Tekat Lea sudah bulat untuk membuktikan bahwa dia bukanlah perempuan payah. Seperti julukan yang diberikan oleh mami mertua dan Gigi kepadanya. Kebetulan hari ini adalah hari Minggu, sehingga Lea menghabiskan waktunya untuk praktik memasak.
Kakinya melangkah menuju dapur rumah mewah ini. Dapur adalah tempat salah satu tempat yang tidak pernah dikunjungi oleh Lea ketika dulu di rumahnya. Dahulu makanan apapun yang diinginkan Lea sudah tersedia dimeja makan. Bahkan hanya untuk hal paling mudah sekalipun, seperti memasak mie instan dirinya tak pernah melakukan. Ah, tapi itu dulu.
Dan kini kenyataan sudah berubah, Lea harus menjauhkan kesan manjanya jauh-jauh darinya. Karena saat ini dia sudah menikah dan harus mandiri mengurus dirinya serta rumah tangganya. Baiklah semua tentang urusan rumah tangga akan dipelajarinya.
"Hmmm... Masak apa ya enaknya?" Lea berpikir sembari mengetuk-ngetuk jari telunjuknya didagu.
"Eh non, mau ngapain di dapur?" tanya seseorang dari belakang Lea.
"Hehe... Mau belajar masak Bi," jawab Lea.
"Lho ngapain masak non. Biar bibi saja yang masakin. Emang non mau makan apa?" tanyanya lagi.
"Enggak usah Bi. Emang saya mau belajar masak kok," jawab Lea.
"Ya sudah kalau gitu maunya non. Mau masak apa biar bibi siapin bahan-bahannya," Yati menawarkan bantuan.
Yati mulai membuka lemari es dan mengeluarkan beberapa bahan masakan. Dikeluarkannya berbagai bumbu dan bahan masakan. Yati tersenyum melihat Lea yang masih mematung ditempatnya.
"Sini non," ajak Yati.
"Mau masak apa?" imbuhnya.
"Hmm... Apa ya Bi. Nasi goreng saja kali ya Bi?" Lea justru balik bertanya.
"Boleh...boleh...," sambut Yati sembari memilah bahan-bahan untuk memasak nasi goreng.
"Ini non bahan-bahannya," Yati menyodorkan bahan-bahan tersebut.
"Terimakasih banyak ya Bi," Lea tersenyum.
"Sama-sama non. Mau bibi bantu?"
"Enggak usah Bi. Biar Lea sendiri saja."
"Ya sudah bibi juga mau masak juga."
Yati beralih dengan kesibukannya menyiapkan bahan-bahan masakan yang dia butuhkan untuk masakannya. Lea sekilas melihat wanita paruh baya yang masih lincah itu dengan cekatan mulai masak. Tak berlama-lama lagi, Lea pun segera mulai memasak.
Dengan bekal mengingat pelajaran yang didapatkannya dari YouTube beberapa hari ini. Pertama dia harus memotong bumbu untuk membuat nasi goreng. Diambilnya bawang merah, kemudian dia kupas.
"Aduh... Aduh...," sesekali Lea mengusap air matanya.
"Lho non kenapa nangis?" tanya Yati yang tak sengaja melihat Lea menitihkan air mata.
"Gak apa-apa Bi," jawab Lea yang terus mengusap mata dengan lengannya.
"Perih ya Bi dimata," imbuh Lea.
Melihat tingkah majikannya itu, Yati sempat tersenyum. Kemudian dia pun mendekat kearah Lea. Hendak mengambil alih pekerjaan yang dilakukan Lea.
"Jangan Bi! Biar Lea saja yang menyelesaikannya," tolak Lea.
"Perihnya cuma sebentar kok non. Nanti sembuh sendiri," jelas Yati.
Mendengar penolakan Lea tersebut, Yati kembali melanjutkan kegiatannya. Dan tak lama kemudian, "Yeay udah selesai," Lea senang akhirnya seleksi memotong bawah merah.
Melihat tingkah majikan barunya tersebut, Yati hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepala. Tapi tetap saja dihatinya bangga dengan anggota baru di keluarga itu. Meskipun cantik dan istri orang kaya, namun masih mau menyentuh dapur.
"Aduh Bi! Tolong!" teriakan Lea sempat mengagetkan Yati.
"Ada apa non?" tanya Yati yang tak kalah paniknya.
Dilihatnya darah mengalir dari tangan mulus wanita cantik itu. Segera saja Yati bergegas mengambilakan kotak obat.
"Sebentar non saya ambilkan kotak obat," kata Yati sebelum akhirnya dia lari pergi.
Yati berlari ke ruang tengah dimana letak kotak obat berada di ruangan tersebut. Saking paniknya dia lari dan terburu-buru menuju ruang tengah. Dan....
Bruk.
Yati menabrak nyonya besar di rumah itu. Siapa lagi kalau bukan Dwita. Kebetulan saat itu Dwita baru saja menuruni anak tangga. Dan Yati berlari didepannya.
"Astaga Yati!" teriak Dwita.
"Maaf nyonya. Maaf," Yati ketakutan dan menundukkan kepalanya.
"Kenapa kamu lari-larian didalam rumah?" bentak Dwita.
"Kamu kira ini lapangan apa? Lari-larian seenak jidat kamu sendiri!," imbuhnya.
Masih dengan kepala yang tertunduk, Yati memberanikan diri untuk berbicara.
"Saya berniat mengambil kota obat nyonya. Soalnya nona Lea tangannya terkena pisau, saat mengiris sayur," ucap Yati dengan suara selembut mungkin.
"Hah? Perempuan payah itu di dapur? Dan tangannya terkena pisau?" kata Dwita dengan suara yang amat keras supaya terdengar oleh Lea.
"Saya tidak peduli!" seru Dwita dengan penuh penekanan.
"Makannya jangan sok-sokan bisa masak. Tangan kena pisau aja merepotkan orang lain."
"Sekali perempuan payah ya tetap perempuan payah!" tutupnya sembari berlalu meninggalkan Yati.
Benar saja akibat suara Dwita yang sengaja ditinggikan. Dan jarak antara tangga dengan dapur tidak terlalu jauh. Maka Lea mendengar semua yang dikatakan oleh mami mertuanya itu. Tanpa sadar sesuatu telah membasahi pipi mulusnya. Ya, dia menangis.
"Ah kenapa gue nangis sih," gumamnya sembari mengelap air matanya.
Lea menarik napas panjang kemudian dihembuskannya secara perlahan. Supaya hatinya sedikit lebih tenang. Meskipun rasa sakit hati masih tersisa dan suara itu terus terngiang ditelinga.
"Aku melakukan sesuatu tidak untuk mendengar komentar. Meski nyatanya menutup telinga memang begitu sukar," batin Lea.
"Oke gue harus kembali semangat!"
Langkah kaki Yati mendekat kearah dapur. Sebisa mungkin Lea harus berperilaku biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa.
"Non duduk dulu sini. Biar bibi obati lukanya," ajak Yati.
"Lain kali hati ya non," pesan Yati sembari mengobati luka ditangan Lea.
"Iya Bi," jawabnya singkat.
"Terimakasih banyak ya Bi," ucapnya setelah Yati selesai membungkus tangan Lea yang luka dengan kasa.
"Iya sama-sama non."
Tanpa terduga oleh Yati bahwa Lea kembali berjalan menuju meja dapur. Tempat dimana dia meletakkan bahan masakannya tadi. Ternyata wanita itu masih mau melanjutkan belajar memasaknya.
"Non masih mau lanjut? Apa tidak sebaiknya non istirahat saja?" kata Yati.
"Enggaklah Bi. Nanggung ini Bi."
Yati pun membiarkan Lea yang tetap kekeh ingin memasak itu. Dan dirinya sendiri kembali melanjutkan kegiatannya. Lagi-lagi Yati dibuat tersenyum bangga melihat tingkah Lea.
Ketika semua bumbu dan bahan masakan sudah siap. Lea berniat menyalakan kompor. Namun, dia mematung didekat kompor listrik tu. Sekali lagi bahwa sebelumnya Lea tidak pernah ke dapur. Jadi maklum saja ya.
"Bi cara nyalain kompornya gimana ya?" tanya Lea sembari nyengir.
Yati segera mendekati Lea dan memberitahu cara menyalakan kompor. "Caranya seperti ini non," katanya.
Keduanya pun saling berhadapan dan tersenyum. Tak lupa Lea mengucapkan terimakasih kepada Yati, karena telah banyak membantu hari ini.
Beberapa saat kemudian jadilah nasi goreng masakan pertama dari tangan seorang Milea Anindita Dinata. Senyum sumringah menghiasi wajahnya. Menampakkan kebanggaan terhadap dirinya sendiri.
Aku melakukan sesuatu tidak untuk mendengar komentar. Meski nyatanya menutup telinga memang begitu sukar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Aisy Hilyah
lanjut lagi Kaka semangat yaaa
2020-09-03
0
Rena Gimun
Hadir
2020-08-24
0
ineyyy
tap likeeee
2020-08-21
0