Bab.12

Di tengah hamparan sawah yang menghijau, nampak terbentang luas dataran berjejer rapi bagaikan permadani yang indah.

Pemandangan dan udara sejuk begitu menenangkan.

Seorang wanita berparas cantik tengah berjalan menelusuri pinggiran sawah milik para petani di sebuah desa setelah usai ujian sekolah. Sembari duduk menikmati hamparan sawah dengan hembusan angin yang sejuk. Mata indah itu memperhatikan orang-orang pada sibuk di tengah sawah.

Hari ini Aisyah ikut ujian nasional bersama teman yang lain di desa.  Satu minggu sebelum ujian nasional, majikan tuan Abraham datang ke desanya. Dia yakin telah terjadi sesuatu pada Aisyah sehingga nekat tinggal di desa bersama sang nenek. Kecurigaannya itu membuatnya ke desa menemui Aisyah dan mengurus segala hal di sekolah demi melanjutkan pendidikannya.

" Kamu sedang apa, Aisyah?" tanya seorang ibu-ibu yang sedang berjalan di pematang sawah dan menghampiri perempuan tersebut.

Sontak lamunan Aisyah buyar dan melihat orang yang menyapanya.

" Tante Dina," sahut Aisyah tersenyum sambil padanya.

Bu Dina mengajak Aisyah duduk di sebuah rumah kecil yang ada di tengah sawah tersebut, tapi Aisyah menolak. Hari semakin siang dan terik matahari makin menyekat kulit.

" Lain kali aja ya, Tante. Terimakasih ." ucapnya.

Perempuan berbadan dua itu pun segera pulang ke rumah sang nenek setelah menikmati pemandangan alam yang memanjakan mata. "Nenek pasti menunggu Aisyah seharian." gumamnya.

"Assalamualaikum, Nek." ucapnya.

Mpok Ninik segera menghampiri cucunya ketika terdengar suara dari luar.

" Kemana aja, Nak! Nenek khawatir," ucapnya dengan kerutan di wajah.

Aisyah meraih tangan keriput itu lalu menciumnya dengan lembut.

" Aisyah dari sawah, Nek. Sudah lama Aisyah tidak menikmati suasana di desa dan aku sangat merindukannya." ucapnya berbinar.

Untuk sesaat ia melupakan masalah yang membuatnya belakangan nampak gusar.

Suasana di desa sangatlah menyenangkan. Dan seolah tidak ingin melewati masa-masa indah itu.

" Bagaimana dengan ujianmu, Nak!" tanyanya pada sang cucu.

Aisyah menatap nenek sembari tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang rata.

" Alhamdulillah semuanya lancar, Nek." ucapnya cepat.

" Lalu tuan Bram bagaimana, Nak?"

"Maksud nenek ?" sahutnya mengerutkan kening tidak mengerti.

" Tuan Bram menawarkan kamu untuk kuliah setelah kelulusanmu, Nak. Dia seperti ingin mengetahui sesuatu dari kamu.

Aisyah terdiam, ia belum menceritakan apapun pada majikan ibunya. Mereka terlalu baik dan Aisyah merasa bersalah dengan kebohongannya.

" Aisyah masuk ke dalam ya, Nek. " ucapnya menghindari pertanyaan sang nenek.

Mpok Ninik menggeleng kecil melihat tingkah cucunya. Seperti dikejar sesuatu yang mengerikan Aisyah masuk ke dalam kamar kemudian menguncinya.

Aisyah menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya kasar. Ia merasa lega bisa melarikan diri dari interogasi sang nenek.

" Sampai kapan aku begini?" gumamnya seorang diri.

Aisyah mengganti pakaian sekolah kemudian memakai pakaian longgar yang sudah disiapkan.

Dalam kamar ia termenung mengingat masa-masa indah bersama seorang sahabatnya.

Kadang tersenyum tipis mengingat momen mereka, namun air mata itu luruh begitu saja ketika Aryan menolak anak yang dikandungnya.

" Bunda akan merawatmu dan memberimu banyak cinta tanpa seorang ayah, Nak." ucapnya sambil mengelus pelan perut yang masih rata.

Tangan itu beranjak dari tempatnya membuka jendela lebar-lebar. Angin berhembus menerpa wajah miliknya. Rasa sejuk ia rasakan menghilangkan segala rasa  gundah sejenak.

Senja hari di pedesaan yang sangat asri nan indah dipandang mata.

Aisyah Masih bergeming di depan jendela menatap pohon-pohon rindang yang mengelilingi desanya. " Sunyi," gumamnya.

Tiada hiasan segenap kemewahan yang melekat pada seluruh kehidupan penduduk desa. Hati Aisyah tiba-tiba merindukan sosok pria ayah dari kandungannya. Desahan panjang ketika benaknya tidak menemukan solusi yang dari masalahnya. Ia seolah pasrah dan mengikuti arah takdir membawanya.

