Kamu Keterlaluan

"Mutia...?, kamu kenapa ada disini?, terus mana....", Rangga melirik ke arah kiri dan kanan.

"Siapa?, Sinta Mas?, ", tatap Mutia, ia berusaha tegar, walau hatinya kembali terasa sakit.

"Di sini hanya ada kita berdua",

"Jadi..., jadi..., benar yang semalam itu kamu?",

"Iya...", Mutia menunduk.

"Aakhhh....", Rangga mengaruk kasar rambutnya .

Rupanya alkohol masih mempengaruhinya, pikirannya belum sepenuhnya stabil.

Rangga segera menuju kamar ganti, ia tidak ingin terlalu lama berhadapan dengan Mutia, aroma tubuhnya membuat hasrat yang semalam kembali datang, ia ingin mengulangi sensasi semalam. Namun Rangga tampak ingin menghempaskan semua yang sedang memenuhi pikirannya saat ini .

"Ayo cepat turun, kamu sarapan dulu sana, nanti aku menyusul", perintah Rangga saat masih berada di dalam kamar ganti.

"Apa tidak sebaiknya kita turun bersama?",

"Nggak usah... , aku masih lama", ucap Rangga datar.

"Ya sudah, aku turun duluan", ucap Mutia.

"Ya sudah sana... ", gumam Rangga.

Ia beberapa kali mengusap wajahnya kasar, hasrat itu kembali menyerangnya, entah kenapa rasanya ia ketagihan ingin kembali merasakan sensasi semalam.

Sementara Mutia, ia segera menuju meja makan.

"Wah..., Mutia..., maba Rangga?", sapa Bu Anggi sambil tersenyum.

"Masih di atas, katanya masih lama, jadi menyuruh Mutia turun lebih dulu", aku mutia.

"Ya sudah, ayo makan!", tawari Bu Anggi lagi.

"Nanti saja Bu, menunggu Mas Rangga",

Tak lama Rangga terlihat turun, ia sudah rapi dengan setelan kerjanya.

"Apa tidak salah kamu?, kemarin baru nikah, masa hari ini sudah mau kerja lagi?", tatap Pak Dwi.

"Iya Pi, ada masalah urgent yang harus segera dibereskan, tidak akan lama kok", aku Rangga.

"Tidak..., kamu jangan pergi!, nanti biar Papi minta ijin sama atasan kamu, ini hari liburmu, seharusnya pihak kantor mencari orang lain untuk menggantimu sementara",

"Kamu itu seharusnya temani istrimu, ajak dia jalan-jalan, bukannya mau kerja, sekarang sarapan, lalu bawa istrimu jalan-jalan!", imbuh Pak Dwi lagi.

"Ini tiket dan reserpasi Hotel, kalian tinggal berangkat saja, sana senang-senang!", tanpa fi duga Pak Dwi memberikan amplop bersampul putih kepada Rangga dan Mutia.

"Nah..., kalau begini, aku tidak bisa nolak P6i", Rangga langsung menyambar amplop putih di depannya.

"Cckk...cckk...ccckkk...., kamu itu ya", Pak Dwi menggelengkan kepalanya melihat tingkat Rangga.

"Itu bukan untuk kamu , tapi untuk Mutia", tegas Pak Dwi lagi.

"Papi ingin kamu jaga Mutia , jangan sakiti dia!",

"Iya...baik Pi, gampang itu", Rangga kembali tersenyum.

Ia tampak mempercepat makannya, "Aku siap-siap dulu", Rangga tampak menyambar gelas yang berisi air minum, dan setelah meneguknya, ia langsung menuju ke atas.

"Kamu harus sabar menghadapi Rangga , Mutia", Pak Dwi melirik ke arah Mutia.

"Iya Pak...", Mutia mengangguk.

"Panggil Papi dan Mami saja", imbuh Pak Dwi.

"Iya...", Mutia tersenyum.

Mutia yang sudah selesai makan, berniat membereskan piring dan gelas bekas makan dia dan Rangga.

Namun Bu Anggi cepat-cepat melarangnya.

"Tidak usah, biar Bibi saja, kamu cepat susul Rangga sana!", imbuh Bu Anggi",

"Oh..., baik kalau begitu, Mutia ke atas dulu", senyum Mutia.

"Aahh..., tampaknya Rangga benar tuh Pi", Bu Anggi nampak tersenyum.

"Benar apanya...",

"Bu Anggi sekilas melirik ke arah Rani yang baru selesai makan.

"Papi lihat lehernya Mutia tadi, ada tanda merahnya kan?, itu pasti bekas isapan Rangga, jadi semalam mereka sudah..., tinggal menunggu hasilnya", bisik Bu Anggi.

"Aduh...Mami ini, sampai perhatian begitu",

"Iya dong Pi, takutnya kan Rangga anggurin Mutia", kekeh Bu Anggi.

"Bicara apa sih Mi, Pi, pake bisik-bisik segala", ucap Rani .

"Ini masalah orang besar Ran, Mami kamu saja yang kepo", senyum Pak Dwi.

"Ya sudah..., kalau urusan orang besar, Rani tidak mau ikutan , Rani duluan ya Pi, tunggu di depan", Rani pun pamit, ia nencium lengan maminya.

"Iya... , Papi juga sudah selesai", ucap Pak Dwi lagi.

"Pi..., Rani biar Mami yang antar, sekalian ada yang harus dibeli",

"Ya sudah, kalau begitu Papi duluan, jangan lama-lama, nanti Rani bisa kesiangan",

"Ini tinggal ngambil tas saja", Bu Anggi tampak melangkah menuju kamar, sedangkan Pak Dwi menuju garasi.

Mutia yang menyusul Rangga ke kanar, kembali mendengar suara orang bicara, tampaknya itu suara Rangga.

"Ngapain lagi?", gumam Mutia.

"Ya, sudah..., nanti aku share loc , biar kamu bisa datang ke sana", hanya itu kalimat terakhir yang masih bisa Mutia dengar, entah dengan siapa Rangga bicara, Mutia tidak tahu.

Rangga tampak terkejut saat melihat Mutia sudah berada di dalam kamar.

"Biasakan ketuk pintu dulu kalau masuk", ucap Rangga, terdengar ketus.

"Maaf...", ucap Mutia singkat.

"Ya sudah siap-siap, bukannya mau pergi?, atau kamu tidak mau ikut?", kekeh Rangga.

"Kasihan Papi kalau aku tidak ikut, Papi kan membelikan tiket itu untuk aku", ucap Mutia datar, ia mulai berani .

Rangga pun menatapnya lekat, ia tidak menyangka Mutia bisa bicara seperti itu padanya.

Mutia tampak mengambil tas dan mengisinya dengan barang-barang miliknya, setelah itu ia kembali duduk di sofa menunggu Rangga yang kini sedang di kamar mandi.

Setelah mengirim beberapa pesan kepada Sinta, Rangga baru keluar dari kamar mandi dan segera mengajak Mutia pergi.

Sepanjang jalan, Rangga sibuk mengemudi sambil membalas pesan masuk dari Sinta, hal itu membuat ia beberapa kali harus menginjak rem mendadak.

"Bisa berhenti dulu sebentar Mas, bahaya mengemudi sambil memainkan ponsel", usul Mutia.

Rangga hanya meliriknya sinis, kali ini pikirannya hanya dipenuhi oleh bayangan Sinta.

Mutia kembali diam, ia tahu kalau hanya melirik saja, itu artinya Rangga sedang marah, dan Mutia tidak mau membuat Rangga tambah kesal padanya, setidaknya Mutia sudah mengingatkan.

Suasana kembali hening, dan tanpa di duga, mobil Rangga menepi ke sebuah taman, mutia pikir mereka akan rehat sejenak di sana, tapi ternyata bukan.

Sudah ada seorang wanita yang sedang menunggu di sana. "Sinta...?", gumam Mutia, hatinya kembali terasa teriris, ia sudah bisa menduga kalau Sinta pasti akan ikut dengan mobil mereka .

'Oh..., jadi sedari tadi itu Mas Rangga menghubungi Sinta?', batin Mutia bicara.

Benar saja, Rangga langsung keluar dan memburu Sinta, tanpa malu mereka saling cipika cipiki di hadapan Mutia.

"Mas Rangga...", geram Mutia, ia mengepalkan tangannya.

"Kamu pindah ke jok belakang, Sinta mau ikut", ucap Rangga.

"Ikut dengan kita Mas?", tatap Mutia, ia kira Sinta hanya menumpang saja sampai tempat tujuannya.

"Iya..., Sinta mau ikut dengan kita", ucap Rangga datar.

"Tapi...",

"Sudah..., cepat pindah, nanti kelamaan, kita bisa telat", ucap Rangga lagi.

Mutia tidak bicara lagi, ia langsung turun dan pibdah ke jok belakang, sementara Sinta dengan senyuman sinisnya langsung masuk dan duduk di jok samping Rangga.

"Mau apalagi kamu Mas...", gumam Mutia.

Baru beberapa meter saja mobil mereka melaju, tampak sebuah mobil mengejar dan menyalip mobil Rangga.

Dan pengemudinya langsung turun menghampiri mobil Rangga.

"Papi....?", ucap Mutia spontan.

Episodes
1 Bismillah, Aku Mau
2 Semoga Berjodoh
3 Semoga Cocok
4 Ternyata Cantik
5 Semua Bahagia
6 Langsung Menikah Saja
7 Cincin Kawin
8 Bayang-bayang Masa Lalu
9 Bercabang Dua
10 Aku Akan Bertahan
11 Cari Kesempatan
12 Belum saatnya
13 Bersandiwara
14 Cobaan Pertama
15 Bikin Dag Dig Dug
16 Baru Star
17 Kasih Orang Tua
18 Dia Mutia, bukan Sinta
19 Kamu Keterlaluan
20 Harapan Orang Tua
21 Curahan Isi Hati
22 Ternyata Ia Menyukainya.
23 Dialah Permata
24 Dia Suamiku
25 Petaka Membawa Bahagia
26 Sebatas Fatamorgana
27 Tidak Biasa
28 Sate Tornado
29 Sisi Lain Rangga
30 Semua Ada Waktunya
31 Harapan Bersama
32 Tamu Kejutan
33 Terulang Lagi
34 Hanya Sandiwara
35 Do'a dari Hati
36 Berusaha Sendiri.
37 Masa Lalu Kembali
38 Taktik Cantik
39 Kejutan
40 Masih Kondusif
41 Hadapilah
42 Pengorbanan
43 Bertemu juga
44 Anugerah dan Musibah
45 Ketahuan
46 Batas Kesabaran
47 Sakit yang Aneh
48 Firasat jitu
49 Kok Bisa
50 Dasar Ulat Bulu
51 Inilah Aku
52 Bawaan Orok
53 Semoga tidak Terulang lagi
54 Tidak Ada Maaf
55 Kenapa lagi Aku
56 Bos Terbaik
57 Siapa Dia
58 Isi juga
59 Tamu Dadakan
60 Firasat Orang tua
61 Penjara Mertua
62 Ketahuan
63 Dia Lagi
64 Kamu Keterlaluan
65 Cemburu?
66 Kenapa Dik?
67 Alhamdulillah Selamat
68 Darah Siapa ini?
69 Biar Tahu Rasa
70 Tidak kapok
71 Langkah Awal
72 Aku Harus Maju
73 Perjuangan Awal
74 Awal Karma
75 Hari Baik
76 Kejutan
77 Tercium juga
78 Kena Batunya
79 Simalakama
80 Menyesalkah?
81 Balik Kanan
82 Benarkah Bertaubat?
83 Nasehat Berharga
84 Bukan Dia
85 Khawatir
86 Satu Per satu Kembali
87 Kecewa
88 Tersandung
89 Adakah Kesempatan?
90 Scoursing
91 Musibah
92 Sang Penolong
93 Semoga Selamat
94 Siapa Dia
95 Dia Kabur
96 Penyesalan
97 Tulus
98 Terbaik
99 Salah Duga
100 Bukan orang baik
101 Bertemu juga
102 Sudah Dekat
103 Maafkan
104 Sadar
105 Saat Terakhir
106 Memaafkan
107 Maafkanlah
108 Bahagia sesaat
109 Adakah kesempatan
110 Terima Kasih
111 Kecewa
112 Harapan
113 Akhir cerita
114 kata terakhir
Episodes

Updated 114 Episodes

1
Bismillah, Aku Mau
2
Semoga Berjodoh
3
Semoga Cocok
4
Ternyata Cantik
5
Semua Bahagia
6
Langsung Menikah Saja
7
Cincin Kawin
8
Bayang-bayang Masa Lalu
9
Bercabang Dua
10
Aku Akan Bertahan
11
Cari Kesempatan
12
Belum saatnya
13
Bersandiwara
14
Cobaan Pertama
15
Bikin Dag Dig Dug
16
Baru Star
17
Kasih Orang Tua
18
Dia Mutia, bukan Sinta
19
Kamu Keterlaluan
20
Harapan Orang Tua
21
Curahan Isi Hati
22
Ternyata Ia Menyukainya.
23
Dialah Permata
24
Dia Suamiku
25
Petaka Membawa Bahagia
26
Sebatas Fatamorgana
27
Tidak Biasa
28
Sate Tornado
29
Sisi Lain Rangga
30
Semua Ada Waktunya
31
Harapan Bersama
32
Tamu Kejutan
33
Terulang Lagi
34
Hanya Sandiwara
35
Do'a dari Hati
36
Berusaha Sendiri.
37
Masa Lalu Kembali
38
Taktik Cantik
39
Kejutan
40
Masih Kondusif
41
Hadapilah
42
Pengorbanan
43
Bertemu juga
44
Anugerah dan Musibah
45
Ketahuan
46
Batas Kesabaran
47
Sakit yang Aneh
48
Firasat jitu
49
Kok Bisa
50
Dasar Ulat Bulu
51
Inilah Aku
52
Bawaan Orok
53
Semoga tidak Terulang lagi
54
Tidak Ada Maaf
55
Kenapa lagi Aku
56
Bos Terbaik
57
Siapa Dia
58
Isi juga
59
Tamu Dadakan
60
Firasat Orang tua
61
Penjara Mertua
62
Ketahuan
63
Dia Lagi
64
Kamu Keterlaluan
65
Cemburu?
66
Kenapa Dik?
67
Alhamdulillah Selamat
68
Darah Siapa ini?
69
Biar Tahu Rasa
70
Tidak kapok
71
Langkah Awal
72
Aku Harus Maju
73
Perjuangan Awal
74
Awal Karma
75
Hari Baik
76
Kejutan
77
Tercium juga
78
Kena Batunya
79
Simalakama
80
Menyesalkah?
81
Balik Kanan
82
Benarkah Bertaubat?
83
Nasehat Berharga
84
Bukan Dia
85
Khawatir
86
Satu Per satu Kembali
87
Kecewa
88
Tersandung
89
Adakah Kesempatan?
90
Scoursing
91
Musibah
92
Sang Penolong
93
Semoga Selamat
94
Siapa Dia
95
Dia Kabur
96
Penyesalan
97
Tulus
98
Terbaik
99
Salah Duga
100
Bukan orang baik
101
Bertemu juga
102
Sudah Dekat
103
Maafkan
104
Sadar
105
Saat Terakhir
106
Memaafkan
107
Maafkanlah
108
Bahagia sesaat
109
Adakah kesempatan
110
Terima Kasih
111
Kecewa
112
Harapan
113
Akhir cerita
114
kata terakhir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!