"Tuh kan Pak, ada orang di dalam, itu pasti anak saya, Rangga, saya akan bawa masalah ini ke jalur hukum, jika sampai anak saya kenapa-kenapa di dalam sana", ucap Pak Dwi setengah mengancam.
Pak Dwi manatap tajam ke arah Security itu. Tidak mau mendapatkan masalah, akhirnya security itu mengambil kunci dan membuka pintu cafe.
"Terima kasih Pak, ayo ikuti saya, biar Bapak bisa menyaksikan sendiri ", ajak Pak Dwi, ia segera masuk ke dalam cafe yang saat itu temaram, lampu-lampunya sudah banyak yang dimatikan.
"Rangga...., Rangga..., dimana kamu?, ini Papi Rangga..., apa kamu ada disini?", teriak Pak Dwi sambil terus masuk ke dalam, ia meneliti satu per satu ruang karaoke yang ada di sana.
Namun Rangga tidak ada diruangan yang Pak Dwi datangi.
"Tuh kan Pak, tidak ada?, tadi hanya keliru saja, mungkin tadi suara orang dari gedung sebelah ", Pak Security tampak kesal.
"Rangga..., Rangga..., apa kamu ada di disini?", kembali Pak Dwi berteriak.
"Tidak ada orang di sini Pak , kita keluar saja, saya bisa mendapat masalah dengan atasan saya jika tahu hal ini",
"Sebentar Pak, mungkin Rangga berada di lantai atas", Pak Dwi setengah berlari menuju lantai dua, ia tidak mengubris ucapan dari Security yang melarangnya untuk naik kelantai dua.
"Pak..., Bapak ini sudah keterlaluan ya?, saya bilang tidak boleh, masih maksa, saya bilang di sini tidak ada orang, tidak percaya, seharusnya Bapak datang ke Rumah Sakit saja, bisa jadi anak Bapak ada di sana", imbuh Security lagi.
Namun Pak Dwi tidak memperdulikan ucapannya, ia terus saja menyisir tiap ruangan yang ada di lantai dua, sampai tiba di ruangan terakhir, Pak Dwi masih belum menemukan Rangga.
"Bapak ini ngelel ya?, jangan tunggu saya berbuat kasar ya Pak, Bapak sudah keterlaluan", Security itu akhirnya menyambar lengan Pak Dwi, dan menggusurnya paksa menuju tangga, tapi baru saja mereka menginjak anak tangga yang pertama, kembali terdengar suara orang batuk, dan "Brakkk....", terdengar ada barang jatuh.
"Sebentar...", Pak Dwi menarik paksa tangannya dari genggaman Security dan berlari kembali menuju lantai atas dan kini Pak Dwi langsung menuju ke arah balkon, dan "Rangga..., Rangga..., ini benar kamu kan?", Pak Dwi berteriak saat mendapati sosok pria yang sudah tertelungkup di atas lantai.
"Gusti..., benar ini kamu Nak..., Rangga...Rangga..., ngapain lagi kamu pakai datang ke tempat ini, Papi menyuruh kamu datang ke Hotel, bukan ke sini", Pak Dwi mengomeli Rangga yang tampak mabuk berat, Pak Dwi bisa mencium bau alkohol menyengat dari tubuh Rangga.
"Tuh kan Pak, ini anak saya, Rangga..., bagaimana sih, masih ada orang, kok pengurus cafe sampai lalai begini, saya bisa tuntut cafe ini kalau sampai Rangga kenapa-kenapa", sewot Pak Dwi begitu Security itu menghampirinya.
"Aduh..., saya kurang tahu soal itu Pak, saya hanya bertugas di luar",
"Ayo cepat bantu saya bawa Rangga ke luar!", Pak Dwi melirik ke arah security yang hanya diam mematung disampingnya.
"Baik Pak", Security itu akhirnya membantu Pak Dwi membopong tubuh Rangga menuju ke mobil.
"Urusan kita belum selesai ya Pak , nanti saya akan temui pemilik cafe untuk membahas masalah ini", Pak Dwi menatap tajam sebelum melajukan cepat mobilnya. Ia menuju Klinil terdekat.
"Aduh..., bisa runyam masalahnya, Pak Bos pasti akan marah besar", gumam security itu.
Sambil mengemudi, Pak Dwi melirik ke arah Rangga, "Aku bisa sangat malu sama kamu Yuda, anakku tidak sebaik anakmu", gumam Pak Dwi.
Sudah hampir pagi, mana ada klinik yang masih buka, akhirnya Pak Dwi menuju Rumah Sakit, ia tidak ingin anaknya tampak kacau di hari pernikahannya besok.
"Pak ...Pak..., tolong ", teriak Pak Dwi begitu sudah sampai dihalaman sebuah Rumah Sakit.
Dengan cepat petugas datang dan segera membawa Rangga untuk segera diberi tindakan medis.
"Dok tolong, cepat tangani anak saya, dia mau menikah besok", ucap Pak Dwi kepada Dokter yang tengah menangani Rangga .
"Baik Pak, Bu..., kami akan berusaha maksimal, nanti kita kabari lagi",
"Ddrrtt.... Ddrrtt....", ponsel Pak Dwi berdering.