" Buka pintu, Aisyah!" suara mbok Ninik membuyarkan lamunannya.

Menatap sejenak pintu lalu beranjak dan membukanya.

" Ada apa, Nek?" tanyanya.

Aisyah hanya membuka sebagian pintu seakan sengaja agar nenek tidak masuk ke kamarnya. Ia takut jika sang nenek menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Ingin berbohong tapi sampai kapan? Cepat atau lambat bangkai yang disembunyikan akan tercium juga.

Aisyah hanya bisa menghindar untuk sementara waktu.

" Besok kita pergi jalan-jalan mengelilingi rumah-rumah di desa sebelum kamu kembali ke kota, Nak. "ucapnya.

Aisyah mengangguk saja menuruti keinginan nenek. Dia sudah merencanakan segala sesuatu sebelum perut ratanya terlihat oleh orang-orang di desa.

Mbok Ninik tersenyum menatap cucunya yang semakin cantik.

***

Satu Minggu berlalu para siswa berpakaian abu-abu merasa lega setelah melewati ujian nasional. Sebagian siswa merayakannya dengan pergi diberbagai tempat.

Seperti kedua remaja tersebut, Aryan dan kekasihnya merayakan dengan pergi di suatu pantai. Zahra sumringah melihat pemandangan yang indah di depan mata. Begitu pula Aryan, pria tersebut memancarkan kebinarannya di wajah. Menikmati keindahan alam di pantai merupakan hal yang tidak ingin mereka lewatkan.

" Sangat indah ya, Sayang." ucap Zahra.

Tangan kini melingkar di lengan kekasihnya. Orang-orang di sana memperhatikan gadis itu yang sedang bergelut manja sama Aryan.

" Kamu menyukainya, Sayang?" tanyanya menatap lembut sang kekasih.

" He-em.. sangat suka," ucapnya terlihat sangat bahagia.

" Kamu mengizinkan aku kan sayang jika lanjut di luar negeri." ucapnya menatap ragu kekasihnya.

" Aku akan mengikutimu, Sayang." ucap Zahra cepat.

Dia tidak ingin berpisah dengan Aryan kekasihnya. Setelah pertunangannya, Aryan berangkat London dan ia pun ingin melanjutkan studinya di sana bersama sang kekasih.

" Kenapa harus mengikutiku, Sayang? Apa kata orang tuamu?"

Ucapan Aryan membuat Zahra tersinggung dengan ucapannya.

Dengan cepat ia menepis tangan Aryan karena kesal.

" Apa maksudmu sih, Sayang? Aku hanya tidak ingin kamu tergoda oleh perempuan manapun. Jika kita berpisah aku tidak yakin kamu setia denganku." ucapnya begitu lantang.

Orang-orang menatapnya menggeleng kepala melihat kedua sejoli tersebut.

" Jam salah paham, Sayang! Orang tuaku pasti tidak menyetujui kita tinggal bersama sementara belum menikah," terangnya menjelaskan pada Zahra

" Kenapa begitu? Bukankah nanti kita bertunangan sebelum kamu berangkat ke London?"

Aryan tertegun melihat keras kepala sang kekasih. Ia tidak tahu lagi cara membujuknya.

Bagaimana harus mengatakan pada Zahra bahwa ayahnya tidak setuju dengan pertunangannya. Aryan nampak gusar di mata Zahra.

" Ada apa, Sayang? Katakan!" desaknya.

Aryan menelan salipanya dengan kasar, baru saja ia merasakan kebahagiaan menikmati suasana hari ini, telah berantakan begitu saja.

Helaan nafas berat terdengar di telinga Zahra membuatnya semakin curiga.

" Aryan, katakan sejujurnya!" ucapnya dengan suara mulai meninggi.

Tangan Aryan memegang lembut lengan kekasihnya dan mencoba memberinya pengertian.

" Maafin aku, Sayang! Ayah tidak menyetujui pernikahan pertunangan kita dilakukan secepatnya. Tapi aku janji, setelah aku pulang dari London akan segera melamarmu tanpa bertunangan. Kita langsung menikah, Sayang.

" ucap Aryan hati-hati.

Tangan kekar itu dihempaskan begitu saja oleh Zahra kemudian berlari meninggalkan kekasihnya sendirian di pinggir pantai. Rasa sesak dalam dada pada gadis tersebut membuatnya tidak bisa menahan diri.

" Aaaaakh..!" teriaknya di tengah-tengah keramaian.

Terpopuler

Comments

gedang Sewu

gedang Sewu

gadis manja tinggalin aja lah si zahra itu

2024-12-04

0

Romi Widyawati

Romi Widyawati

Zahra nyebelin bgt

2024-07-01

1

Uthie

Uthie

sukurin 😜

2024-06-19

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!