingin memberitahukan kejutan dengan kepulangannya di Indonesia tali saat ini pikirannya benar-benar kacau.

" Mungkin aku akan tenang jika sudah menelepon Zahra." gumamnya.

Tangan itu menekan tombol menelpon sang pujaan hati, Zahra masih mengabaikan teleponnya hingga membuatnya meremas ponsel.

" Ini baru jam sembilan, tidak mungkin kan Zahra tidur secepat ini.

Kegelisahannya semakin menghantui malam itu. Sahabat pergi menjauh tak pernah ada kabar sedangkan sang kekasih kini telah berubah.

" Aryan, kenapa tidak keluar makan, Nak?" suara sang ayah mengagetkannya.

Ternyata Abraham kembali ke kamar putranya ketika mengingat bahwa putranya belum makan. "Kalau sakit siapa yang repot?" pikirnya.

Dengan terpaksa Aryan beranjak dari tempat tidurnya membukakan pintu ayahnya.

" Ayah temani kamu makan, yah!" bujuknya.

Abraham juga bingung tiba-tiba sikap putranya berubah menjadi pemurung.

Aryan mengangguk cepat menerima tawaran sang ayah. Mungkin saat ini waktu yang tepat bertanya, ke mana perginya Bi Marni dan Aisyah Sahabatnya.

Keduanya berjalan beriringan menuju ruang makan. Timbul banyak pertanyaan di benaknya.

" Bagaimana jika Ayah berpikir aneh-aneh tentangku bersama Aisyah.

Seketika pria itu menggeleng kecil dengan hati berdebar-debar.

" Bi Marni pergi kemana, Ayah?"

Pertanyaan itu sontak membuat Abraham tercengang sesaat lalu tangannya kini mengambil air minum untuk diteguknya.

" Dia sudah pulang di desanya, saatnya dia istirahat.

" ucap Bram.

Aryan semakin bingung dan masih menunggu penjelasan selanjutnya dari ayahnya.

Bibir itu terasa keluh ingin menanyakan seseorang yang pernah membuatnya berwarna namu enggan. Bibir itu seolah terkatup dan terkunci.

" Besok, ayah mau mengunjungi salah satu pesantren hampir di seberang desa. Ayah ingin berbagi rezeki pada mereka. Menurut cerita, pesantren itu baru saja didirikan beberapa tahun ini, namun penghuni santri-santri di sana Masya Allah.

Aryan hanya terdiam mendengar penuturan ayahnya sambil menikmati makanan yang dihidangkan malam ini.

" Mau ikut menemani, Ayah?"

***

Berbeda halnya dengan kekasihnya Zahra, seharian ia menghabiskan waktu untuk bersama Alvin pacar barunya. Kini ia seolah hidup dan terasa bebas tanpa tekanan siapa pun. Malam yang dingin menusuk dinding kulit membuatnya sedikit menggigil.

" Dingin?" ucap Alvin menatap wajah Zahrah.

Wanita itu mengangguk sembari tersenyum tipis.

" Pakaian ini!" titahnya lalu memberikan jaket pada sang kekasih.

" Terimakasih," ucap Zahra.

" Kita pulang, yah. Mama dan ayah pasti gelisah menungguku," ucapnya terlihat khawatir.

Alvin menuruti dan segera mengajaknya masuk ke mobil.

"Besok masih pengen jalan-jalan," tawar Alvin.

Zahra dengan senyum sumringan menerima tawaran itu.

Bagaimana kalau kita ke pantai?"

ucap Zahra.

" Aku hanya ikut kamu saja," ujarnya.

Keduanya saling melempar senyum kebinaran seolah anak ABG yang jatuh cinta.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!