Cukup lama Mutia harus menunggu Rangga kembali ke mobilnya. Entah apa yang sedang dilakukannya di dalam sana. Mungkin juga Rangga lupa kalau saat ini ada dirinya yang sedang menunggu di dalam mobil.
Mutia menatap ke arah pintu rumah itu, ia berharap Rangga segera keluar dari sana. Namun Mutia harus ekstra sabar, sudah hampir setengah jam, Rangga belum juga muncul.
Lama menunggu, membuat rasa kantuk menyerang Mutia, dan akhirnya Mutia pun tertidur dalam duduknya.
Sementara di dalam sana, Bu Juwita, ibunya dari Sinta merasa sangat kaget begitu melihat keadaan Sinta.
Namun alasan yang dibuat Sinta membuatnya tenang, Bu Juwita tidak mengetahui kalau Sinta dan Rangga kini sudah putus. Di tambah lagi sikap manja Sinta kepada Rangga.
"Terima kasih sudah menjaga Sinta selama ini, semoga kalian berdua berjodoh sampai Kakek dan Nenek", ucap Bu Juwita.
Rangga hanya tersenyum saja, ia sekilas melirik ke arah Sinta , yang ternyata sedang menatapnya juga.
Rangga melihat tatapan Sinta masih sama seperti dulu, Rangga melihat masih ada pancaran cinta untuknya di sana.
"Euh...iya, saya pamit dulu Tante, masih ada kerjaan lain", Rangga beralih kepada Bu Juwita dan bersalaman dengannya, begitu juga dengan Sinta.
Namun di luar dugaan, Sinta menarik kuat tangannya hingga mereka pun berpelukan kembali "Aku akan selalu menunggu, aku masih sangat mencintaimu", bisik Sinta .
"Tak peduli walau aku harus jadi yang kedua", imbuh Sinta tepat ditelinga Rangga.
Rangga terdiam, ia seperti terhipnotis oleh aroma tubuh Sinta yang selalu membuatnya mabuk.
"Aku pulang dulu", segera Rangga menarik tubuhnya dari Sinta, dan ia pun segera berlalu meninggalkan Sinta dan ibunya.
"Bagus sayang, jangan biarkan Rangga jatuh sama wanita lain", senyum Bu Juwita.
Rangga melangkah dengan degup jantung yang tidak karuan, rasa cintanya kepada Sinta kembali bergejolak, namun kini didepannya sudah da Mutia, dan ia pun sudah setuju untuk menikahinya, Papinya akan marah besar jika ia sampai membatalkannya.
'Aahh..., jalani saja dulu, selama bisa berjalan bersama, kenapa tidak', batin Rangga bicara.
Saat tiba di mobil, ia melihat Mutia sudah tertidur.
Rangga masuk ke belakang kemudi dengan hati-hati.
Rangga menatap wajah polos Mutia, wajah cantiknya yang alami tanpa polesan make up, makin terlihat.
"Maafkan aku, sepertinya aku harus membagi hatiku", gumam Rangga lirih.
Sebenarnya hatinya tidak tega, namun rasa cintanya yang teramat besar kepada Sinta mengalahkan akal sehat dan nuraninya.
Rangga melajukan mobilnya tanpa membangunkan Mutia.
"Aku tidak boleh mundur, pernikahan aku dengan Mutia harus tetap berlangsung, ini semua untuk mendapatkan fasilutas dari Papi, dan soal Sinta, itu bisa diatur", seringai Rangga.
Mobilnya kini melaju ke sebuah Butik langganan Maminya. Di jalan, Mutia terbangun, ia terlihat kaget, mobil yang ditumpanginya kini sudah berhenti di pekarangan sebuah Butik.
"Bukannya tadi masih di...", gumam Mutia tampak bingung.
Rupanya Rangga mendengar ucapan Mutia barusan.
"Kamu tidur tadi, nyenyak banget, sampai tidak tahu apa-apa, bagaimana kalau kamu aku apa-apain, bisa tidak tahu juga", tatap Rangga.
"Memangnya aku mau diapain?, Kakak kan akan menjadi suami aku, mana mungkin mau menyakiti aku", ucap Mutia polos.
Rangga melengos membuang muka, 'Anak ini polos sekali', batin Rangga bicara.
Tak lama Rangga pun turun dari mobilnya, ia membukakan pintu untuk Mutia. "Ayo turun, urusan kita belum kelar", Rangga berdiri di samping pintu.
Mutia menatap bangunan didepannya, sekilas juga ia langsung bisa menebak, ini adalah butik pakaian pengantin.
Rangga kembali meraih lengan Mutia dan membawanya masuk.
Para pelayan perempuan merengkuhkan tubuhnya begitu mereka masuk.
"Mba Dewi nya ada?", tanyai Rangga begitu sampai di depan meja kasir.
"Ada Mas, langsung ke ruangannya saja", beritahu kasir.
"Tok...tok...", Rangga langsung mengetuk pintu ruangan yang ditujunya.
"Masuk...", sayup terdengar suara dari dalam.
Rangga pun masuk masih dengan memegang lengan Mutia.
"Wah...wah...wah..., ada tuan muda nih, pasti penting ya?, sampai langsung datang ke sini?, apa diutus oleh mamimu?", tanyai wanita yang kemungkinan besar itu Mba Dewi.
Matanya melirik ke arah Mutia , ia memindai tubuh Mutia dari atas sampai bawah.
"Wah..., ini pacar barunya ya?", ucap wanita itu.
"He...he...he..., Mba Dewi, tolong carikan pakaian pengantin buat dia", ucap Rangga lagi sambil melirik ke arah Mutia.
"Buat dia saja?", tatap Mba Dewi, terlihat mentautkan kedua dahinya.
"Ya..., sepasang dong, masa pengantin hanya wanitanya saja", kekeh Rangga.
"Oke..., lalu siapa pengantin prianya?", Mba Dewi tampak berdiri menghampiri Mutia.
"Ya aku lah Mba", aku Rangga.
"Apa..., Mas Rangga?, wah...wah...wah..., jangan bercanda Mas, tidak ada angin tidak ada hujan, jol-jol mau kawin saja", kekeh Mba Dewi.
"Seperti bukan ini yang sering Mas bawa ke sini?", bisik Mba Dewi.
Sayangnya bisikan itu masih bisa di dengar oleh Mutia. Lagi-lagi ucapan itu meninju ulu hatinya.
"Ya..., kan arah angin tidak bisa ditebak Mba, sekarang aku sedang mau di sini", kekeh Rangga lagi.
"Oke...oke... , ngerti lah Mas ganteng, sakarepmu!", kekeh Mba Dewi lagi.
"Sini...sini cantik, ada baju new arrival , kayaknya cocok tuh di badan indah kamu", Mba Dewi kini meraih lengan Mutia dan membawanya ke sebuah etalase lemari.
Di sana Mba Dewi mengambil satu set pakaian pengantin mewah dan mendekatnya ke tubuh Mutia.
Rangga yang mengikutinya bisa melihat itu. "Tuh ksn cuco , tubuh kamu ini bagus, tidak salah memang , pantas tuan muda langsung kecantol", kekeh Mba Dewi sambil melirik ke arah Rangga.
"Coba pitting dulu deh Mba, biar bisa langsung dipake besok hari minggu", usul Rangga.
"What....??, kalian mau menikah hari minggu besok?, yang benar saja, aduh-aduh beneran sudah ngebet, apa sudah kebelet sih Mas..., buru-buru amat", kembali Mba Dewi terkekeh.
"Hebat juga kamu...",
"Mutia, namanya Mutia Mba Dewi", sambar Rangga.
"Ah iya Mutia, hebat kamu, bisa membuat Si Mas Rangga langsung bertekuk lutut begitu, padahal dia itu kan....",
"Apa...?", sambar Rangga lagi sambil melebarkan kelopak matanya ke arah Mba Dewi.
"Tidak-tidak Mas..., Mas itu seorang anak pengusaha sukses, Mas itu kaya dan ganteng, banyak wanita yang akan patah hati kayanya kalau tahu Mas mau menikah dengan Mba Mutia", senyum Mba Dewi.
Mutia kembali dituntun memasuki kamar pas, untuk mencoba pakaian pengantin yang sudah dipilihkan oleh Mba Dewi tadi.
Tak lama ia pun keluar.
Mata Rangga hampir tidak berkedip begitu melihat Mutia, ia tampak cantik dan anggun dibalut baju pengantin itu.
"Ala mak..., cantik sekali ..., tuh kan...cocok, Mas lihat pengantinmu, pangling kan, kayanya sudah tidak sabar si Mas untuk unboxing pengantinnya, bagaimana, bagus kan pilihan aku", senyum Mba Dewi.
'Kamu cantik sekali dengan gaun itu Mutia, tidak kalah dengan Sinta',batin Rangga bicara.
Rangga mematung menatap Mutia , hati kecilnya mengakui kecantikan Mutia , namun demikian, hatinya masih terpaut dengan Sinta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments