Hari itu untuk pertama kalinya Dwita menjenguk Bian di penjara. Sengaja dia datang pagi sebelum ramai pengunjung lainnya. Dia datang seorang diri, karena sang suami harus pergi keluar kota.
Niat Dwita datang menjenguk Bian selain untuk melihat keadaan anaknya itu. Juga untuk membicarakan perihal keinginan Gigi untuk memimpin Armada Trans. Dengan lugas Dwita menyampaikan hal tersebut kepada Bian.
"Apakah mami kesini hanya untuk membicarakan hal tersebut?" bentak Bian setelah mendengar cerita maminya.
"Awalnya Bian senang mami datang, berati mami peduli dengan Bian!" ucapnya lagi masih dengan nada yang tinggi.
"Namun mami tetap sama ya! Tidak pernah berubah! Selalu ada maksud dibalik kebaikan yang mami lakukan!" imbuhnya sembari berjalan menuju ke arah ke jendela.
Mata Bian fokus memandangi pemandangan di luar jendela. Dwita turut beranjak berdiri dan berdiri dibelakang anaknya itu.
"Bian jangan berkata seperti itu. Niat mami kesini murni ingin menjenguk kamu. Sekalian membicarakan hal itu. Karena mami pikir, semua yang dikatakan Gigi benar," ucap Dwita.
"Gigi telah bekerja sama dengan kamu dan perusahaan kamu. Dia banyak berkorban waktu dan tenaga untuk pekerjaan itu. Lagian dia dan keluarganya selalu baik kepada keluarga kita Bian. Apa salahnya dia naik jabatan untuk menggantikan posisi kamu sementara. Itu pun hanya sementara," tambahnya.
"Lagian Gigi lebih cocok untuk memimpin perusahaan daripada Lea. Ilmu dan pengalamannya dibidang menajemen bisnis sudah tidak diragukan lagi. Jadi tolonglah Bian, sekali ini saja," pinta Dwita.
Bian masih berdiri didekat jendela, kemudian membalikkan tubuhnya. Keduanya pun kini saling berhadapan. Sorot mata Bian benar-benar mematikan, tampak amarah telah memenuhi dirinya.
"Cih!" ledek Bian.
"Mami tau apa? Hah?" bentak Bian.
"Kata siapa Gigi berjuang untuk perusahaan Bian? Kata siapa Gigi dan keluarganya baik? Dan kata siapa Gigi ilmu manajemen bisnisnya bagus? Hah? Kata siapa?!" tanya Bian beruntun.
"Mami itu hanya tahu luarnya doang. Jadi jangan pernah menilai apapun dari luarnya."
Bian membalikkan tubuhnya menghadap keluar jendela lagi. Rasanya muak sekali melihat maminya yang kehadirannya selalu saja memuji Gigi. Padahal kenyataannya justru kebalikannya.
"Kalau sudah tidak ada yang ingin mami sampaikan. Lebih baik kamu keluar!" katanya dingin tanpa menoleh sedikitpun ke maminya.
"Tapi Bian-" ucap Dwita yang langsung dipotong oleh Bian.
"Nggak ada tapi-tapian. Keputusan Bian sudah bulat memilih Lea untuk memegang perusahaan!" ucap Bian tegas.
"Tapi Bian istri kamu itu tidak bisa apa-apa. Dia itu pay-" lagi-lagi ucapannya dipotong Bian.
"Silahkan mami keluar!" bentak Bian sekali lagi.
"Kamu jangan durhaka ya sama mami!" balas Dwita.
"Anak mami Bian atau Gigi. Sejak dulu selalu saja mami membela Gigi. Mungkin Bian sudah bukan anak mami lagi!"
"Sekarang juga mami keluar!" ucapnya sembari telunjuknya menujuk kearah pintu keluar.
Dwita segara saja beranjak keluar dari ruang jenguk tahanan itu. Tentu saja dengan perasaan yang sangat kesal. Karena anaknya menolak mentah-mentah keinginannya. Dengan setengah berlari dia keluar menuju parkiran.
Bruk.
Tanpa sengaja Dwita menabrak seseorang. Yang membuat keduanya saling terpental ke belakang. Meskipun tidak sampai terjatuh ke lantai.
"Eh mami. Maaf Mi," ucap seseorang itu yang tak lain adalah Lea, menantunya.
"Dasar tidak punya mata!" seru Dwita.
Bukannya meminta maaf atau maafkan Lea. Justru Dwita membentak Lea. Padahal tabrakan itu disebabkan keduanya yang tidak hati-hati.
Tidak butuh waktu lama, Dwita segara bergegas pergi meninggalkan Lea yang masih terpaku. Lea memandangi kepergian Dwita hingga hilang dipandangnya. Kemudian dia masuk ke dalam gedung tersebut.
Tampak Bian berdiri mematung di dekat jendela ruang jenguk. Sesekali dia mengusap kepalanya dengan rambut yang acak-acakan. Tampak seperti orang yang sedang frustasi.
"Sayang..." panggil Lea dan langsung memeluk Bian dari samping.
"Eh kamu sayang?" balas Bian gugup dan memeluk balik istrinya itu.
"Sejak kapan kamu datang?" tanya Bian.
"Baru saja kok, tadi ketemu mami didepan."
"Mami tadi habis ngapain kemari sayang?" tanya Lea.
Menjawab pertanyaan Lea, Bian hanya mengangkat kedua bahunya. Kemudian menggandeng Lea untuk duduk dikursi yang telah disediakan. Melihat kotak makan yang dibawa Lea, maka Bian pun kemudian bertanya.
"Kamu bawa apa itu?"
"Eh iya, ini aku bawain kamu nasi goreng. Spesial buatan aku, khusus untuk kamu," kata Lea sembari menyodorkan kotak makan itu.
"Wah! Kamu bisa masak? Belajar darimana sayang?" Bian terkejut.
Bian tahu bahwa istrinya itu terbiasa hidup mewah. Pastilah dia tidak pernah memasak karena semua sudah disediakan. Makanya Bian terkejut ketika mengetahui Lea bisa masak.
"Hehe... Belajar dari YouTube sayang. Dibantu sama Bi Yati juga," jawab Lea sembari nyengir.
Manis sekali ketika Lea sedang tersenyum. Yang membuat Bian selalu terbayang-bayang akan senyum istrinya itu. Gemas jadinya melihat wajah istrinya.
"Cobain deh sayang," suruh Lea seraya membukakan kotak makan dihadapannya.
Sesegera mungkin Bian langsung melahap nasi goreng buatan Lea. Dikunyahnya dengan semangat nasi goreng itu. Berkali-kali menyendokkan nasi goreng ke dalam mulutnya.
"Gimana?" tanya Lea yang deg-degan mendengar jawaban Bian.
"Sayang sekali masakan ini kurang---" kata-kata Bian terhenti.
Lea sempat cemberut mendengar jawaban dari Bian.
"Kurang banyak maksudnya," lanjut Bian sembari merangkul istrinya yang duduk disampingnya.
"Ah kamu bisa saja," kata Lea seraya membalas dengan pelukan ke tubuh Bian.
Senyum Lea terus terpancar dibibirnya. Senang karena Bian menyukai masakan pertamanya. Meskipun hanya nasi goreng yang sangat sederhana. Setidaknya Lea telah mencoba.
Apalagi melihat Bian dengan lahapnya menghabiskan nasi goreng itu. Tak menunggu lama nasi goreng yang penuh di kotak makan itu ludes. Ditutup dengan Bian yang bersendawa karena kekenyangan.
"Ih sayang jorok ih," protes Lea sembari menutup mulutnya.
"Habisnya enak banget sayang," balas Bian.
"Maaf ya baru bisa masak nasi goreng," kata Lea.
"Apapun itu kalau yang masak dengan cinta. Aku pasti suka."
"Yee orang aku masaknya pake tangan kok," kata Lea sembari menjulurkan lidahnya.
"Eh tangan kamu kenapa sayang?" Bian tiba-tiba khawatir melihat tangan Lea yang dibalut kasa.
"Ini mah biasa, namanya juga masih belajar memasak sayang. Tidak perlu khawatir," jawab Lea.
Bagaimana tidak khawatir jika tangan mulus istrinya yang rutin manicure & pedicure. Tiba-tiba menjadi terluka seperti ini. Sungguh Bian tak tega melihatnya.
"Masih sakit nggak? Kamu udah ke dokter sayang?" tanya Bian yang masih menunjukkan wajah khawatirnya.
"Nggak usah lebay deh sayang. Gapapa kok."
"Tetap saja harus diperiksakan itu sayang."
"Nggak usah sayang."
Lea melihat jam dipergelangan tangannya. Tampaknya waktu istirahat kantornya telah usai. Dan dia harus segara kembali ke kantor untuk melanjutkan pekerjaannya.
"Sayang aku balik kantor dulu ya. Udah waktunya ini," pamit Lea.
"Oke. Terimakasih sudah jenguk dan bawa nasi gorengnya," kata Bian seraya mencium kening istrinya.
Apapun kalau yang masak dengan cinta. Aku pasti suka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
🍃🥀Fatymah🥀🍃
Aku mampir lagi kak 👋🏻👋🏻
2020-09-19
0
Rena Gimun
Aku hadir lagi kak...
2020-09-07
0
Aisy Hilyah
so sweet bian
2020-09-03
0