Lama perbincangan antara Hendra, Bian, dan Lea. Mereka menyusun strategi untuk menguak bukti kebenaran dugaan korupsi yang dilakukan Bian. Hendra tampak serius mencatat poin-poin penting dari apa yang disampaikan Bian. Sementara Lea hanya menyimak pembicaraan serius dua orang dihadapannya. Karena dia tidak tahu menahu mengenai masalah ini. Yang dia inginkan hanya secepatnya Bian bebas dari tahanan KPK.
"Pak Hendra jika orang yang telah menjerumuskan saya telah diketahui. Segera ungkapan kebusukannya dan jerumuskan dia ke dalam penjara," pesan Bian kepada Hendra.
"Baik pak. Itu pasti akan kami lakukan," jawab Hendra.
Bian mengalihkan pandangannya ke arah istrinya yang sedari tadi menyimak pembicaraannya. Dia pun tersenyum kepada perempuan yang baru saja resmi menjadi istrinya itu. Seraya berkata, "Sayang selama aku didalam tahanan. Tolong kamu pegang perusahaanku ya."
"Hah?" Lea tercengang mendengar penuturan Bian.
"Apa-apaan kamu sayang? Aku sama sekali tidak tahu tentang perusahaan. Aku tidak bisa sayang. Tidak bisa!" tolak Lea.
"Sayang ayolah. Tolong aku ya," mohon Bian.
"Hanya kamu yang bisa memegang perusahaan ini sayang," tambahnya.
"Kenapa tidak yang lainnya saja. Ada papa, mama, Olivya, atau orang kepercayaan kamu di kantor," ucap Lea.
"Sayang dengar aku!" ucap Bian seraya memegang kedua tangan Lea.
Mata keduanya saling menatap lekat. Hal ini sengaja Bian lakukan untuk meyakinkan Lea.
"Satu-satunya orang yang aku percaya untuk memegang perusahaanku sementara adalah kamu," lontar Bian dengan lembut namun penuh penekanan.
"Jadi tolonglah aku," tambahnya.
"Ta... tapi--", ucapannya terputus.
"SsStt..." Bian mengacungkan telunjuknya tepat didepan mulut Lea.
"Nggak pake tapi-tapian," ucap Bian.
"Tapi aku tidak ada ilmunya Bian. Apalagi untuk mengurus perusahaan sebesar itu," sentak Lea cepat takut kata-katanya akan dipotong lagi oleh Bian.
"Ini hanya sementara sayang. Semua akan baik-baik saja jika kamu yang memegangnya. Aku mohon," Bian semakin memegang erat tangan Lea.
Suasana hening sejenak.
Tampak dari raut wajahnya sedang berpikir serius. Sebelum akhirnya Hendra ikut angkat bicara.
"Benar yang dikatakan Tuan Bian. Lebih baik nona menurut saja agar semuanya berjalan lancar," sahut Hendra.
"Nanti kamu akan dibantu Fahri, sekertarisku," uap Bian.
"Tapi aku tetap takut," suara Lea melemah.
"Aku yakin kamu bisa. Percayalah sayang." Bian pun mengecup kening Lea.
Menerima perlakuan itu Lea hanya terdiam. Ingin dia menolak permintaan suaminya, namun apa daya. Bian terus memaksa dan mendesaknya untuk menurut dengan apa yang diperintahkan.
"Aku kangen kamu sayang. Segera pulang ya," bisik Lea.
"Tenang aku akan segera pulang dan berkumpul lagi bersama kamu sayang," ucap Bian.
Bian menangkap wajah Lea dengan kedua tangannya. Seraya bertanya, "Mata kamu sembab, aku yakin semalaman kamu menangis ya?"
"Kamu tahu kan sayang? Aku disini baik-baik saja. Dan Pak Hendra juga telah menjelaskan bahwa masalahku ini termasuk ringan untuknya. Jadi untuk apa kamu nangis terus? Sudah ya," ucapnya dengan kembali erat menggenggam kedua tangan Lea.
"Aku nggak bisa jauh dari kamu sayang," lirihnya.
"Sebentar lagi kita akan kembali bersama sayang. Aku janji," Bian mengutarakan janjinya.
"Udah dong senyum. Kamu jelek sekali kalau nangis," rayunya sembari mencubit pipiku manja.
"Hujan boleh membasahi bumi. Tapi matamu jangan," kata-kata Bian berhasil membuat Lea menampilkan lengkungan manis dibibirnya.
Hal tersebut berhasil membuat Lea tersenyum dan menghentikan tangisnya. Waktu berkunjung pun telah habis. Dengan berat hati Bian melepasakan genggaman tangannya dengan tangan Lea. Beranjak berdiri dan salah satu petugas sudah menggandengnya untuk masuk ke dalam tahanan lagi.
Lea menunggu sampai punggung Bian benar-benar hilang dari pandangannya. Satu tetesan air matanya berhasil lolos lagi dari matanya. Dengan berat hati kakinya melangkah meninggalkan gedung tersebut. Tentunya dengan beban baru. Dua beban yang kini ada dipunggungnya. Pertama, dia harus menjalani hidup sendirian tanpa Bian disampingnya. Kedua, dia harus memegang perusahaan Bian untuk sementara.
Selama perjalanan pulang, di dalam mobil itu. Lea tampak diam dan memikirkan sesuatu. Pandangannya tertuju pada jalanan yang dia lihat dari jendala sampingnya.
Bagaimana bisa perempuan manja seperti dirinya bisa mengurus perusahaan sebesar itu. Selama ini yang dia tahu hanya uang serta fasilitas mewah dari ayahnya. Atau kalau kerja sekalipun hanya sebagai model yang notabenenya pekerjaannya ringan. Hanya berdandan cantik, melenggak-lenggok tubuh, atau sesi foto-foto saja.
Lea tampak menarik napas dalam, kemudian menghembuskan secara perlahan. Sedangkan pekerjaan yang diberikan Bian adalah memegang perusahan Armada Trans yang berkerja pada bidang kendaraan berat.
"Ah bercanda ini," batinnya sembari mengusap wajahnya kasar.
Ditambah lagi Lea adalah mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi. Mana tahu mengenai cara manajemen organisasi. Tampaknya memang semesta menyuruh Lea menjadi mandiri baik dalam menjalani hidup dan belajar banyak hal.
"Nona Lea, besok saya akan mengantar anda ke perusahaan jam 10.00 WIB," Hendra membuka pembicaraan.
"Pak apakah saya bisa ya pak?" tanya Lea yang masih ragu.
"Bisa nona, ini hanya sementara saja. Nanti anda dibantu oleh Fahri dan yang lainnya." kata Hendra.
"Tapi saya sama sekali tidak memiliki ilmu pada bidang tersebut pak."
"Menghandel perusahaan tidak membutuhkan ilmu tertentu nona."
"Tapi saya takut salah pak."
Hendra merubah posisinya untuk condong kearah Lea. Melihat Lea yang sudah tampak putus asa. Berkali-kali mengusap wajahnya karena frustasi.
"Ini hanya sementara nona. Saya akan mendampingi anda. Meskipun saya tidak akan selalu ada disamping nona, karena saya harus menyiapkan berkas untuk menolak dugaan korupsi Tuan Bian. Jadi mari kita kerjasama, saya akan fokus pada masalah hukum Tuan Bian dan nona fokus memegang perusahaan," kata Hendra panjang lebar.
"Keduanya harus berjalan bersamaan nona. Jika hanya fokus pada pembebasan Tuan Bian, maka perusahaan akan berhenti beroperasi dan jika itu terjadi akan berdampak pada kebangkrutan. Maka dari itu keduanya harus berjalan bersamaan. Sayang sekali jika perusahaan dalam keadaan kosong kepemimpinan," tambahnya.
"Dan Tuan Bian memilih anda karena anda satu-satunya orang kepercayaannya saat ini nona."
Lea tercengang mendengar perkataan Hendra barusan. Dia pun menatap Hendra yang duduk disampingnya.
"Maksudnya? Kenapa bukan keluarganya saja atau orang kepercayaan di perusahaannya?" tanya Lea.
Hendra tersenyum simpul mendengar pertanyaan Lea. Senyum yang menyiratkan pertanyaan banyak arti.
"Tidak bisa diserahkan kepada siapapun nona. Nanti anda akan tahu segalanya," katanya tepat mobil mereka berhenti di halaman rumah Bian.
Keduanya turun dari mobil tersebut. Dan Lea hendak masuk ke dalam rumah. Sedangkan Hendra masih mematung didekat mobil.
"Jika butuh bantuan segara hubungi saya ya nona," pesan Handra sebelum Lea masuk ke rumah.
"Baik pak. Terimakasih," tutup Lea sebelum akhirnya hilang dibalik pintu utama rumah megah itu.
Hujan boleh membasahi bumi. Tapi matamu jangan - Kata Uma.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Radin Zakiyah Musbich
uwuw.... keren... ❤️
aq mampir...
jgn lupa jg mampir dikaryaku dg judul "AMBIVALENSI LOVE"
kisah cinta beda agama 🍰🍰🍰
ku tunggu jejaknya ya 🍰🍰🍰
2020-10-10
0
Aisy Hilyah
iyyyyup setuju kata UMA hehehe aku baca dikit-dikit aaaahjjj
2020-08-25
0
Ay
Semengat terus ya
2020-08-18
0