"Papi...", gumam Mutia, ia mengenali pria yang keluar dari mobil yang kini menyalip mobil Rangga.
Rangga terlihat kaget, ia pun harus rem mendadak mobilnya.
Begitupun Sinta, ia tidak kalah kagetnya, ia langsung menunduk begitu Pak Dwi menghampiri persis ke sisi pintu tempatnya ia duduk.
"tok...tok...tok...", pintu mobil di ketuk oleh Pak Dwi.
Perlahan Sinta pun membuka kaca pintunya, dan ia tersenyum.
"Turun ..., maaf", ucap Pak Dwi menatap tajam ke arah Sinta.
"Pi...", ucap Rangga memelas.
"Turun...!", ulangi Pak Dwi.
"Tapi Pi....", kembali Rangga memelas.
"Ini mobil Papi ya Rangga, turun..., ayo turun...!", kini suara Pak Dwi terdengar agak keras.
Dan Sinta pun tidak bisa mengelak lagi, ia pun perlahan membuka pintu dan turun dari mobil.
"Ngapain kamu di sini?", tatap Pak Dwi.
"Saya hanya menumpang saja Pak", aku Sinta.
"Menumpang kok menyingkirkan tuan rumah, lucu ya", senyum Pak Dwi.
"Kamu lagi Rangga..., lebih memilih wanita ini dibanding istrimu", Pak Dwi beralih melirik ke arah Rangga.
"Mutia..., ayo duduk di sini, kamu ini sudah sah jadi istrinya Rangga, kamu yang harus selalu berada disisinya, bukan orang lain", Pak Dwi melirik ke arah Mutia.
"Selama masih ada Papi, tempat kamu akan selalu disisi Rangga, tidak akan pernah terganti oleh siapapun", tegas Pak Dwi.
"Jangan kalah sama pelakor Nak, disini tempatmu", Pak Dwi menarik tangan Mutia agar segera duduk disamping Rangga, yang kini tidak bisa berkutik.
"Sana kalian cepat pergi !, biar dia , Papi yang urus", Pak Dwi menutup pintu mobil setelah Mutia benar-benar masuk.
Kali ini Rangga benar-benar tidak punya pilihan, ia juga tidak bisa melawan, perlahan ia melajukan mobilnya walau hatinya begitu berat kepada Sinta.
"Kamu yang mengadu ke Papi?", tuding Rangga kepada Mutia.
"Aku Mas ?, mana berani, sedari tadi aku tidak pegang ponsel, mungkin Papi sudah feeling saja",
"Awas ya..., kalau sampai ketahuan semua ini ulah kamu, tidak akan kumaafkan", tegas Rangga.
"Lalu bagaimana dengan kamu Mas, sudah berkali-kali kamu menyakiti aku dengan selalu melibatkan Sinta, apa pantas aku maafkan?", tatap Mutia.
"Aku tidak peduli Mas , kamu mau apapun juga aku selalu diam, yang aku pedulikan perasaan orang tuaku, mereka yang menginginkan pernikahan ini, selama mereka bahagia, aku akan tetap bertahan", imbuh Mutia.
"Oke..., aku ladeni kamu, aku juga ingin tahu sampai kapan kamu bisa bertahan", tantang Rangga.
"Apa istimewanya Sinta Mas, sampai kamu bisa kehilangan akal sehatmu",
"Jangan bandingkan Sinta dengan kamu, bukan kelasnya, bagai langit dan bumi, sangat banyak perbedaannya, jadi..., kamu jangan mimpi, sampai kapan pun, kamu tidak akan mampu satu level dengan dia", sinis Rangga.
"Baik Mas, selama kau bertahan dengan Sinta, maka selama itu juga aku akan tetap bersabar dan bertahan dalam pernikahan ini", tantang Mutia.
"Aku tidak akan memutuskan ikatan yang sudah disatukan oleh Tuhan", imbuh Mutia.
Mobil yang mereka tumpangi kini melaju lebih cepat, Rangga mengemudi sambil marah dan kesal, karena rencananya membawa Sinta ikut , gagal total gara-gara kedatangan papinya.
Sementara Pak Dwi, setelah melihat mobil Rangga melaju, ia kembali menghampiri Sinta.
Pak Dwi berdiri di samping Sinta. "Kamu ini cantik, masih muda, jangan biarkan usiamu sia-sia, buat apa terus-menerus mengejar Rangga, jelas-jelas dia itu sudah resmi menikah, dia sudah sah menjadi suami Mutia, kamu akan dicap sebagai wanita tidak benar jika terus mengejar Rangga, tidak mau kan, waktumu terbuang percuma", ucap Pak Dwi panjang lebar.
"Apa mungkin kamu ingin seperyi ibumu?",
"Jangan bawa-bawa ibu, aku begini juga gara-gara kalian", aku Sinta.
"Kalian siapa?", tatap Pak Dwi.
"Aku tidak ingin melihat kalian semua bahagia, hidup aku dan ibu jadi sengsara, semua gara-gara keluarga Rangga",
"Bapak kan yang sudah menyia-nyiakan ibu, gara-gara ibunya Rangga",
Pak Dwi tampak diam , ia tidak menyangka Sinta bicara begitu."Maksudnya apa?", tatap Pak Dwi.
"Tidak usah bertanya soal itu, tanya saja hati kalian sendiri", ucap Sinta sambil segera maduk ke dalam sebuah mobil yang menghampirinya.
"Hey..., jangan pergi dulu, apa maksud dari ucapanmu", teriak Pak Dwi. Namun Sinta sudah berlalu jauh.
"Apa maksudnya?", gumam Pak Dwi.
"Siapa Sinta sebenarnya?", Pak Dwi menatap mobil yang membawa Sinta sampai menghilang di ujung jalan.
Tanpa sepengatahuan Pak Dwi, Sinta sudah mengetahui tempat yang akan didatangi Rangga dan Mutia. Seakan tidak ada kapok-kapoknya, Sinta kembali mengikuti Rangga dan Mutia.
Sinta yakin, kali ini Pak Dwi tidak akan mengikutinya lagi.
Begitu juga dengan Rangga, iya juga yakin kalau ia akan kembali bersama dengan Sinta.
Seperti sudah kena jampi-jampi saja, hati dan pikiran Rangga tidak bisa lepas dari Sinta, walau sebenarnya kali ini hatinya sudah mulai terbagi dengan Mutia yang sudah membuatnya bahagia kemarin malam.
Seakan tidak ingin kecolongan, Pak Dwi akhirnya mengirim pesan kepada istrinya supaya mengikuti Rangga dan Mutia.
****
Pak Yuda dan Bu Marni sudah tiba kembali di rumahnya, mereka tampak bahagia . Mereka berharap Mutia juga merasakan hal yang sama. Walau sebenarnya ada sedikit keraguan, apalagi saat melihat tingkah Rangga kemarin.
"Pak..., Ibu kok ragu kalau Rangga itu pria yang baik untuk Mutia, Ibu takut Mutia kenapa-kenapa", Bu Marni tampak menerawang.
"Bu..., yakin saja , Mutia akan bahagia bersama Rangga, setiap orang punya masa lalu yang mungkin buruk, tapi yakin saja, setiap orang juga pasti ingin mempunyai masa depan yang baik, sehingga ia akan belajar untuk tidak mengulangi masa lalunya yang buruk, dan semoga itu yang terjadi pada Rangga",
"Mutia anak yang baik, abak yang penurut, anak yang sholehah, semoga semua sifat baiknya itu bisa mengubah sifat jelek Rangga, walau mungkin tidak secepat yang kita mau, tapi walau perlahan, itu pasti terjadi",
"Kita do'akan saja, do'a orang tua itu mujarab Pak", ucap Bu Marni panjang lebar.
"Yakin saja, sesuatu yang indah itu mahal harganya, memerlukan perjuangan untuk meraihnya, memerlukan pengorbanan untuk mencapainya, seperti kita mendaki gunung yang terjal, dibutuhkan tenaga dan peluh untuk bisa sampai dipuncak, dan di puncak sana, baru kita bisa melihat indahnya pemandangan, dan mungkin di puncak sana juga kita bisa mendapatkan sebuah air terjun dan bisa melihat pelangi", imbuh Bu Marni lagi.
"Iya Bu, Aamiin..., semoga Rangga bisa berubah, ia hanya terpengaruh pergaulan saja, semoga perlahan sifatnya bisa melunak, seiring waktu, Bapak yakin Mutia bisa membuat Rangga berubah ", Pak Yuda tampak menghela nafas panjang, seolah ia ingin menghempaskan beban berat yang sedang menghimpit dadanya. Ia takut keputusannya menikahkan Mutia dengan Rangga akan membuat Mutia terbelenggu dalam penderitaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Jeni Safitri
Bodoh kali mutia mau bertahan dgn rangga demi ortunya, padahal ortunya sendiri kalau tau sifat asli rangga juga ngk bakalan sudi punya mantu seperti rangga
2024-06-12
0