Salah Paham

Lily pergi meninggalkan rumahnya menuju toko furniture, dia ingin membeli beberapa barang seperti tempat tidur baru, lemari dan juga sofa. Setelah itu langkahnya bergegas menuju toko elektronik mencari televisi, lemari es, AC dan mesin cuci.

Perabotan di rumah kontrakannya benar-benar sudah lapuk dan tidak layak, Lily merasa memiliki kewajiban untuk mengganti semuanya, agar kelak saat ibu, adik dan neneknya kembali, mereka bisa merasakan kenyamanan.

Tidak apa-apa jika saat ini dia harus mengeluarkan banyak uang, lagi pula gadis itu mendapatkannya dengan cara yang mudah.

Lily meninggalkan rumah dari siang dan baru kembali sekitar pukul 17:00 sore hari, wajahnya terlihat kusut, dia hari ini benar-benar sangat lelah. Namun ketika sampai di pintu masuk ke rumahnya, dia mendengar suara keributan di kamar depan, wajah Lily seketika pucat, setelah menyadari suara seorang wanita yang berteriak di kamar itu adalah Mona, sang ibu.

"Apa kau pikir aku akan mempercayai kata-katamu? Putriku adalah gadis yang sangat polos, dia masih berusia 17 tahun dan kau? Paling tidak umurmu telah mencapai 25 tahun. Seharusnya kau memiliki rasa malu untuk tinggal di rumah kecil kami dan melakukan tindakan yang tidak senonoh!" teriak Mona, wajahnya memerah, amarah menggunung di hatinya.

Dia baru saja kembali dari kampung dengan anak laki-lakinya dan Resti, yang saat itu baru keluar dari rumah sakit. Namun pemandangan pertama yang dia lihat adalah seorang pemuda tampan yang tidak mengenakan baju atasan sedang tertidur dengan sangat lelap di kamar putrinya.

Sebagai seorang ibu, tentu saja dia sangat khawatir sekaligus merasa takut jika terjadi sesuatu pada Lily, gadis kecilnya itu baru saja keluar dari rumah sakit setelah mengalami koma selama 3 bulan, apalagi sebelumnya Lily juga pernah mengalami pembullyan di sekolah.

Mona sudah tidak tahu bagaimana menghadapi keadaan putrinya nanti, jika sampai pemuda itu berani melecehkan Lily saat dia tidak berada di kediaman.

Damian mengerutkan dahi melihat kehadiran seorang wanita yang berusia sekitar 40 tahun tersebut, apalagi sebelumnya dia tidak mengetahui tentang anggota keluarga Lily. Selama satu bulan berada di rumah kontrakan, Damian hanya mengenal Lily.

"Apa maksudmu nyonya? Perbuatan tidak senonoh apa yang telah kuperbuat? Dan siapa yang telah aku lecehkan?" tanya Damian membuat Mona semakin naik pitam.

"Tentu saja putriku, Lily. Jangan berpikir hanya karena dia pernah mengalami pembullyan selama di sekolah, hingga mengakibatkan koma selama 3 bulan di rumah sakit, lalu kau bisa mengambil keuntungan dari kelemahannya! Putriku masih terlalu kecil! Kau benar-benar tidak berperasaan!" teriak Mona kembali.

Lily tiba-tiba saja muncul, dia berdiri di depan pintu kamar sambil memanggil dengan suara yang sangat perlahan. "Ibu..!"

Mona menoleh, kemudian segera berlari dan memeluk putrinya sambil menangis. "Lily, apa yang sudah dia lakukan padamu, nak? Katakan pada ibu, jangan pernah menyimpan permasalahanmu sendiri!"

"Ibu, apa yang kau lakukan? Apakah menurutmu aku tidak memiliki harga diri? Ini tidak seperti yang kau pikirkan, aku bisa menjelaskannya." ucap Lily kembali, namun Mona tidak mau mendengar.

"Lily, katakan pada ibu, kau tidak perlu takut bahkan jika dia mengancam untuk melenyapkan seluruh anggota keluarga kita, ibu akan tetap berdiri di depanmu. Kau adalah putri ibu, walau bagaimanapun, aku tidak akan pernah membiarkan anakku berada dalam penindasan dan ketidakberdayaan!" ucap Mona.

Lily melirik ke arah Dany, "Ambilkan air untuk ibu."

Bocah itu segera menganggukkan kepala, kemudian berjalan menuju dapur, dia menuangkan air pada gelas, kemudian membawa kembali ke ruang depan, dimana Mona dan Lily saat ini duduk.

Di samping mereka terlihat Resti yang sejak tadi memijit keningnya, wanita tua itu terlihat sangat drop setelah melihat kejadian yang tidak terduga.

"Minumlah ibu, setelah itu aku akan menceritakan semuanya," ucap Lily, namun Mona menggelengkan kepala.

"Jika ibu tidak ingin minum, maka aku juga tidak akan memberitahukan apapun padamu!" jawab Lily.

Di bawah tekanan dan ancaman dari putrinya, akhirnya Mona meneguk air putih yang berada di gelas hingga tandas, namun tidak serta merta amarahnya mereda. Lily segera memegangi kedua lengan ibunya, sambil menceritakan semua yang terjadi pada saat Mona meninggalkan rumah.

Semua orang mendengarkan dengan sangat seksama, bahkan Resti berkali-kali memelototkan mata seolah tidak percaya dengan tindakan yang dilakukan oleh cucunya itu. Damian berdiri di depan pintu kamar, saat ini pemuda itu telah bisa berjalan, meskipun kaki kanannya masih sedikit pincang.

"Apakah kau tidak berbohong?" tanya Mona, Lily tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Sejak kapan putri kesayangan ibu yang cantik ini memiliki kebiasaan untuk berbohong? Aku mengatakan hal yang sebenarnya ibu, Damian tidak bersalah, dia sengaja tinggal di rumah ini agar aku bisa memantau kesehatannya dengan baik." jawab Lily, Mona langsung menangis sambil memeluk tubuh putrinya.

"Maafkan ibu, nak. Ibu sangat takut jika terjadi sesuatu padamu, beberapa waktu belakangan ini kau sangat jarang menghubungi ibu." ucapnya dengan suara yang bergetar.

Lily memeluk tubuh ibunya, "Ibu juga tidak bersalah, ini hanya kesalahpahaman kecil,"

Gadis itu melirik ke arah Damian, "Bukankah kau tidak akan mempermasalahkan kejadian tadi? Ibuku terlalu mengkhawatirkanku, sampai-sampai dia berbuat ceroboh, secara pribadi, aku meminta maaf."

Damian hanya menganggukkan kepala tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, dia kembali berjalan menuju kamar dan membaringkan tubuhnya. Tak lama beberapa orang berdatangan, Lily segera mempersilahkan mereka untuk masuk, kemudian menyimpan barang-barangnya di dalam.

Tubuh Mona langsung menegang melihat barang-barang tersebut, meski sebelumnya Lily telah menjelaskan, namun dia masih belum mempercayai sepenuhnya ucapan dari putri kecilnya itu.

"I-ini?" tanya mona, Lily hanya mengangguk kecil sambil tersenyum.

"Aku menggunakan beberapa juta uang untuk membeli perabotan rumah, tempat tidur ibu juga sudah tidak layak, ukurannya terlalu sempit. Aku membeli yang lebih besar, agar kalian bisa beristirahat dengan lebih nyaman." jawab Lily.

Mata Mona kembali mengembun, dia merasa gagal menjadi seorang ibu karena tidak bisa mencukupi kebutuhan anak-anaknya. "Maafkan ibu, nak. Kalian berdua jadi sangat menderita karena ibu yang benar-benar tidak bisa diandalkan."

Lily kembali memeluk tubuh ibunya penuh cinta, dan segera menjawab dengan sangat tenang. "Ibu, bukankah aku pernah mengatakan bahwa di masa depan aku tidak ingin melihat kalian semua hidup menderita? Mulai sekarang, jangan berpikir banyak, nikmatilah semua yang ada. Aku akan berusaha yang terbaik untuk bisa meningkatkan kesejahteraan keluarga ini,"

Mona merengkuh tubuh putrinya, "Terima kasih nak, ibu benar-benar sangat bersyukur karena memiliki seorang putri yang begitu baik sepertimu,"

Lily hanya tersenyum, kemudian membantu untuk mengeluarkan semua barang-barang dari rumah, dia segera menempatkan satu persatu barang yang baru saja dibelinya, bahkan Damian dipaksa untuk bangun, Lily mengganti tempat tidurnya menggunakan yang baru, hingga pemuda itu berkali-kali mengerutkan kening.

Dia bahkan merasa sangat nyaman tidur di ranjang itu, meskipun kasurnya terasa sangat lepek dan keras, namun suasana hatinya selalu saja menjadi riang.

"Jangan membantah! Tempat tidur itu terlalu kumuh untuk digunakan, kau akan merasa nyaman setelah mendapatkan tempat tidur yang baru."

Damian hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suaranya.

"Apa kau masih marah?" tanya Lily, Damian hanya menggelengkan kepalanya perlahan.

"Jika ibumu merasa bahwa aku telah menekan dan mengambil keuntungan darimu, lalu apa yang harus aku lakukan?" tanya Damian.

Lily mengerutkan kening, namun tak lama kemudian gadis itu tertawa dengan sangat nyaring. "Lupakan! Ibu hanya salah paham. Kau tidak perlu memikirkannya terlalu larut."

Damian memiringkan kepalanya, seringaian dingin tercetak jelas, membuat bulu kuduk Lily tiba-tiba saja berdiri.

"Aku bukan seorang pengecut, jika ibumu memintaku untuk menikahimu, maka aku akan melakukannya dengan senang hati,"

Lily membelalakan matanya, kemudian beranjak dari kamar itu sambil berseru dengan suara yang sangat tajam. "Dasar gila!"

Terpopuler

Comments

Mira Ratmi rahayu

Mira Ratmi rahayu

jangan mau lily dinikahi damian kmu msh 17th,,,ntar aja klu dah 30th,,,nikmati dulu masa2 mudamu dg penuh sukacita

2024-05-29

1

gaby

gaby

Damian pelit bin medit, Lily dah nolongin nyawanya, tp minjem 50jt aja ga di kasih. Malah cm di beliin laptop. Pdhl biaya rmh sakit utk mengobati dia bisa memakan uang ratusan jt blm termasuk biaya nginep 1bln di RS. Lah ini dah numpang makan tdr gratis, diobatin pula. Aq ga suka karakter Damian

2024-04-28

2

sahabat pena

sahabat pena

damian bukan nya gila lily. dia gentleman 😅

2024-04-23

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!