Di Usir

"Jawab pertanyaan kakak!"

"Kakak jahat! Kakak sengaja 'kan membuat aku seperti ini? Dengan teganya kakak berbuat seperti ini, pada adikmu sendiri," ucap Bella diiringi isak tangis.

Tawa Berliana menggelegar begitu puas. Dia tak peduli, meskipun Bella kini menatapnya sinis.

"Makanya, jadi orang jangan terlalu polos! Ya, kamu benar. Semua ini memang rencanaku, agar kamu di usir dari rumah. Dengan seperti itu, aku tak punya saingan lagi. Asal kamu tahu, aku iri denganmu. Daddy lebih sayang sama kamu. Aku yakin, daddy akan mengusir kamu. Saat dirinya tahu, kalau kamu hamil dengan laki-laki yang tak tahu asal usulnya," ucap Berliana.

"Jika kamu tak ingin, daddy menendangmu dari rumah ini. Kamu gu*gurkan saja anak itu. Bereskan? Sudah sana kamu beli alat tes kehamilan, agar kamu bisa memastikan diri kamu benar-benar hamil atau tidak! Selamat datang penderitaan untukmu."

Berliana langsung meninggalkan kamar sang adik. Dia akan memberikan kabar ini kepada sang daddy. Tentu saja dia tak akan membiarkan daddynya tak tahu, kalau Bella hamil.

"Bella, apa benar yang dikatakan kakakmu itu? Kalau kamu saat ini sedang hamil dengan laki-laki yang tak jelas asal usulnya?" Suara barito Ernesto begitu menggelegar.

Langkah kaki Bella terhenti, dan berbalik ke arah daddynya. Namun, dia tak berani menatap daddynya. Tubuhnya sampai gemetar, ketakutan. Jantungnya seakan terhenti seketika.

"Jawab Bella pertanyaan daddy!"

Rasa takut Bella semakin menjadi, meskipun dirinya belum tahu pasti sedang hamil atau tidak.

"Aku tak tahu, karena aku belum melakukan tes. Ini aku baru mau beli. Tapi, semua ini bukan kesalahan aku dad. Kak Berli sengaja menjebak aku, membuat aku mabuk hingga akhirnya aku melakukan itu," ungkap Bella. Dia mencoba membela diri di depan daddynya.

Ernesto langsung menyuruh ART di rumah itu, untuk membeli dua buah testpack. Dia tak membiarkan Bella pergi, sebelum dia tahu hasilnya.

"Semoga saja hasilnya negatif. Ini hanyalah ketakutanku saja," ucap Bella.

Bella mulai melakukan pengetesan. Dia tampak tegang, menunggu hasil dari alat tes itu. Sampai akhirnya alat itu menunjukkan dua garis merah. Benar kalau dirinya sedang hamil.

Air mata Bella tak tertahan lagi. Kakinya terasa lemas, tak ada kekuatan untuk menopang diri. Dia terkulai lemas di lantai.

"Ya Tuhan, mengapa engkau mengujiku seperti ini? Bahkan aku tak tahu, siapa laki-laki yang menghamili aku," ucap Bella terdengar lirih.

Berliana tampak memanas-manasi daddynya, hingga Ernesto menjadi tak sabaran. Dia langsung masuk ke kamar sang anak, dan menggedor pintu kamar mandi dengan kasar. Menyuruh Bella keluar. Dengan perasaan takut, akhirnya Bella membuka pintu kamar mandi itu.

"Bagaimana hasilnya? Apa benar kamu sedang hamil?" tanya Ernesto tegas.

Bella tampak diam, membuat Ernesto merasa kesal.

"Apa kamu bisu, sehingga tak bisa menjawab pertanyaan daddy?" Ernesto semakin kasar. Dia juga tampak menggoyang-goyangkan tubuh sang anak.

Hingga akhirnya Bella menganggukkan kepalanya. Membenarkan, kalau dirinya sedang hamil.

Dua tamparan mendarat di wajah Bella. Bella memegangi pipinya yang terasa panas.

"Anak kurang ajar. Buat malu daddy saja. Gu*gurkan anak itu, atau kamu angkat kaki dari rumah ini! Bahkan kamu tak tahu, laki-laki yang menghamili kamu 'kan?"

"Dad, aku mohon jangan lakukan itu padaku! Aku janji akan mencari ayah bayi ini. Paling tidak, kami akan bertanggung jawab atas anak ini. Meskipun setelah itu, aku akan bercerai darinya," Bella memohon. Bahkan dia sampai berlutut di kaki daddynya.

"Kamu saja tak tahu, siapa laki-laki itu. Bagaimana bisa kamu menemukannya. Tak ada pilihan lagi. Daddy tak ingin orang-orang tahu, kalau kamu hamil. Nama baik daddy akan tercemar, gara-gara kamu. Berkali-kali daddy bilang sama kamu dan Berli, bermainlah secara aman. Lebih baik sekarang kamu gu*gurkan, sebelum perut kamu semakin besar! Kamu pun tetap bisa kuliah, seperti biasanya."

Bella menggelengkan kepalanya. Dia merasa tak tega, untuk melakukannya. Meskipun anak itu hasil dari kesalahan satu malam. Dia memilih mempertahankan bayi itu. Hingga membuat Ernesto murka.

"Jika itu keputusanmu, kemasi barang-barang kamu, dan pergi dari rumah ini sekarang! Mulai sekarang, kamu bukan anakku lagi! Jangan pernah katakan pada orang, kamu adalah anakku! Aku akan mencabut semua fasilitas mewahmu," ancam Ernesto.

Sebenarnya, dia masih berharap Bella mengubah keputusannya. Dia sayang dengan Bella. Sampai Ernesto memilih memalingkan wajahnya, tak ingin menatap Bella.

Buliran air mata terlihat di sudut matanya. Dia sedih, mengapa Bella mengalami nasib seperti yang dia lakukan dulu pada Selena. Meskipun sebenarnya, ceritanya berbeda.

"Maafkan aku dad, aku sudah memutuskan untuk mempertahankan bayi tak berdosa ini. Meskipun aku harus kehilangan segalanya. Kehilangan daddy, masa depanku, dan fasilitas mewah dari daddy," jelas Bella.

Ernesto menahan untuk tidak menangis di hadapan sang anak. Hatinya semakin memanas, dia begitu kecewa dengan sang anak. Dia menghempaskan tangan Bella dengan kasar, membuat Bella kehilangan keseimbangan tersungkur ke lantai.

"Aku tak sudi, kamu sentuh! Sudah sana pergi, dan jangan pernah tunjukkan wajahmu lagi di sini!" usir Ernesto. Mulai saat itu, Ernesto tak menganggap Bella anaknya lagi.

Ernesto langsung meninggalkan Bella yang masih diam menatapnya. Dia memilih masuk ke kamarnya.

"Mengapa engkau menghukum aku, lewat anakku?" Ernesto tampak sedih. Namun, dia bersikeras ingin Bella menggu*gurkan kandungannya.

Berliana bersorak gembira. Akhirnya, rencananya berhasil. Dia berhasil, membuat Bella tersingkir dari rumah itu. Sekarang, dia tak memiliki saingan lagi.

"Puas, kakak sudah menghancurkan aku?" ucap Bella ketus.

"Kau tahu tidak? Kalau sebenarnya, aku ini bukanlah kakak kandungmu."

Bella tercengang, mendengarnya.

"Maksud Kak Berli apa? Aku tak mengerti," Bella bertanya kepada Berli untuk memastikan.

Berliana mulai menceritakan apa yang sebenarnya. Hal itu membuat Bella syok. Dia tak menyangka, kalau selama ini daddynya menutupinya darinya. Bahkan maminya pun memilih untuk diam, menutupi rahasia itu darinya.

"Sekarang kamu sudah tahu semuanya. Kau pun sudah tahu alasannya, mengapa aku melakukan itu padamu. Kamu itu benar-benar bodoh ya? Bukan hanya mudah ditipu olehku saja. Tapi, kamu juga lebih memilih mempertahankan bayi itu. Ya sudahlah, itu 'kan keputusanmu. Aku tak peduli juga dengan nasibmu," ujar Berliana.

"Aku akan membalas perbuatan kamu! Suatu saat nanti, aku berjanji akan kembali ke sini untuk merebut semua yang menjadi milikku! Aku tak rela, kamu menikmatinya," Bella mengancam Berliana.

"Oh, ya? Kamu pikir aku takut dengan ancamanmu?"

Berliana meremas rahang Bella dengan kasar, membuat Bella meringis kesakitan. Bella berusaha menahannya, dia lakukan demi melindungi bayi dalam kandungnya. Dia tak ingin Berliana menyakiti dirinya terlalu jauh. Dia hanya menatap dendam ke arah Berliana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!