"Mami..., pasti dia juga khawatir", gumam Pak Dwi, ia melihat istrinya kini sedang menelepon.
[Ya Mi..., kenapa belum istirahat, ini sudah hampir pagi lho, nanti besok ada mata pandanya hayo...],
[Tidak bisa istirahat Pi ..., bagaimana Rangga?"],
[Rangga bersama Papi, sebentar lagi juga sampai di Hotel, istirahatlah!"],
[Syukurlah, Mami tenang kalau Rangga sudah bersama Papi],
[Iya..., istirahatlah!],
[Baik Pi, hati-hati !], ucap Bu Anggi sebelum menutup hubungan teleponnya.
"Maaf Mi, Papi tidak mau kamu khawatir dengan kondisi Rangga, semoga saja tidak serius, Rangga bisa cepat pulih", gumam Pak Dwi.
"Bagaimana Dok, anak saya tidak apa-apa kan?", Pak Dwi menghampiri Dokter yang baru keluar dari ruangan Rangga.
"Anak Bapak mabuk berat, untung saja tidak merusak organ dalamnya?",
"Rangga...!", geram Pak Dwi, ia merasa kecolongan, Rangga diam-diam kembali akrab dengan minuman beralkohol.
"Tapi besok pagi , anak saya sudah pulih kembali kan Dok?",
Dokter terlihat melirik jam di lengan kirinya, ia tampak sedang menghitung.
"Mudah-mudahan ya Pak, belum pasti juga, soalnya anak Bapak mabuk berat", terangkan Dokter lagi.
"Rangga...Rangga... , ceroboh sekali kamu Nak, kamu tidak pernah dengar omongan Papi, diantara kawan itu ada lawan juga, kamu harus ingat itu, kamu harus selalu hati-hati walau sama sahabatmu sekalipun", Pak Dwi masuk menghampiri anaknya, setelah Dokter berlalu dari hadapannya.
"Ckckck...., kamu ini mau menikah besok, masih saja berulah", Pak Rangga menatap wajah anaknya yang masih terpejam.
"Bagaimana acara besok Nak, Papi bisa malu sama semua orang, kasihan Mutia juga, dia itu wanita baik, kok mendapat jodoh kaya kamu", gumam Pak Dwi.
Tak terasa, Pak Dwi tertidur disamping Rangga hingga pagi. Ia pun tidak menyadari ponselnya terus berdering. Ia tidak tahu, saat ini semua orang yang ada di Hotel sedang menunggunya.
Mutia sudah siap dengan, ia tampak ayu dengan riasan dan pakaian pengantinnya, para tamu dan tetangganya dari Kampung pun sudah mulai berdatangan, bahkan Pak Penghulu pun baru saja tiba.
"Bu Anggi yang tampak panik, ia terus saja mondar-mandir dengan ponsel ditangannya.
Untung saja para tamu sudah dihandle oleh pihak WO, jadi suasana masih terkendali.
"Bu..., apa acaranya sudah bisa dimulai?, saya masih ada acara lagi", ucap Pak Penghulu, ia menghampiri Bu Anggi.
"Maaf Pak, bisa tunggu sebentar lagi..., mempelai laki-lakinya belum datang",
"Baik, saya tunggu sepuluh menit lagi, kalau masih tidak datang, maaf, saya harus meninggalkan tempat ini, masih ada dua pasang pengantin lagi yang harus saya nikahkan",
"Baik-baik..., saya mengerti...", ucap Bu Anggi pasrah.
Di ruangan belakang pun Mutia tampak resah, ia sudah mendengar kalau Rangga tidak datang ke Hotel sejak semalam.
Mutia takut pernikahannya gagal, ia akan sangat malu oleh semua orang, terutama kepada para tetangganya, mereka akan makin mengejeknya.
"Kasihan Bapak dan Ibu, mereka akan sangat sedih jika sampai Kak Rangga tidak datang", gunam Mutia.
Detik demi detik terasa cepat berlalu. "Maaf Bu, ini sudah lebih sepuluh menit, terpaksa saya harus pergi", ucap Pak Penghulu sambil segera berlalu dari hadapan Bu Anggi uang sudah bisa bicara apa pun untuk mencegahnya.
"Lho kok pergi?, ini pernikahannya batal ?", ucap para tamu yang sudah hadir",
Seketika suasana menjadi ribut. Kabar pulangnya Pak Penghulu sampai juga ke telinga Pak Yuda dan Bu Marni, mereka tampak segera menuju ruangan Mutia.
"Kurang ajar memang , mereka sudah mempermalukan kita, masa sampai jam segini belum juga datang, Neng, kita pulang saja", ucap Pak Yuda terlihat marah.
"Tunggu dulu Pak, diluar banyak tamu, Mutia malu", isak Mutia. Ia tidak menyangka hari yang sudah lama dinantinya akan berakhir duka.
"Pak...lho mau kemana?, ini sudah datang, ayo kita lanjutkan acara akadnya",
"Ini mempelainya?",
"Iya, ini Rangga,maaf, tadi jalanan macet",
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments