Gosip tentang Lea telah menjadi headline berita hari ini. Semua media baik media cetak maupun media online memberitakan hal itu. Foto-foto Lea tersebar dimana-mana.
Sore itu sepulang dari kantor, Lea bergegas keluar dari gedung Armada Trans. Selama berjalan dari ruangannya menuju keluar gedung. Banyak mata pasang tertuju padanya, beberapa orang sembari berbisik. Lea merasa risih dengan dipandang seperti itu.
"Kenapa pada ngelihatin kaya gitu sih?" batin Lea sembari melirik orang-orang yang tampaknya sedang membicarakannya.
Langkah kaki jenjang Lea berjalan lebih cepat. Rasanya ingin sekali segera keluar dari gedung itu. Kini dia berjalan tanpa menghiraukan orang-orang disekitarnya. Yang penting cepat sampai lobi dan pintu keluar.
"Nona Lea..." panggil seseorang dari belakang Lea.
"Nona...." lanjut orang itu.
Laki-laki itu berhasil menyentuk bahu Lea dan sontak membuat Lea menghentikan langkahnya. Masih dengan napas yang belum teratur, "Nona tolong berhenti dulu."
"Eh ada apa yang Fahri?" tanya Lea setelah menoleh dan mengetahui orang yang memanggil dirinya adalah Fahri.
"Ada apa?" lanjutnya.
Fahri mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah. Setelah sedikit tenang, Fahri mengajak Lea berjalan menuju sofa yang ada di lobi itu.
"Ada yang ingin saya bicarakan nona," ujat Fahri.
"Iya silahkan!" seru Lea.
"Apakah anda sudah melihat berita hari ini?" tanya Fahri.
Lea mengelengkan kepala seraya bertanya, "Berita apa memangnya?"
Fahri merogoh ponsel yang ada dalam saku celananya. Kemudian diotak-atik ponsel itu dan disodorkan kepada Lea, "Coba lihatlah ini nona."
Sontak Lea terkesiap melihat berita itu sekilas. Dia ambil ponsel Fahri itu dan diamatinya lebih mendalam. Seolah tidak percaya dengan apa yang dia lihat dari layar ponsel itu.
"Ini serius Fahri?" Lea masih tidak percaya.
"Iya nona, berita ini sudah tersebar di media sejak tadi pagi," jawab Fahri.
"Kenapa saya baru tahu sore ini," Lea menepuk jidatnya sendiri.
Memang hari ini Lea sangat disibukkan oleh meeting dengan beberapa pihak. Jadinya dia tidak sempat melihat berita apa hari ini. Untuk membuka ponselnya saja rasanya tidak ada waktu. Segera dia buka ponselnya yang ditaruh dalam tasnya.
"Astaga!" Lea terperangah melihat aplikasi WhatsApp-nya yang penuh chat dan telepon dari teman-temannya. Tidak sedikit diantara mereka yang menanyakan kebenaran berita yang sedang beredar.
Lea menghadap kasar wajahnya, mengacak-acak rambutnya. Rupanya lelah yang dia rasakan hari ini belum usai. Masih ada masalah baru yang sangat mengganjal pikirannya.
"Pantas saja semua orang di kantor ini memperhatikanku dengan aneh," gumam Lea.
"Rupanya ini alasannya," imbuhnya.
"Fahri... semua itu hoax, semua itu fitnah Fahri," ucap Lea penuh dengan penekanan.
"Fahri kenapa ini bisa terjadi pada saya."
Kini air mata Lea telah mengalir pada pipi putih itu. Fahri bingung harus berbuat apa menghadapi perempuan yang sedang menangis. Apalagi saat ini yang menangis adalah Lea yang tidak lain adalah bosnya. Fahri paling tidak tega melihat perempuan menangis.
"E...e... gimana ya nona saya juga bingung," ucap Fahri ikut gugup.
"Apa begini aja nona. Saya akan berusaha minta tolong sama teman saya untuk membuat berita klasifikasi," usul Fahri.
"Malam ini saya akan menghubungi teman saya yang jadi jurnalis disalah satu media cetak," sambungnya.
"Sekarang nona pulang dan istirahat untuk menenangkan pikiran nona. Jika saya dapat info secepatnya akan saya hubungi nona."
Tubuh Lea sudah sangat lemas dan tak berdaya. Hanya untuk berjalan dari lobi menuju pintu keluar saja rasanya sangat berat. "Apa perlu saya antarkan sampai rumah anda nona?"
"Tidak perlu Fahri. Sudah ada Pak Hadi. Terimakasih banyak ya," ucap Lea sembari tersenyum pasrah.
"Baik nona. Hati-hati dijalan," Fahri melambaikan tangan pada sang bos yang hendak pulang.
Malam ini berita hoax itu berhasil membuat Lea sama sekali tidak tidur. Pikirannya terus berjalan memikirkan berita itu. Siapa yang membuat berita tersebut dan apa tujuan orang memfitnah dirinya. Apa salah dirinya hingga ada orang yang mendendam dirinya sampai segitunya.
"Hiks... hiks... hiks..."
Hanya suara tangisan yang sangat lirih yang terdengar di kamar itu. Tangisan yang sangat pilu yang terdengar dari mulut Lea. Tidak ada yang bisa menghentikan tangisan itu. Jangankan menghentikan tangisan, Lea hanya ingin ada orang lain yang mendengarkan curhatannya pun rasanya tidak mungkin.
Ingin rasanya memeluk sang suami saat ini juga. Namun, itu hal yang sangat mustahil terjadi. Ingin bertemu dengan sahabatnya, Renata tetapi ini sudah terlalu malam. Lagian kakinya tak mampu berjalan karena tenaganya sudah dia keluarkan untuk menangis.
***
Keesokan harinya.
Lea ditemukan meringkuk diatas lantai kamarnya dengan posisi bersandar pada tempat tidurnya. Malam memilukan itu telah berhasil dia lewati. Segera dia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap-siap. Hari ini rencananya dia akan menceritakan semuanya kepada Bian dan siangnya akan melakukan klarifikasi untuk media.
Kacamata hitam dipakainya untuk menutupi matanya yang sembab karena semalaman penuh menangis. Dengan diantarkan sopir pribadinya Lea pergi untuk bertemu Bian.
"Pak Hadi tunggu sebentar ya. Saya tidak akan lama, karena harus segera berangkat ke kantor," pesan Lea pada supirnya.
"Baik nona," balas Hadi dengan sopan.
Dengan sedikit berlari Lea menuju gedung yang tampak sudah ramai itu. Kakinya melangkah ke ruang jenguk tahanan. Tampak sudah ramai orang berdatangan untuk menjenguk sanak saudaranya yang ditahan juga.
Belum sampai ke ruang jenguk tersebut. Langkah kaki Lea tiba-tiba berhenti dengan sendirinya tatkala matanya menangkap sebuah pemandangan yang mengejutkan. Pemandangan yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Lama Lea mematung disamping pintu masuk ruang jenguk tahanan. Rasanya kakinya sudah tidak mampu lagi berjalan. Mulutnya kaku tidak bisa lagi berucap. Pikirannya sangat kacau dan hanya air matanya yang mampu menyampaikan rasa yang ada dihatinya.
Air mata terus membanjir dan seakan tidak bisa dia hentikan. Tangannya pun tidak mampu lagi mengelap air mata yang telah jatuh tersebut. Bahkan kacamata hitamnya tampaknya sudah tidak berguna untuk menutupi mata yang menampakkan kesedihan. Beberapa pengunjung yang keluar masuk ruang jenguk sempat menanyakan keadaan Lea. Namun, Lea hanya diam tak bergeming.
Hingga tiba saatnya Bian mengetahui keberadaannya. Dan suara Bian memanggil nama Lea yang akhirnya membuyarkan pikiran Lea.
"Lea..." panggil Bian..
Suara Bian bak sebuah bom yang menyadarkan Lea. Sontak saja semua tubuh Lea kembali normal. Lea pun memundurkan langkah kakinya, membalikkan badannya dan berlari menjauh dari ruang jenguk tahanan. Segera dia berlari ke mobil dan menyuruh Pak Hadi segera melajukan mobilnya.
Sedangkan Bian yang hendak mengejar Lea tidak bisa karena petugas keamanan menahannya. Sudah berusaha memberontak, tetapi tetap saja tidak bisa keluar dan mengejar Lea.
"Sial", umpat Bian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Rena Gimun
3like
2020-09-08
0
Ilham Rasya
jejak lagi 💪💪💪
2020-08-28
0
Yhu Nitha
like1
2020-08-25
0