Hamil

"Aku harus segera pulang dari sini, sebelum daddy mencari aku," ucap Bella.

Bella langsung mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai. Dia masih saja menangis, memikirkan nasibnya setelah ini. Dia takut, kalau nantinya dia akan hamil anak dari pria itu.

"Semoga saja, CCTV hotel ini bisa membantu aku. Aku harus mencari tahu!"

Dengan menahan rasa perih di area sensitifnya. Bella berjalan keluar dari kamarnya. Dia ingin menemui bagian IT di hotel tersebut.

"Maaf Kak, kami tak bisa memberikan informasi ke sembarang orang. Kami harus menjaga privasi pengunjung hotel ini. Kecuali kakaknya menjelaskan terlebih dahulu kronologisnya," jelas bagian humas di hotel itu.

Sayang seribu sayang, Alex telah menyuruh orang kepercayaan untuk menghapus data tentang dirinya. Sehingga Bella tak dapat melihat pria yang masuk ke dalam kamarnya. Dia hanya melihat sang kakak yang membawanya ke kamar itu.

"Tega kamu Kak, berbuat jahat padaku."

Bella merasa lemas. Perasaan hatinya berkecamuk. Pikirannya saat itu benar-benar kacau. Rasa takut, menghantuinya.

Taksi yang membawanya, sudah sampai di sebuah rumah mewah milik orang tuanya. Dengan perasaan takut, Bella memasuki rumah itu.

"Dari mana saja kamu!" bentak sang daddy. Baru kali ini dia melihat Daddy Ernesto begitu marah padanya.

Tubuh Bella bergetar, dia tampak menunduk kepalanya tak berani menatap wajah sang daddy. Ernesto berjalan menghampiri Bella yang mematung.

"Apa telingamu tuli, tak bisa mendengar pertanyaan daddy? Jawab Bella, jawab!" pekik Ernesto.

"Kak Berli menjebak aku. Dengan teganya dia membuat aku mabuk, dan memasukkan obat pe—" Bella tak sanggup melanjutkan ucapannya. Dia justru menangis, kala mengingat hal itu.

Kini tatapan sang daddy, mengarah ke Berli sang kakak. Tanpa Bella ketahui, sebenarnya Berli bukan kakak kandungnya. Sebelum Ernesto menikah dengan maminya Bella. Dia sempat melakukan hubungan terlarang dengan seorang wanita, sampai menghasilkan seorang anak yaitu Berliana.

Saat itu Ernesto sudah menikah dengan maminya Bella, Selena-maminya Berli datang untuk meminta pertanggungjawaban kepada Ernesto. Tentu saja dia menolak, karena hubungan mereka hanya sekadar have fun.

Elena-maminya Bella, merasa tak tega dengan anak kecil yang tak berdosa. Hingga akhirnya, dia mau menganggap Berli seperti anaknya. Saat itu Elena sedang mengandung Bella. Saat Berli diberikan kepada Ernesto, usianya 2 tahun.

Mereka tumbuh bersama. Namun, sejak dulu. Ernesto memang sangat membedakan antara Berli dengan Bella. Sampai akhirnya Berli tahu, kalau dia terlahir karena hubungan yang salah orang tuanya. Ernesto tak pernah mencintai Selena, dia hanya memanfaatkan Selena untuk menikmati tubuhnya.

"Apa benar, yang dikatakan Bella?"

"Bella bohong, dad! Aku tak mungkin berbuat seperti itu. Dia memang sengaja, membuat daddy semakin tak menyukai aku. Sehingga, dia mengarang cerita, yang menyudutkan aku," Berli tampak membela diri. Dia juga tampak menangis, demi menambah kesuksesan aktingnya.

Bella menggelengkan kepalanya. Berli benar-benar licik. Dia selalu mencari cara, agar daddynya mengusir Bella dari rumah.

"Sudah-sudah! Kalian itu, benar-benar bikin daddy pusing saja! Sebenarnya, daddy tak pernah melarang kalian untuk menjalin hubungan dengan pria manapun. Asalkan, kalian bisa menjaga diri tak sampai hamil. Jika sampai hal itu terjadi, daddy tak akan segan-segan mengusir kalian dari rumah ini!"

"Bagus ini. Semoga saja Bella hamil, hasil kejadian semalam. Dengan seperti itu, aku akan menjadi anak daddy satu-satunya," ucap Berli licik dalam hati.

Bella memilih langsung ke kamarnya. Dia langsung meluapkan kesedihannya. Andai maminya masih ada, pasti dia ada yang membelanya.

Ernesto sangat senang bermain wanita. Sampai sang mami mengalami tekanan batin yang hebat. Hingga akhirnya meninggal, saat Bella masih duduk di bangku SMA.

"Mami, kenapa mami pergi meninggalkan aku? Andai mami masih ada, Bella tak akan seperti ini. Aku rindu mami. Bawa aku bersamamu," Bella meluapkan kesedihannya, sampai akhirnya dia ketiduran.

***

Semenjak kejadian itu, Alex merasa gelisah. Dia teringat wanita yang melewatkan malam panas dengannya. Tapi sayangnya, dia belum menemukan wanita itu.

Sudah dua bulan lebih setelah kejadian itu. Bella merasakan ada yang berbeda pada tubuhnya. Dia juga kerap merasakan mual dan sering kali sampai muntah. Tubuhnya sering kali merasa lemas.

"Sial, aku hamil! Aku kira, aku tak akan hamil anak gigolo itu. Aku harus gu*gurkan anak ini. Aku tak ingin hamil, tanpa suami. Daddy akan mengusir aku."

Berliana langsung bersiap-siap, untuk pergi. Dia langsung memasukkan alat tes kehamilan itu, ke dalam tasnya. Dia akan mendatangi praktek ilegal, untuk abor*si. Ini bukan pertama kali dia hamil. Berli pernah hamil saat dia masih duduk di bangku SMA.

"Mau ke mana kamu?" tegur Daddy Ernesto.

"A-aku, mau ke rumah teman. Iya, ke rumah teman. Temanku ulang tahun. Dad, kalau nanti terlalu malam, aku menginap ya di rumahnya?" Berliana berusaha menutupi rasa gugupnya.

"Ya sudah. Pergilah! Tapi ingat, jangan buat daddy malu!" pesan Ernesto dan Berliana mengiyakan.

Dia langsung pergi mengendarai mobilnya, meninggalkan rumah mewah ayah tirinya. Berliana tak ingin kehilangan fasilitas mewah Ernesto. Jika bukan karena Elena, Ernesto tak akan mau mengakui Berli sebagai anaknya. Apa yang dilakukan Elena dulu, justru menghancurkan putrinya.

"Seharusnya, aku waktu itu menolaknya membuang di dalam. Bodoh memang kamu ini Berli!" umpatnya pada dirinya sendiri.

Tiba-tiba saja dia teringat, pada saudara tirinya yang tak lain Bella.

"Apa Bella menutupi kehamilannya? Kami melakukan di waktu yang sama. Seharusnya, Bella juga sedang hamil. Setelah urusan aku selesai, aku akan memaksa Bella mengaku. Dengan seperti itu. Daddy pasti mengusirnya." Berliana tersenyum licik.

Bella berlari ke kamar mandi, memuntahkan isi perutnya. Wajahnya sudah terlihat pucat.

"Aku ini kenapa ya? Apa karena aku tak nafsu makan dan stres ya? Lambungku jadi bermasalah," Bella bermonolog.

Sesampainya di rumah, Berliana langsung mencari keberadaan adiknya di kamar sang adik.

"Kemana dia? Mengapa Bella tak ada?"

Berliana berjalan mendekati kamar mandi yang berada di kamar Bella, dan dia mendengar Bella sedang muntah di dalam kamar mandi.

"Bella, buka pintunya! Apa yang terjadi denganmu?" Berliana berteriak sambil menggedor-gedor pintu kamar mandi.

Hingga akhirnya Bella membuka pintu kamar mandinya, dan kini dia berhadapan dengan sang kakak.

Berliana melihat wajah sang adik yang terlihat pucat.

"Kamu kenapa?" tanya Berliana kepada sang adik.

"Entahlah kak, akhir-akhir ini aku kerap merasa mual. Bahkan pagi ini aku sudah 3x muntah. Kepala aku juga terasa pusing, dan tubuhku lemas. Aku tak nafsu makan," ungkap Bella dengan polosnya.

Berliana tersenyum puas. Rencananya berhasil. Dalam hatinya, dia bersorak gembira.

"Jangan-jangan kamu sedang hamil?" Berliana bertanya kepada Bella.

Mata Bella membulat sempurna mendengar penuturan sang kakak. Jantungnya berdegup begitu kencang. Wajahnya bertambah pucat, dia terlihat syok.

"Hamil? Apa benar yang dikatakan Kak Berli? Ah, tidak. Tidak mungkin! Aku tak mungkin hamil." Bella berkata dalam hati.

Bukannya menjawab, Bella justru menangis histeris. Dia terlihat ketakutan, kalau hal itu sampai terjadi. Dia memikirkan bagaimana nasibnya nanti, jika memang benar dia sedang hamil anak pria misterius itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!