Sesampainya di kamar, Lea segera membersihkan dirinya. Setelah itu dia rebahkan tubuhnya diranjang. Melepaskan penat yang selama dua hari ini menghujam tubuhnya. Ditatapnya langit-langit kamar itu dengan posisi tubuh yang terlentang. Lea membayangkan kehidupan baru yang akan segera dia mulai sendiri.
"Hah? Sendiri? Bisakah?" pertanyaan-pertanyaan itu muncul dipikirannya.
Meski agak ragu, namun apa daya. Dia harus bangkit dan menjalani takdir hidup ini. Karena kehidupan terus berjalan dan tidak mungkin dia harus terus nangis dan berdiam diri seperti ini.
"Masalah tidak akan usai, jika tak mulai melangkah," pikirnya.
"Baiklah aku harus bangkit," katanya dengan semangat.
"Semangat Lea. Semangat!"
Semangat itu tiba- tiba luntur, tatkala Lea merasakan sesuatu yang aneh diperutnya. Diusapnya perut ratanya tersebut, rasanya perih. Seperti belum makan berhari-hari.
"Astaga! gue belum makan sejak kemarin," Lea menepuk jidatnya sendiri.
Diambil ponselnya dan Lea pun memesan makanan dari aplikasi ojek online. Lea memilih memesan makanan daripada mencari makan di dapur. Dia sadar posisinya disini bukanlah siapa-siapa. Awalnya juga dia tidak mau tinggal disini, kalau bukan karena Bian memaksanya.
Lea tahu betul keinginan maminya Bian yang ingin menjodohkan Bian. Lea sadar betul bahwa mertuanya itu tidak menyukai dirinya. Hal itu telah dia rasakan sejak menjadi pacar Bian. Apalagi saat ini, ketika dirinya menjadi istri sah Bian. Mungkin kekesalan Dwita terhadap Lea semakin bertambah karena kegagalan perjodohan itu.
Ting.
Sebuah notifikasi pada ponselnya menyadarakan lamunannya. Ternyata notifikasi bahwa pesanannya telah siap dan driver segera sampai tujuan. Baiklah sebentar lagi dia bersiap untuk mengambil pesanannya kebawah.
Tidak lama kemudian, terdengar suara ribut dibawah sana. Karena penasaran Lea mengintip sumber keributan itu dari jendela kamarnya. Sepertinya driver yang mengantarkan pesanannya telah tiba didepan rumah. Namun, kenapa ribut sekali dibawah sana.
Segera Lea melangkahkan kakinya ke lantai bawah. Mendekat ke sumber keributan itu. Barangkali karena dirinya terjadi keributan tersebut.
"Maaf ma, itu yang pesanan makanan Lea," ucapnya dengan sedikit takut.
Benar saja Dwita memarahi driver tersebut. Menurutnya menganggu Dwita yang ingin lewat. Kata-kata dengan nada tinggi lolos dari mulutnya begitu saja. Berulang kali Lea meminta maaf kepadanya, namun tak menghentikan Dwita untuk ngomel.
"Sudah minggir kamu!" serunya terhadap driver tersebut.
"Bisanya cuma beli makanan saja. Sudah bersuami bukannya masak malah beli yang sudah jadi. Kalau begitu mana betah Bian sama dia," Dwita ngedumel sembari masuk ke dalam mobil yang telah terparkir tepat didepan pintu utama rumah.
"Dasar perempuan payah," tutupnya sebelum benar-benar masuk kedalam mobil dan menutup pintunya.
Kata-kata terakhir yang terucap dari Dwita tersebut berhasil memasuk kedalam hati paling dalam Lea. Menyakiti hati wanita cantik itu yang mematung didepan pintu. Saking sakit hatinya, tanpa sadar Lea mengelus dadanya sendiri.
Tidak lama Lea tersadar dengan abang driver yang ada dihadapannya. Kemudian Lea mengambil kantong plastik yang dibawanya. Setelah itu Lea meminta maaf kepada driver tersebut atas perlakukan mama mertuanya yang semena-mena terhadap driver itu.
"Bang maaf ya bang. Karena saya Abang jadi yang terkena marah. Sekali lagi saya mohon maaf sekali ya bang," ucap Lea meminta maaf atas perlakukan mertuanya.
"Hehe... Tidak apa-apa neng. Sudah biasa dapat perlakuan seperti itu," jawab driver itu santai.
"Sekali lagi maaf ya bang dan terimakasih banyak bang," ucap Lea.
"Sama-sama neng. Saya balik dulu ya," pamitnya seraya meninggalkan rumah itu.
Segera Lea kembali masuk ke dalam rumah dan menuju kamarnya. Kantong berisi makanan yang telah dia pesan tadi diletakkannya diatas nakas. Kemudian dia mendudukkan tubuhnya ditepi tempat tidur. Kata-kata Dwita masih terbayang-bayang dipikirannya. Ya, mungkin mulai saat ini aku menyandang status "perempuan payah" yang dimaksud Dwita.
"Sebegitu payahkah diriku ini?" tanyanya pada diri sendiri.
Lea berjalan menuju meja rias yang tampak baru. Ya memang meja rias itu baru dibuatkan Bian khusus untuk Lea setelah menikah dengannya. Meja rias dengan warna putih membawa kesan elegan beserta lampu-lampu terpasang ditepi cermin meja rias itu.
Terlihat jelas aku pada cermin itu. Dan aku pun mengobrol dengan diriku sendiri, "Apakah kamu perempuan payah Lea?"
Mencoba memutar-mutar tubuhnya dan tak lupa menampilkan senyum yang sedikit terpaksa itu. Kemudian aku berkata lagi, "Kamu sama sekali bukan perempuan payah. Kamu hebat Lea!"
Kini Lea mendudukkan tubuhnya pada kursi rias miliknya. Menyibakkan anak rambut yang menutupi sebagian mukanya. Dan kembali menatap cermin itu dengan lekat. Sembari berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan menunjukkan kepada siapapun. Terutama kepada mertuanya bahwa dia sama sekali bukan perempuan payah.
"Eh tapi caranya bagaimana ya?" seketika mukanya kembali murung karena bingung.
Dia pun sejenak berpikir tentang cara yang harus dia lakukan untuk menghilangkan label perempuan payah pada dirinya. Mungkin dengan belajar memasak, dia akan sedikit mengurangi label perempuan payah itu. Setelah berpikir keras, baiklah mulai detik ini Lea akan belajar memasak.
"Ah cuma belajar memasak saja? Gampang!" ucap Lea sombong.
Melihat latar belakang keluarga Lea yang sangat berkecukupan. Maklum saja perempuan itu tidak pernah memasak. Karena semua makanan yang diinginkan pasti sudah tersedia dengan rapi diatas meja makan. Jangankan memasak, ke dapur saja jarang sekali. Tapi dengan tekad yang kuat dia harus mulai belajar masak.
"Buka YouTube ah. Cari channel memasak," Lea mulai mengotak-atik ponselnya.
Meskipun tidak tahu sama sekali apa saja yang harus dilakukan di dapur nanti. Setidaknya dengan menonton video dari YouTube bisa buat bekal sebelum turun langsung ke dapur. Mau tak mau, Lea belajar dari dasar mengenai praktik memasak. Sebelumnya Lea belajar mengenai jenis-jenis bumbu dan sayuran.
"Apa dulu ya yang harus aku pelajari?" Lea tampak berpikir.
"Aha! Mungkin cari tahu tentang jenis bumbu-bumbu dapur kali ya," ucapnya.
"Tapi mengenal jenis sayuran juga penting," lanjutnya lagi.
Memang lucu Lea ini ya, belajar dari dasar. Niatnya bagus menjadi istri seperti apa yang mama mertuanya inginkan. Istri yang bisa memasak dan mengurus suami.
"Awas saja kalau mama sampai bilang aku perempuan payah lagi," ucapnya.
Dengan semangat yang membara, Lea semalaman penuh belajar tentang memasak. Sampai segitunya dia lakukan demi mengubah pandangan mama mertuanya pada dirinya. Padahal jika diusut lebih dalam, kenapa Lea tidak belajar saja mengenai manajemen perusahaan yang dilimpahkan kepadanya. Ya sudahlah terserah Lea saja mungkin berdasarkan skala prioritas ala Lea yang terpenting adalah urusan rumah dahulu. Barulah urusan mengenai perusahaan. Toh kata Hendra memegang perusahaan hanya sementara. Sedangkan menjadi istri berlaku selamanya.
Masalah tidak akan usai, jika aku tak mulai melangkah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Radin Zakiyah Musbich
awesome 🍓🍓🍓
ijin promo sekalian thor 🍓
jgn lupa mampir di novelku dg judul "AMBIVALENSI LOVE",
kisah cinta beda agama,
jgn lupa tinggalkan jejak ya 🍓🍓🍓
2020-10-15
0
Lysta
baru nyampe sini yah kak🤗
2020-08-31
0
Aisy Hilyah
sabar lah Lea... sambung nanti lah ya Thor aku tunggu yaaaaa
2020-08-25
0